Terdengar kepakkan sayap dari Burung. Hinggap di pepohonan. Tidak lama kemudian sang burung bersenandung. Terdengar suaranya lirih.
“Ada apa, wahai sang burung. Mengapa hari ini engkau bermuram durja ?”, tanya sang kura-kura heran. Padahal Hampir setiap hari sang burung bernyanyi.
“Benar, wahai kura-kura. Hari ini aku Sedang berduka. Sehingga aku kemudian bersenandung. Mengusir kegalauan hatiku”, jawab sang burung.
“Mengapa engkau bermurung, wahai sang burung ?”, tanya sang kura-kura semakin heran.
“Di kejauhan sana. Kulihat air keruh. Mengeluarkan bau yang tidak sedap. Akupun enggan meminumnya.
Padahal setiap hari Aku meminum air”, jawab sang burung.
“Wah, sang burung. Apabila Aku mempunyai sayap seperti engkau. Ingin sekali aku melihat air yang keruh”, harap sang kura-kura.
“Memang Aku terbang kesana kemari. Semakin hari, air semakin keruh. Hingga aku mesti jauh terbang tinggi. Hanya sekedar mencari air untuk diminum”, jawab sang burung.
Sang kura-kura terdiam. Merasakan kegundahan dari sang burung.
“Airnya sudah keruh. Banyak sekali bangkai binatang terdapat disana. Sehingga hewan-hewan kemudian meminumnya”, cerita sang burung.
Kembali sang kura-kura diam.
“Meminumlah air disini, Wahai sang burung. Hingga kini air disini masih engkau bisa minum”, Tawar sang kurang-kura.
“Benar sekali, Wahai kura-kura. Air disini masih Jernih. Namun aku harus terbang tinggi. Untuk mencari sangkar. Tidak lama lagi aku hendak bertelur. Dan aku membutuhkan sangkar untuk bertelur”, lanjut cerita sang burung.
“Baiklah, wahai sang burung. Apabila engkau tidak menemukan tempat untuk bersarang. Diatas pohon ini engkau bisa Membangun sarang”, lagi-lagi Tawar sang burung.
“Terima kasih, wahai kura-kura. Namun hari ini Aku hendak terbang dulu. Keesokan harinya kuceritakan tentang kisahku”, kata sang burung. Sembari mengepakkan sayapnya. Kemudian terbang tinggi.