29 Juni 2016

opini musri nauli : LOGIKA FADLI ZON


Tiba-tiba jagat hiburan tanah air “dihebohkan” pemberitaan infotainment
bocornya” surat dari Pimpinan DPR, Fadli Zon (FZ) kepada KJRI. Isinya simple. Meminta kepada KJRI untuk menjemput putrinya yang “sedang bertandang” ke New York dan kemudian menemani selama berada di Amerika Serikat.

Secara sekilas, berita ini tidak aneh. Pimpinan DPR, lembaga dihormati, meminta kepada KJRI untuk menjemput anaknya merupakan berita biasa di tengah masyarakat yang masih menghormati pimpinan (Patron-klien). Wajar. Khan minta dijemput sebagai tanda bakti dan darma “kepatuhan” kepada pimpinan. KJRI tentu saja tidak bisa “mengelak” dan tidak enak untuk menolak permintaan FZ.
Berita kemudian “meledak” dan FZ dianggap tidak tepat menggunakan “lambang garuda” memuluskan agenda “pribadi dan agenda keluarga”.

Namun entah “memang” terlalu pintar atau memang “kurang gaul”, FZ justru membuat surat bantahan yang justru merupakan konfirmasi “berita di jagat hiburan’.

Sebelum melihat berita ini secara utuh, ada baiknya kita menggunakan “logika Fadli Zon” sehingga kita bisa memahami mengapa FZ bisa menggunakan “kewenangannya” untuk mengeluarkan kop surat berlambang garuda.

Pertama. Fadli Zon adalah Pimpinan DPR. Sebagai pimpinan DPR, maka kekuasaan dan wilayah Indonesia juga berlaku di setiap wilayah yang mengutus sikap resmi. KJRI merupakan wilayah resmi Indonesia dan “perwakilan” Negara di Amerika Serikat. Ini yang disebut “premis mayor

KJRI merupakan wilayah Indonesia. Ini disebut “premis minor”.

Maka KJRI harus mematuhi perintah Fadli Zon. KJRI yang mematuhi perintah Fadli Zon merupakan “kesimpulan”.

Itu logika Fadli Zon.

Nah. Lalu mengapa public menolak logika Fadli Zon.

Nah. Logika Fadli Zon apabila digunakan untuk kepentingan Negara seperti utusan resmi Negara, menggunakan uang Negara maka logika Fadli Zon tidak bermasalah. Logika Fadli Zon tepat dan KJRI harus melaksanakannya.

Namun. Fadli Zon menggunakan kop dan lambang garuda “untuk kepentingan” pribadi atau keluarga.

Maka. Logika Fadli Zon “pimpinan DPR’ sebagai premis mayor dan KJRI sebagai premis minor dapat “dikecualikan” terhadap bukan urusan resmi Negara. Atau dengan kata lain, Logika Fadli Zon sebagai pimpinan DPR sebagai premis mayor dan KJRI sebagai “premis minor” maka terhadap urusan Fadli Zon sebagai urusan Pribadi atau urusan keluarga” maka Logika Fadli Zon menjadi tidak tepat. Sehingga penolakan KJRI terhadap permintaan FZ kemudian ditangkap sebagai logika yang benar menurut public.

Logika yang logis (silogisme) merupakan dasar filsafat. Hampir praktis, setiap hari kita menyaksikan berbagai argumentasi, pernyataan dari petinggi negeri yang mengeluarkan argumentasi namun ternyata “kurang berkenan” di tengah masyarakat. Masyarakat menolak namun kaum kelas menengah gagal “memotret” penolakanny.

Dengan silogisme, maka premis mayor atau premis minor disusun sehingga, logika yang hendak ditampilkan bisa dipertanggungjawabkan secara umum.