Akhir-akhir ini ketika gempa bumi melanda di Indonesia silih berganti, maka BMKG selalu menyampaikan kabar tingkat gempa yang terjadi. Istilah yang digunakan adalah Magnitudo.
Namun semula Publik mengenal istilah skala Richter. Sebuah jarung seismograf yang mencatat getaran melalui sistem amplitudo.
Namun ketika BMKG kemudian menyebutkan istilah magnitudo, seketika masyarakat mulai bertanya-tanya.
Apa hubungan antara magnitudo dan skala richter ?
Apakah sama penghitungan magnitudo dan skala richter ?
Mengapa istilah ini kemudian digunakan setelah sebelumnya digunakan skala richter ?
Dari berbagai Sumber disebutkan, Charles Richter dan Beno Gutenberg menyusun skala pengukur gempat. Skala ini kemudian disebut sebagai skala richter.
Nama yang kemudian melekat ditengah ingatan masyarakat.
Data berbagai Sumber juga menyebutkan Magnitudo gempabumi adalah skala logaritmik kekuatan gempabumi atau ledakan berdasarkan pengukuran instrumental.
Magnitudo diturunkan dari amplitudo dan periode gerakan tanah atau dari durasi sinyal yang diukur pada rekaman instrumental.
Namun sayang kemudian Richter hanya mampu mencatat skala richter hanya sebatas skala .
Atau dengan kata lain, Skala richter digunakan pada gempa-gempa dekat bermagnitudo dibawah 6,0. Sementara gempa diatas skala 6, penghitungan dengan menggunakan skala richer tidak memungkinkan lagi.
Akhirnya Richter kemudian mengembangkan dan membuat formula baru berdasarkan magnitudo.
Maka penghitungan setelah 6 skala richter maka kemudian mengenal magnitudo.
BMKG kemudian menggunakan istilah magnitudo yang mencatat getaran gempa yang terjadi diatas 7 skala richter.
Gempa yang kemudian sering terjadi diatas 6 skala richter yang kemudian sering juga kemudian disebut magnitudo.