Tidak dapat dipungkiri, kisah perjalanan para ulama Nusantara menjadi ikonik dan agenda dalam perjalanan islam di Nusantara.
Disertasi Azzumardi Azza (AA) yang kemudian dijadikan buku “Jaringan Ulama Timur Tengah & Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII menjadi klasik. Menjadi Rujukan berbagai pihak ketika membicarakan Islam dan penyebarannya di Indonesia.
Secara rinci, buku ini kemudian menerangkan tentang teori-teori kedatangan islam. Teori ini kemudian dikritisi dengan tajam oleh (AA). Termasuk kemudian mengoreksi teori yang banyak berkembang.
Buku juga menerangkan tentang jaringan ulama dan penyebaran ke dunia islam.
Namun yang menarik adalah buku ini juga menerangkan tentang peran dan cerita ulama Nusantara. Ulama yang disebutkan diantaranya Nur-al din Al Raniri yang terkenal yang kemudian berhimpitan dengan berbagai perkembangan pemikiran di Aceh.
Di Aceh juga disebutkan Abdul Rauf Al Singkili. Salah Satu tokoh pembaru yang meletakkan dasar fiqh dan tasawuf lebih moderat.
Ridwan Arif didalam Disertasinya kemudian memuat lebih rinci. Pemikiran maupun konsepsi berfikir Abdul Raufi Al Singkili. Ridwan Arif kemudian menuliskan nama Abdul Rauf Al Singkili. dengan nama yang cukup populer Syekh Abd Al-Ra’uf Al - Fansuri.
Saya kemudian mendapatkan kehormatan dikirimi buku ini langsung dari penulisnya. Tidak lupa diselipkan kata-kata di awal buku dengan kalimat menyentuh “Kepada Yth. Bapak Musri Nauli, SH, Terima kasih atas apresiasinya, Pak. Semoga bermanfaat. Selamat membaca. Pariaman, 6 Jumadil Awal 1446. 21 Desember 2020”.
Abdul Rauf Al Singkili atau Syekh Abd Al-Ra’uf Al - Fansuri adalah tokoh Penting didalam Pembaruan pemikiran Islam. Terlalu sayang apabila kita lewatkan untuk membacanya.
Selanjutnya AA juga menyebutkan Muhammad Yusuf Al Maqasari dan Al Palimbani
Al Palimbani dikenal sebagai Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani. Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani melalui kitabnya yang klasik “Siyarus Salikin ila ‘Ibadati Rabbil ‘Alamin” dan “Sairu Al Sadikin” kemudian dijadikan Disertasi oleh Prof. Dr. M. Chatib Quzwain.
Lagi-lagi saya mendapatkan berkah. Edisi disertasi Prof. Dr. M. Chatib Quzwain saya mendapatkannya. Dari dosen yang Sedang menyelesaikan disertasinya dari kampus UIN Sultan Thaha Saifuddin.
Dr. M. Chatib Quzwain kemudian dikenal sebagai Rektor IAIN Sultan Thaha Saifuddin (sekarang UIN Sultan Thaha Saifuddin dan Sekjen Departemen Agama.
Namun sayang sekali, AA tidak menuliskan Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabau. Seorang mahaguru dari berbagai ulama Nusantara.
Diantara muridnya terdapat Syaikh Ibrahim Musa Parabek, Syaikh Sulaiman Arrasuh, Syaikh Muhammad Thahir Ibn Muhammad Jalaludin Cangking, Kiai Asnawi Kudus, Syaikh Karim Amrullah, Kiai Nawawi al Bantani dan Agus Salim.
Syaikh Karim Amrullah dikenal bapak Hamka. Hamka dikenal sebagai pengarang tafsir Al Azhar. Karya fenomenal yang kemudian diikuti oleh Quraish Shihab yang mengarang tafsir Al Mishbah.
Saya akhirnya mendapatkan edisi buku setelah browsing hampir selama 6 bulan.
Sedangkan Kiai Nawawi al Bantani kemudian dikenal sebagai imam Masjidil Haram. Pengarang 115 kitab. Kiai Nawawi Al Bantani kemudian dikenal memiliki cicit. KH. Makruf Amin.
KH. Makruf Amin kemudian dikenal sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ketua Umum MUI dan Wakil Presiden.
Namun yang fenomenal adalah kedua murid Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabau adalah KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari.
KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari berguru kepada Kiai Nawawi al Bantani.
Keduanya kemudian mendirikan ormas keagamaan yang besar di Indonesia.
KH. Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Muhammadiyah tahun 1912. Sedangkan KH. Hasyim Asyari mendirikan Nahdhatul Ulama tahun 1926.
Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama kemudian dikenal sebagai Organisasi keagamaan yang besar di Indonesia. Bahu membahu menjaga sinar kegemilangan Islam di Indonesia.
Baca juga : Masuknya Islam di Jambi