Dunia maya
tidak bisa dihindarkan berbagai pandangan, memotret dari berbagai sudut,
menganalisis berbagai pendekatan ilmu. Namun tanggapan terhadap sebuah
peristiwa tidak luput dari berbagai pandangan sehingga perdebatan tidak bisa
dihindarkan
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
08 Februari 2017
07 Februari 2017
opini musri nauli : WAJAH TRUMPH
05 Februari 2017
opini musri nauli : Catatan kritis P.83
Di
tengah “eforia” Putusan Nomor 35/PUU-X/2012
(MK No 35), public kemudian dikejutkan dengan lahirnya Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/102016 (P 83).
Lahirnya P83 menimbulkan implikasi hukum baik dilihat dari formil maupun materi
yang diatur. Pendekatan formil maupun pendekatan materiil merupakan salah satu
“pisau analisis” didalam melakukan
penilaian terhadap sebuah peraturan (judicial
review).
opini musri nauli : Ketika negara mengurusi ranjang
Hampir
7 tahun yang lalu, dunia hiburan (entertainment)
dan dunia hukum diserbu berita tentang “energy”
bangsa untuk Kasus heboh artis Arief Peterpan-Luna Maya. Kritik saya terhadap
perkara ini kemudian sudah saya tuliskan “Mengintip Kamar”. Artis, 7 Agustus
2010.
opini musri nauli : KONSEP PEMIKIRAN DALAM ISLAM
Ketika
ayat pertama “Iqra” diturunkan, maka makna harfiahnya “bacalah” tidak serta
merta ditafsirkan “sekedar” membaca.
Kata
iqro’ dalam bahasa Arab adalah berbentuk fi’lul Amr /kata perintah/ affirmative
dari kata qoro’a –yaqro’u-iqro’-qiroatan. Iqra’ adalah fi’il
amar (kalimat
perintah). “Bacalah”. Kata “bacalah” kemudian “perintah” untuk membaca.
04 Februari 2017
opini musri nauli : GAYA KEPEMIMPINAN “RASA” INDONESIA
Banyak yang
belum paham dengan gaya kepemimpinan Jokowi. Entah memang melihat gaya Jokowi
diluar pakem atau belum memahami latar belakang Jokowi didalam memimpin sebuah
Pemerintahan.
Simbol seperti
“naik pesawat pakai sarung”, “latihan memanah”, “gaya cengar-cengir” menghadapi
issu penyadapan maupun berbagai symbol-simbol yang susah dimengerti.
02 Februari 2017
opini musri nauli : BARISAN PARA MANTAN
Lagu The Rain feat Endank Soekamti yang berjudul “Terlatih Patah Hati” menjadi popular setelah adanya bait “barisan Para mantan”. Dengan lirik nakal
sambil mengutarakan isi hatinya seperti bait “Bertepuk sebelah tangan (sudah biasa). Ditinggal tanpa alasan (sudah biasa)”
kemudian diakhiri dengna bait “barisan
para mantan” menjadi sikap galau dan pilihan hati para lelaki yang ditinggalkan
sang Pacar.
Lagu ini kemudian popular dan menjadi hits
untuk menghiasi belantika music Indonesia tahun 2013. The Rain dan band Endank
Soekamti melukiskan kegelisahan hatinya yang tidak juga mendapatkan pacar. Atau
pacar yang meninggalkannya tanpa kabar. Bait
“Barisan para mantan” kemudian
menghiasi tangga lalu di radio.
opini musri nauli : KORUPSI DI DESA
Beberapa waktu yang lalu, KPK dan Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengadakan
pertemuan dan kemudian sepakat untuk mengawasi dana bergulir di Desa.
Pengawasan dana bergulir di Desa cukup besar.
Menurut Menteri Desa dan PDTT, tahun 2016 meningkat Rp 60 trilyun dari Rp 20,8
trilyun tahun 2015. Dan akan terus ditingkatkan menjadi Rp 120 trilyun tahun
2017 hingga tahun 2019 sebesar Rp 111,8 trilyun.
Dengan dana bergulir ke Desa dan dibagikan untuk
74.910 desa
maka setiap desa mendapatkan dana desa sekitar Rp800 juta rupiah plus Alokasi
Dana Desanya antara Rp200 juta sampai Rp3 miliar.
opini musri nauli : makna kata "dapat" dalam pandangan konstitusi
Mahkamah
Konstitusi (MK) telah memutuskan perkara No. 25/PUU-XIV/2016 yang pada pokoknya
telah memutuskan kata “dapat” didalam
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999/UU No. 20 tahun 2001 Tentang
Tindak korupsi (UU Tindak Pidana Korupsi).
Kata “dapat” didalam pasal 2 ayat (1)
dan pasal 3 UU Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tema yang paling
menarik dan menyita para pemerhati anti korupsi. Baik dimulai dari pembahasan
UU ini maupun didalam berbagai permohonan di MK.
31 Januari 2017
Kasus Oknum BPN Kota, Butuh Netralitas Aparat
SEJAK dilaporkan ke Polda Jambi Desember lalu,
hingga kini kasus antara oknum pegawai BPN Kota Jambi Vs wartawan Jambi
Independent, masih dalam proses penyelidikan. Terbaru, Ketua PWI
Provinsi Jambi Mursid Sonsang menyesalkan sikap penyidik Polda Jambi
yang menjadikannya saksi ahli dalam kasus itu tanpa persetujuan secara
resmi dari dirinya.
Kepada rekan-rekan pers kemarin (30/1), Uda Mursid –sapaan akrab Mursid Sonsang- menegaskan bahwa dirinya hanya berdiskusi dengan dua petugas yang mengaku penyidik Polda Jambi. Pertemuan dilakukan di rumahnya, pokok bahasan terkait laporan dua wartawan Jambi Independent atas perlakuan oknum BPN Kota Jambi yang menghalang-halangi tugas wartawan.
Mursid kaget begitu dapat informasi bahwa diskusi kemarin, malah dijadikan dasar oleh penyidik Polda Jambi untuk melemahkan laporan wartawan JI. Padahal, dalam diskusi itu, Mursid menjelaskan bahwa kasus itu, memenuhi unsur penghalang-halangan tugas wartawan. Juga, mengandung unsur intimidasi terhadap wartawan.
Makanya, ketika diskusi itu dijadikan dasar penyelidikan oleh penyidik Polda Jambi, Mursid langsung menyatakan keberatan. Apalagi, ia mengaku sama sekali tak pernah menerima surat resmi dari Polda Jambi yang berisi tentang permintaan keterangan sebagai saksi ahli dalam kasus itu.
Bahkan, Mursid berkali-kali menegaskan bahwa dirinya tak pernah menandatangani BAP atas kasus tersebut. Dia merasa ada kejanggalan dalam proses penyelidikan kasus oknum BPN Kota Vs Wartawan JI. Makanya, ia akan melaporkan persoalan ini ke Irwasum Polri maupun lembaga pengawas kepolisian RI di Jakarta.
Sebagai Ketua PWI Provinsi Jambi, Mursid menegaskan bahwa dirinya berusaha bersikap netral dalam kasus ini. Maka itu, ia juga berharap penyidik Polda Jambi juga menerapkan sikap yang sama. Harus netral, di posisi tengah, jangan mengintimidasi maupun memberatkan atau melemahkan salah satu pihak. Sebab, saat inilah Polri membuktikan profesionalitasnya dalam memproses tindak pidana baik itu umum maupun khusus.
Sementara, Musri Nauli, kuasa hukum Jambi Independent, juga kaget mendengar ada selentingan kabar yang menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh oknum BPN Kota Jambi, tidak memenuhi unsur UU Pers nomor 40 tahun 1999. Padahal, ketika seseorang merampas, menyandera maupun menggiring wartawan, termasuk mengintimidasi wartawan, sudah masuk pasal penghalang-halangan tugas wartawan.
Makna menghalang-halangi, dinilai Musri sangat luas. Intinya, menghalang-halangi bukan berarti menyegel, membredel atau menghentikan aktivitas pers. Menghalang-halangi, artinya menghambat atau membuat pekerjaan pers jadi terhambat.
Karena itu, semua pihak kini sedang menunggu sikap tegas Polda Jambi terkait kasus ini. Pertanyaannya, bisakah Polda Jambi bersikap netral?
http://www.jambi-independent.co.id/kasus-oknum-bpn-kota-butuh-netralitas-aparat/
Kepada rekan-rekan pers kemarin (30/1), Uda Mursid –sapaan akrab Mursid Sonsang- menegaskan bahwa dirinya hanya berdiskusi dengan dua petugas yang mengaku penyidik Polda Jambi. Pertemuan dilakukan di rumahnya, pokok bahasan terkait laporan dua wartawan Jambi Independent atas perlakuan oknum BPN Kota Jambi yang menghalang-halangi tugas wartawan.
Mursid kaget begitu dapat informasi bahwa diskusi kemarin, malah dijadikan dasar oleh penyidik Polda Jambi untuk melemahkan laporan wartawan JI. Padahal, dalam diskusi itu, Mursid menjelaskan bahwa kasus itu, memenuhi unsur penghalang-halangan tugas wartawan. Juga, mengandung unsur intimidasi terhadap wartawan.
Makanya, ketika diskusi itu dijadikan dasar penyelidikan oleh penyidik Polda Jambi, Mursid langsung menyatakan keberatan. Apalagi, ia mengaku sama sekali tak pernah menerima surat resmi dari Polda Jambi yang berisi tentang permintaan keterangan sebagai saksi ahli dalam kasus itu.
Bahkan, Mursid berkali-kali menegaskan bahwa dirinya tak pernah menandatangani BAP atas kasus tersebut. Dia merasa ada kejanggalan dalam proses penyelidikan kasus oknum BPN Kota Vs Wartawan JI. Makanya, ia akan melaporkan persoalan ini ke Irwasum Polri maupun lembaga pengawas kepolisian RI di Jakarta.
Sebagai Ketua PWI Provinsi Jambi, Mursid menegaskan bahwa dirinya berusaha bersikap netral dalam kasus ini. Maka itu, ia juga berharap penyidik Polda Jambi juga menerapkan sikap yang sama. Harus netral, di posisi tengah, jangan mengintimidasi maupun memberatkan atau melemahkan salah satu pihak. Sebab, saat inilah Polri membuktikan profesionalitasnya dalam memproses tindak pidana baik itu umum maupun khusus.
Sementara, Musri Nauli, kuasa hukum Jambi Independent, juga kaget mendengar ada selentingan kabar yang menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh oknum BPN Kota Jambi, tidak memenuhi unsur UU Pers nomor 40 tahun 1999. Padahal, ketika seseorang merampas, menyandera maupun menggiring wartawan, termasuk mengintimidasi wartawan, sudah masuk pasal penghalang-halangan tugas wartawan.
Makna menghalang-halangi, dinilai Musri sangat luas. Intinya, menghalang-halangi bukan berarti menyegel, membredel atau menghentikan aktivitas pers. Menghalang-halangi, artinya menghambat atau membuat pekerjaan pers jadi terhambat.
Karena itu, semua pihak kini sedang menunggu sikap tegas Polda Jambi terkait kasus ini. Pertanyaannya, bisakah Polda Jambi bersikap netral?
http://www.jambi-independent.co.id/kasus-oknum-bpn-kota-butuh-netralitas-aparat/
Langganan:
Postingan (Atom)