Tidak dapat dipungkiri, sebelum menentukan pasal-pasal yang dapat diterapkan didalam praktek hukum pidana, setiap kata-kata, atau kalimat didalam pasal KUHP mempunyai konsekwensi hukum. Setiap perbedaan makna ataupun maksud didalam pasal KUHP kemudian dikenal sebagai unsur.
Unsur-unsur didalam pasal KUHP kemudian dianalisis, dibahas. Termasuk juga dipertimbangkan untuk Melihat kasus yang menimpa (in concreto).
Misalnya Pasal yang mencantumkan kata seperti “Barang siapa” .. “dengan sengaja” .. “melakukan perbuatan”… “mencuri”… “dapat dihukum..”…
Apabila ditelaah lebih jauh, maka kata “barang siapa” belum dapat langsung menunjuk kepada orang perseoangan (atau badan hukum).
Tapi unsur “barang siapa” belum bisa dibuktikan apabila “unsur tindak pidana lain harus harus dibuktikan terlebih dahulu.
Asas ini kemudian dikenal dalam praktek “kesalahan” dan “pertanggungjawaban”.
Dimensi “kesalahan” dan “pertanggungjawaban” adalah dimensi yang terpisah.
Sehingga untuk menentukan pertanggungjawaban pidana tidak sertamerta membuktikan kesalahan semata. Karena asas kesalahan bisa saja terbukti. Namun belum tentu dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam pasal KUHP sudah mengenal “Asas Pemaaf” dan asas Pembenar” sebagaimana diatur didalam pasal 44 KUHP - Pasal 51 ayat (1) KUHP.
Bukankah Sudah lazim kita mendengar bagaimana “orang gila” yang tidak dapat dihukum ?
Demikianlah. Walaupun adanya perbuatan pidana, namun unsur “setiap orang” atau unsur “barang siapa” belum tentu dapat diminta pertanggungjawaban.