Nasib
rakyat ditentukan ”voting” anggota parlemen.
Demikian gumaman supir taksi mengomentari sidang
Paripurna pembahasan APBN P 2012. Pembahasan perubahan APBN 2012 menarik
perhatian rakyat disaat bersamaan usulan perubahan asumsi harga minyak mentah
yang ditentukan di New York merangkak naik. Isu ”perang dingin” Amerika Serikat dan Iran dalam persoalan nuklir ”memaksa” menggerek harga minyak mentah
dunia. Ancaman penyerangan Amerika seperti yang dilakukan terhadap Afganistan
dan Irak membuat ”gertakan” itu
dibalas dengan Iran untuk menghentikan pasokan minyak ke Eropa. Ancaman itu
tidak main-main, sehingga ancaman itu kemudian membuat harga minyak melambung
tinggi.
Indonesia yang semula sebagai Eksportir minyak
mentah kemudian menjadi importir merasakan ”getahnya”.
Asumsi harga minyak mentah US$ 105 perbarrel (Sebelumnya US$ 90 perbarrel) kemudian tidak dapat dipertahankan
lagi mengikuti harga minyak mentah dunia US$ 128 perbarrel. Pemerintah kemudian
mengajukan ”rancangan” perubahan APBN
2012. Alasan Pemerintah, subsidi harga minyak Rp 4.300,- - Rp 4.500,- akan
membebankan anggaran dan mengganggu jalannya pembangunan.
Usulan rancangan perubahan APBN 2012 kemudian
ditangkap publik sebagai naiknya harga BBM. Semula Rp 4.300,- - Rp 4.500,- ,
menjadi Rp 6.000,-. Naiknya harga BBM kemudian justru ”memantik” perlawanan dari berbagai kalangan. Gerakan rakyat
dipelopori mahasiswa kemudian menemukan momentum disaaat bersamaan hampir satu
tahun ini rakyat disuguhi ”dagelan”
berbagai ”kemuakkan praktek korupsi. Momentum itu kemudian menggelora di
berbagai pelosok tanah air dan terus menggelinding seperti bola salju. Alasan
dari Pemerintah ”uang yang berhasil diselamatkan kemudian digunakan untuk
subsidi lapisan rakyat bawah tidak berhasil ”meredam”
perlawanan berbagai lapisan. ”Alasan”
Pemerintah ditangkap berbagai kalangan sebagai ”ketidakpercayaan” rakyat terhadap jalannya pemerintahan. Demonstrasi
penolakan semakin membesar dan menemukan momentum untuk disikapi berbagai
partai politik untuk ”tampil” dalam
sidang Paripurna.
Partai Demokrat sebagai Rolling Party ”idem ito” dengan tawaran Pemerintah.
Partai Golkar yang semula mendukung kemudian berbalik arah menolak kenaikan
BBM. PDI-P, Partai Hanura, Partai Gerindra ”keukeuh”
bertahan menolak. Sementara PKS ”dengan alasan memberikan ”solusi konstruktif” berbalik arah menolak. Sementara PAN, PPP dan
PKB bersama-sama dengan Partai Demokrat tetap bertahan.
Namun sidang Paripurna ”menampakkan berbagai dagelan” yang justru menusuk hati rakyat.
Gumaman supir taksi ”Nasib rakyat kok
ditentukan voting” hanyalah sebagai letupan dan konfirm ”ketidakpercayaan” terhadap ”tingkah laku” anggota parlemen. Tingkah
laku itu semakin menjadi-jadi, ketika sidang paripurna - yang disiarkan ”live” – seperti berdebat di warung kopi. Teriakkan
”interupsi, huhhh”, ”memamerkan BBM”, atau
memberikan pendapat yang tidak berdasar seakan-akan anggota DPR hanya ”show” biar dilihat publik ”seakan-akan” berpihak kepada rakyat.
Dari titik inilah, apapun putusan sidang Paripurna benar-benar menggambarkan ”nasib rakyat ditentukan voting” anggota
Parlemen.
Tanpa mempersoalkan apapun putusan sidang
Paripurna DPR, tawaran usulan perubahan APBN 2012 menimbulkan konstitusi secara
serius. Alasan Pemerintah yang menaikkan harga BBM dengan alasan ”harga minyak mentah dunia” yang kemudian DPR juga membahasnya
membuktikan ”negara” harus
dikembalikan kepada ruh UUD 1945. MK sebagai ”guardian of constitution” memang menegaskan pandangan konstitusi
terhadap rumusan pasal 33 UUD 1945.
Pandangan Pemerintah dan DPR berangkat dari
pemikiran yang didasarkan kepada pasal 33 UUD 1945 berkaitan dengan kalimat ”dikuasai oleh negara”. Dalam praktek
Pemerintahan, makna kata ”dikuasai oleh
negara” berangkat dari konsepsi ”tanah
negara”. Konsepsi ini diadopsi dari konsepsi Pemerintah kolonial Belanda
yang lebih banyak dikenal ”domein
verklaring” yang kemudian dirumuskan dalam Agrarish wet. Secara harfiah, ”domein
verklaring” diterjemahkan ”tanah yang tidak dapat dibuktikan kesahihannya, maka
menjadi tanah negara”. Rumusan ini kemudian secara tegas dimuat dalam ”Agrarish wet”. Padahal dalam UUPA tegas-tegas telah
menganulirnya.
Selain itu juga ”dikuasai oleh negara” menjadi bahan yang cukup serius dipertimbangkan
oleh MK. Dalam putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, MK kemudian merumuskannya.
Pasal 33 UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih
tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi
penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip
kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi
politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu,
rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan
tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dengan memperhatikan pasal 33 ayat (3) UUD
1945 “Bumi dan air..”, maka pengertian
“dikuasai oleh negara” hanya
diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud
tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”,
yang dengan demikian berarti amanat untuk “memajukan kesejahteraan umum” dan
“mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam
Pembukaan UUD 1945 tidak mungkin diwujudkan.
Pengertian “dikuasai
oleh negara” juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk mengatur,
karena hal demikian sudah dengan sendirinya melekat dalam fungsi-fungsi
negara tanpa harus disebut secara khusus dalam undang-undang dasar. Karena itu,
pengertian “dikuasai oleh negara”
tidak mungkin direduksi menjadi hanya kewenangan negara untuk mengatur
perekonomian.
Dengan demikian, maka “dikuasai oleh negara” memberikan mandat kepada negara untuk
mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad),
pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan
pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Berkaitan dengan alasan yang digunakan Pemerintah
yang menentukan harga BBM didasarkan ”asumsi
harga minyak mentah yang ditentukan di New York” berangkat dari ketentuan
dalam APBN sebenarnya telah dipertimbangkan oleh MK. MK menegaskan “seharusnya harga Bahan Bakar Minyak dan harga
Gas Bumi dalam negeri ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
kepentingan golongan masyarakat tertentu dan mempertimbangkan mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar. Oleh karena itu Pasal 28 ayat (2) dan
(3) tersebut harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Berangkat dari
putusan MK, maka alasan ”asumsi harga minyak mentah yang ditentukan
di New York” tidak
mempunya relevansi dan bertentangan dengna konstitusi.
Dengan paparan yang telah penulis sampaikan,
sekali lagi membuktikan, Pemerintah dan DPR berangkat dari Tafsiran sempit
dalam konsepsi “dikuasai oleh negara”
dan telah nyata-nyata telah mengangkangi konstitusi. Sehingga dapat dimengerti,
maka permohonan menguji perubahan APBN 2012 (judicial review) yang diajukan tokoh-tokoh nasional seperti Din
Syamsuddin (Muhammadiyah), Yusril Ihza Mahendra mempunyai dasar yang kuat. Dan
bola ini sedang bergulir dan menjadi persoalan konstitusi di tangan MK.
Dimuat di Harian Posmetro online.
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/808-bbm-dan-konstitusi.html?device=xhtml
Dimuat di Harian Posmetro online.
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/808-bbm-dan-konstitusi.html?device=xhtml