03 Mei 2021

opini musri nauli : Kekosongan Hukum

Membaca media online yang berjudul “Dugaan Jual Beli Jabatan Kursi Plt Kepala OPD, Beraninya Catut Nama Pj Gubernur” memantik polemik. 

Dengan lugas, media online www.ampar.id memaparkan bagaimana praktek upaya sistematis dari oknum-oknum yang berkeliaran untuk mencoba mencatut nama Pj Gubernur Jambi. Bahkan dengan tegas, Menurut Sumber yang kemudian dikutip oleh www.ampar.id, pejabat yang haus kekuasaan harus memberikan sejumlah uang kisaran Rp 100 juta. 


Untunglah Pj. Gubernur Jambi mengambil sikap tegas. Bahkan Pj Gubernur Jambi kemudian mengumpulkan Kepala OPD di ruang Pola kantor Gubernur Jambi membahas masalah ini. 


Secara sekilas membaca Berita yang telah dimuat, maka ada upaya dari segelintir orang yang berusaha mengambil di air keruh. Mumpung dan mengambil kesempatan. 


Dari Berita yang telah dipaparkan maka ada beberapa Catatan Penting. 


Pertama. So pasti, kita harus memberikan apresiasi kepada Pj Gubernur Jambi yang tegas menutup peluang terhadap upaya dari segelintir orang yang berusaha memanfaatkan keadaan.


Dengan mengumpulkan kepala OPD di ruang pola kantor Gubernur Jambi, maka Pj Gubernur Jambi berhasil menepis dugaan dari orang yang memanfaatkan keadaan. Sehingga apresiasi harus diberikan kepada Pj Gubernur Jambi. 


Upaya yang dilakukan oleh Pj Gubernur Jambi kemudian berhasil membuktikan. Upaya dari segelintir orang yang berusaha memanfaatkan keadaan ternyata semata-mata hanya “mencatut” nama Pj. Gubernur Jambi. 


Kedua. Terhadap kegiatan yang “aneh bin ajaib” memanfaatkan keadaan seperti ini, maka harus diusut tuntas. Tidak menjadi gunjingan ditengah masyarakat. 


Harus diusut tuntas. Siapa yang mencoba-coba bermain di air keruh memanfaatkan keadaan kekosongan hukum terhadap jabatan berbagai OPD yang tidak ditentukan masa perpanjangan jabatannya. 


Ketiga. Namun persoalan tidak berhenti ketika upaya sistematis masih dilakukan. Melihat keadaan yang masih ambigu menarik untuk dilihat dari pendekatan hukum. 


Berbagai jabatan OPD yang Sedang menjadi Pelaksana Tugas yang kemudian berakhir harus ditentukan jabatannya. Berbagai jabatan OPD yang Sudah berakhir tidak dibenarkan harus kosong. 


Meminjam istilah hukum, “rechtvacuum”, dalam praktek ketatanegaraan harus tegas dan tidak boleh berhenti (kekosongan hukum). 


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kekosongan adalah ”kekosongan adalah perihal (keadaan, sifat dan sebagainya) kosong atau kehampaan”. Dalam praktek sering juga disebutkan sebagai kekosongan. 


Sedangkan Menurut kamus hukum “vacuum” dapat diartikan sebagai “kosong atau lowong“. 


Sehingga Menurut berbagai pendapat Ahli, rechtvacuum dapat diartikan sebagai “kekosongan hukum” adalah kekosongan hukum. Baik disebabkan karena hal-hal atau keadaan yang terjadi belum dapat diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, atau sekalipun telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan namun tidak jelas atau bahkan tidak lengkap. 


Namun dalam bacaan “kekosongan hukum” terhadap jabatan tidak dibenarkan. Dalam dogma politik yang sering disampaikan dalam berbagai kesempatan sering Diungkapkan. “Kekuasaan tidak boleh kosong. Walaupun satu detikpun”. Demikianlah yang sering kita dengarkan. 


Masih ingat polemik ketika Prabowo yang saat menjadi Panglima Kostrad kemudian digantikan Jenderal Johny Lumintang. Johny Lumintang hanya menjabat hanya 17 jam sebelum digantikan oleh Letnan Jenderal Djamari Chaniago. 


Lalu apa urgensinya apabila hanya jabatan yang dipangku cuma 17 jam ?


Pesannya jelas. Kekuasaan tidak boleh berhenti walaupun sedetikpun. Demikian pesannya. 


Lalu mengapa isu yang kemudian meledak di ranah publik yang kemudian dimuat di media online www.ampar.id yang memaparkan adanya upaya untuk mengail di air keruh. 


Semata-mata didasarkan terhadap peluang yang tidak dilakukan terhadap nasib OPD yang tidak ditentukan masa jabatannya. 


Atau dengan kata lain, adanya kekosongan hukum terhadap jabatan. Yang kemudian memantik diskusi di ranah hukum. 


Bukankah meminjam dogma politik “Kekuasaan tidak boleh kosong. Walaupun satu detikpun” masih terjadi ? 


Mengapa adanya kekosongan jabatan dari berbagai jabatan ?  Apakah begitu terlupanya ada jabatan yang kosong sehingga mudah dimanfaatkan segelintir oknum  ? 


Sudah saatnya, selain membongkar adanya upaya sistematis kegiatan upaya dari segelintir orang yang berusaha memanfaatkan keadaan, juga dapat memastikan nasib jabatan dari OPD yang telah berakhir masa jabatannya. 


Memastikan masa jabatannya selain memberikan kepastian hukum juga mengisi kekosongan hukum. 


Demikianlah esensi dari dimensi kekosongan hukum. 



Advokat. Tinggal di Jambi