“Bang,
kok warung bakso tuh tutup”, Ujar istriku heran. Padahal tempatnya salah satu
tempat favorit dan tempat yang rutin dikunjungi. Entah menghabiskan waktu akhir
pekan. Atau cuma sekedar menikmati baksonya. Warung bakso cabang dari Jawa.
Terkenal enak dan susah dicari tandingannya.
“Mungkin
kurang promosi”, jawabku sekenanya. Akupun tidak mengerti.
Ya.
Sudah kuperhatikan. Satu tahun terakhir sudah tutup. Kurang laris dan terkesan
tidak laku. Bahkan plang bertuliskan “Tempat ini disewakan” terlihat jelas.
Lengkap dengna nomor HP pemilik rumah.
Berbanding
terbalik dengan tempat-tempat lain. Bahkan akhir-akhir ini justru tumbuhnya
berbagai tempat nongkrong anak muda yang “rasanya” tidak dikenal dengan
lidahku.
Rumah
makan padang, warung sate, lontong di Simpang Pulai, warung soto di telanapura
justru tempat langgananku. Tidak tergantikan dengan tempat-tempat nongkrong
anak muda.
Ya.
“masalah perut” tidak mungkin tergantikan. Bahkan “seakan-akan menu wajib”,
harus menikmati nasi padang diberbagai kota. Entah di Jawa ataupun diluar
Indonesia. Tidak lengkap “lidah” tidak mencicipi cabe dan santan yang berkuah. “Tidak
nikmat hidup nih” pikiranku.
Akupun
teringat kisah perusahaan HP terkenal. Nokia. Yang kemudian menghentikan
produksinya disebabkan “kalah bersaing” dengan HP keluaran terbaru dari Korea,
Jepang. Bahkan Tiongkok kemudian membanjiri Indonesia. Mengalahkan jumlah
produksi yang membuat Nokia kemudian roboh. Tumbang dengan seiring zaman.
Atau
perusahaan Bluebird yang kemudian “meraung” melawan Go-jek atau Grab. Solusi
angkutan online menghadapi kemacetan Jakarta.
Sebagai
pengelana, penggunaan angkutan online tidak dapat dihindarkan. Dengan fasilitas
aplikasi, harga terjamin, menggunakan GPS, tidak perlu mutar-mutar, langsung
menunggu didepan pintu rumah bahkan mengantar ke tempat tujuan tanpa harus
bertanya kiri kanan. Go jek kemudian “booming” dan Bluebird kemudian bergabung
dengan Gojek.
Ya.
Generasi baru telah lahir. Generasi yang “memutuskan mata rantai” pasar yang
dikuasai para pedagang. Memotong rantai jalur distribusi. Menyebabkan harga
menjadi murah dan kompetitif. Lengkap dengna pelayanan maksimal.
Dengan
sekali “klik” semua pelayanan langsung diantarkan. Entah mengantarkan makanan,
mengantarkan kiriman atau berbagai pelayana lain.
Belum
lagi fasilitas “beli-tunai”. Dengan sekali “klik” gambar dan barang yang
diinginkan, paling lama 2 hari sudah datang ekspedisi sudah datang mengantar.
Kemajuan
yang tidak mungkin dibendung. Kemajuan yang tidak bisa dihindarkan. Kemajuan
yang sudah menjadi bagian dari kehidupan generasi milenial.
Pengalaman
mudik “dikuasai” para putra-putriku. Memasuki satu kota hendak istirahat
menempuh perjalanan jauh, dengan menggunakan aplikasi entah “booking” online,
fasilitas hotel, gambar, jarak dari pusat pasar langsung bisa dipesan. Lengkap
harga dan berbagai fasilitasnya. Tinggal “klik”. Beres sudah.
Cerita
ini saya dapatkan ketika tokoh nasional yang berkunjung ke Jambi. Sembari
bergurau saya tanyakan “mana stafnya, pak ?. Kok tidak diajak ?”. Padahal aku tahu
persis. Sang staf baru pertama kali ke Jambi.
“Susah,
anak muda sekarang, pak Nauli. Sebelum ke Jambi, dia sudah browsing tempat
makanan dan tempat nongkrong. Sehabis makan malam tadi, dia sudah pesan go-car
dan menuju tempat yang diketahuinya’.
Dunia
milenial adalah dunia “keterbukaan’. Dunia yang memberikan informasi apapun
didunia maya. Entah informasi, petunjuk, jalur ataupun berbagai informasi yang
diperlukan.
Dalam
kesempatan terpisah, saya berbicang-bincang mengenai satu tokoh nasional.
Sayapun kemudian ngotot tokoh yang dimaksudkan adalah “alumni” dari kampus A.
Dengan santai lawan bicara membantah sembari menunjukkan informasi tentang
kampus B. Sembari menunjukkan situs yang memuat informasi. Sayapun kemudian
kagok. Tidak mungkin membantah dengan informasi yang valid. Kata orang Jambi “mengaji
diatas kitab”. Diskusi harus sesuai dengan sumber informasinya.
Tradisi
ini sudah saya perhatika apabila saya bertemu dengan generasi milenial yang
lain. Sehingga saya berkeyakinan mereka mempunyai informasi yang luas tentang
tema-tema diskusi tertentu. Termasuk sembari menguasai informasi-informasi
penting.
Hingga
sekarang saya cuma bisa senyum-senyum apabila ada yang mengaku dari kampus A
atau dari kampus B tentang alumni siapapun yang bercerita di public.
“Jadi,
Kalo orang yang nyantri bisa diketahui pesantrennya dimana, ya ?”, pikiranku
sekena.
“Udah,
ah. Diskusi yang lain aja” sembariku bergegas mandi pagi.