Berbagai seloko seperti Seloko adat yang berbunyi “Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano biduk ditarik disitu galang diletakkan, dimano akar ditetak disitulah aiknyo menetes”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung adalah menurutkan adat kebiasaan tempat yang didiami. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung berasal dari kata dasar langit.
KBBI kemudian menempatkan “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung berasal dari kata dasar langit” sebagai peribahasa.
Ditengah-tengah masyarakat Melayu Jambi, seloko seperti “Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano biduk ditarik disitu galang diletakkan, dimano akar ditetak disitulah aiknyo menetes” atau “Dimana tembilang tecacak. Disitu tanaman tumbuh”.
Makna “Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano biduk ditarik disitu galang diletakkan, dimano akar ditetak disitulah aiknyo menetes” atau “Dimana tembilang tecacak. Disitu tanaman tumbuh” diartikan menempatkan diri sesuai dengan tempat dan mengikuti hukum adat masih dipegang Teguh.
Terhadap orang yang kemudian tidak “tahu diri” sering diumpamakan dengan seloko “Merajo di Kampung Rajo. Mengulu-ulu dikampung penghulu”.
Makna ini sering disebutkan sebagai sikap “petantang petenteng” di wilayah Jambi. Sikap yang paling ditabukan di Jambi.