Berbeda di Pengadilan negeri, Pengadilan Tata usaha Negara dan Pengadilan Agama yang mengenal Penggugat dan tergugat, di Mahkamah Konstitusi dikenal pemohon dan termohon.
Selain pemohon dan termohon juga dikenal pihak terkait.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Berbeda di Pengadilan negeri, Pengadilan Tata usaha Negara dan Pengadilan Agama yang mengenal Penggugat dan tergugat, di Mahkamah Konstitusi dikenal pemohon dan termohon.
Selain pemohon dan termohon juga dikenal pihak terkait.
Tiada terdengar suara burung yang senantiasa berada di ketinggian pohon. Sang kura-kura benar-benar gundah.
Sudah beberapa hari ini, sang burung tiada memberikan cerita. Apakah sang burung tidak mau lagi bercerita dan berteman dengan sang kura-kura ?
Pengadilan adalah muara pertarungan pemikiran.
Sidang terus berjalan.. harapan senantiasa dikumandangkan..
Dulu waktu masa demo, dia menertawakan org demo keno semprot water canon..
dari televisi.. sembari berteriak..
Kemudian dia dekat dengan dosen.. mahasiswa berprestasi, kuliah cepat tamat..
Pada hari rabu (30 Juni 2021) gugatan Walhi kepada Perusahaan yang menjadi penyebab kebakaran 2019 memasuki tahap mediasi.
Hakim mediator yang ditunjuk oleh Majelis Hakim dalam perkara Perdata mengundang para pihak yang bersengketa untuk membicarakan Tahap mediasi di ruang mediasi Pengadilan Negeri Jambi.
Akibat kelalaian, atm sebuah bank kemudian tidak dapat digunakan. Tertera jelas. “Kartu tidak dapat digunakan”.
Karena alasan praktis, saya tidak menggunakan mobile-bank sehingga harus mengikuti cara-cara konvensional. Ikut antri di bank.
Syahdan. Terdengar suara langkah terburu-buru Sang Telik Sandi. Menghadap Sang Raja Astinapura.
“Tuanku, hamba hendak mengabarkan. Adipati Negeri Astinapura sedang gundah. Meluapkan kekesalannya dikerumuman pasar”, Kabar sang telik sandi.
“Ada apa gerangan, wahai sang telik sandi ?”, tanya sang Raja astinapura. Wajahnya menunjukkan keheranan.
“Daulat, tuanku. Sang Adipati tidak terima dianggap tidak benar mengelola negeri didalam kerajaan Astinapura”, jawab sang telik sandi.
“Mengenai apa, wahai sang telik sandi ?”, lagi-lagi sang Raja menunjukkan keheranannya.
“Tuanku, titahku yang mengabarkan sang adipati yang tidak bisa menaklukkan dedemit membuat dia kemudian meradang. Berteriak ditengah pasar. Demikian, tuanku”, jawab sang telik sandi.
“Hmm.. Sungguh tidak pantas seorang adipati mengumbarkan amarahnya ditengah kerumuman pasar.
Sungguh tidak pantas”, kata sang Raja Astinapura. Wajahnya kemudian menunjukkan kekesalan.
Semua terdiam. Hening di balairung Istana.
“Sampaikan titahku. Seorang adipati harus tetap menunjukkan wibawa dan kehormatan ditengah rakyat.
Saat ini Rakyat Sedang bimbang menghadapi serangan dedemit. Seorang adipati harus menunjukkan hormat kepada perilaku yang pantas ditengah Rakyat”, kata sang Raja.
“Baiklah, tuanku. Titah hamba akan sampaikan kepada sang adipati”, kata sang telik sandi. Segera meninggalkan balairung Istana Astinapura.