Tiba-tiba
jagat hiburan tanah air “dihebohkan”
pemberitaan infotainment
“bocornya” surat dari Pimpinan DPR, Fadli Zon (FZ) kepada KJRI. Isinya simple. Meminta kepada KJRI untuk menjemput putrinya yang “sedang bertandang” ke New York dan kemudian menemani selama berada di Amerika Serikat.
“bocornya” surat dari Pimpinan DPR, Fadli Zon (FZ) kepada KJRI. Isinya simple. Meminta kepada KJRI untuk menjemput putrinya yang “sedang bertandang” ke New York dan kemudian menemani selama berada di Amerika Serikat.
Secara
sekilas, berita ini tidak aneh. Pimpinan DPR, lembaga dihormati, meminta kepada
KJRI untuk menjemput anaknya merupakan berita biasa di tengah masyarakat yang
masih menghormati pimpinan (Patron-klien). Wajar. Khan minta dijemput sebagai
tanda bakti dan darma “kepatuhan”
kepada pimpinan. KJRI tentu saja tidak bisa “mengelak” dan tidak enak untuk
menolak permintaan FZ.
Berita
kemudian “meledak” dan FZ dianggap
tidak tepat menggunakan “lambang garuda”
memuluskan agenda “pribadi dan agenda
keluarga”.
Namun
entah “memang” terlalu pintar atau
memang “kurang gaul”, FZ justru
membuat surat bantahan yang justru merupakan konfirmasi “berita di jagat
hiburan’.
Sebelum
melihat berita ini secara utuh, ada baiknya kita menggunakan “logika Fadli Zon” sehingga kita bisa
memahami mengapa FZ bisa menggunakan “kewenangannya”
untuk mengeluarkan kop surat berlambang garuda.
Pertama.
Fadli Zon adalah Pimpinan DPR. Sebagai pimpinan DPR, maka kekuasaan dan wilayah
Indonesia juga berlaku di setiap wilayah yang mengutus sikap resmi. KJRI
merupakan wilayah resmi Indonesia dan “perwakilan”
Negara di Amerika Serikat. Ini yang disebut “premis mayor”
KJRI
merupakan wilayah Indonesia. Ini disebut “premis
minor”.
Maka
KJRI harus mematuhi perintah Fadli Zon. KJRI yang mematuhi perintah Fadli Zon
merupakan “kesimpulan”.
Itu
logika Fadli Zon.
Nah.
Lalu mengapa public menolak logika Fadli Zon.
Nah.
Logika Fadli Zon apabila digunakan untuk kepentingan Negara seperti utusan resmi
Negara, menggunakan uang Negara maka logika Fadli Zon tidak bermasalah. Logika
Fadli Zon tepat dan KJRI harus melaksanakannya.
Namun.
Fadli Zon menggunakan kop dan lambang garuda “untuk kepentingan” pribadi atau keluarga.
Maka.
Logika Fadli Zon “pimpinan DPR’ sebagai
premis mayor dan KJRI sebagai premis minor dapat “dikecualikan” terhadap bukan urusan resmi Negara. Atau dengan kata
lain, Logika Fadli Zon sebagai pimpinan DPR sebagai premis mayor dan KJRI sebagai “premis
minor” maka terhadap urusan Fadli Zon sebagai urusan Pribadi atau urusan
keluarga” maka Logika Fadli Zon menjadi tidak tepat. Sehingga penolakan KJRI
terhadap permintaan FZ kemudian ditangkap sebagai logika yang benar menurut public.
Logika
yang logis (silogisme) merupakan dasar filsafat. Hampir praktis, setiap hari
kita menyaksikan berbagai argumentasi, pernyataan dari petinggi negeri yang
mengeluarkan argumentasi namun ternyata “kurang berkenan” di tengah masyarakat.
Masyarakat menolak namun kaum kelas menengah gagal “memotret” penolakanny.
Dengan
silogisme, maka premis mayor atau premis minor disusun sehingga, logika yang
hendak ditampilkan bisa dipertanggungjawabkan secara umum.