14 Mei 2021

opini musri nauli : Gedang



Istilah Gedang dikenal ditengah masyarakat Melayu Jambi. Sama juga “Godang” di Tapanuli. Atau “Gadang” di Minangkabau. 

Menggunakan istilah Gedang banyak sekali menunjukkan nama tempat. Di Sungai Tenang dikenal Desa Gedang. Desa Gedang adalah Pusat Koto 10 yang termasuk kedalam Marga Sungai Tenang. 


Di Koto Tapus (Gedang) dikenal nama tempat “Ladang tebat gedang”. Di Marga Pangkalan Jambu mengenal “Sungai Birun Gedang’. Birun dikenal sebagai nama tempat pusat Marga Pangkalan Jambu. 


Di Marga Batang Asai dikenal “membuko rimbo Gedang”. Prosesi yang harus dilalui dengan haruslah meminta izin dari nenek mamak, dalam konteks sekarang adalah Kepala Desa. Hutan yang masih tersisa boleh saja digarap menjadi ladang umo atau kebun karet jika ada izin dari Kepala Desa sebagai pemimpin tertinggi. Model yang lain adalah pemberian dari nenek mamak desa sesudah pernikahan yang disebut rimbo along kumpalan paku.


Selain Desa Gedang yang merupakan pusat Koto 10 Marga Sungai Tenang, dikenal juga Desa Rantau Gedang. Rantau Gedang termasuk kedalam Marga Kembang paseban. 


Selain itu juga dikenal pengaturan “utang’. Seperti “Utang kecik dibayar lunas, utang gedang nan diangsur”. 


Pengaturan perangkat pimpinan adat sebagaimana diatur didalam Perda Bungo No. 3 Tahun 2006. Perangkat pimpinan adat adalah Datuk Rangkayo Mulio dibantu oleh Sutan Marajo Lelo, Sutan Marajo Indo dan Rumah Gedang Tigo Taipah. 


Tiang Panjang dibantu oleh Datuk Rabun, Pangulu Alam dan Monti Rajo. Datuk Sinaro Putih sebagai pimpinan tertinggi yang meliputi masyarakat adat Desa Baru Pelepat dan Desa Batu Kerbau serta Dusun Lubuk Telau yang membawahi Datuk Rangkayo Mulio dan Tiang Panjang. 


Dan tentu saja masih banyak berbagai seloko yang menggunakan kata seloko.