Pendahuluan
Pemerintah Indonesia telah mengatur pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pengamanan lingkungan dan sosial, khususnya yang berkaitan dengan nilai ekonomi karbon (NEK) dan mitigasi perubahan iklim, melalui beberapa peraturan. Peraturan tersebut termasuk Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 , Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 , Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 21 Tahun 2022 , dan Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023. Untuk melihat tema yang disodorkan maka berbagai dilihat didalam berbagai regulasi.
Perpres 98/2021
Kerangka kerja menyeluruh untuk pemantauan dan evaluasi tindakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk implementasi NEK, ditetapkan oleh Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. Peraturan ini mengamanatkan bahwa pemantauan dan evaluasi pencapaian pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) pada tahun 2030 dilakukan di berbagai aspek Pelaksanaan Inventarisasi GRK, Pelaksanaan Mitigasi Perubahan Iklim, Pelaksanaan Adaptasi Perubahan Iklim, Penyelenggaraan NEK, Pelaksanaan Kerangka Transparansi dan Pelaksanaan Pembinaan
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh berbagai tingkatan pemerintahan dan pelaku usaha. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK): Untuk pemantauan dan evaluasi tingkat nasional. Menteri Terkait. Untuk pemantauan dan evaluasi sektoral dan sub-sektoral diantaranya Gubernur, Untuk pemantauan dan evaluasi tingkat provinsi. Bupati/Wali Kota, Untuk pemantauan dan evaluasi tingkat kabupaten/kota. Pelaku Usaha Untuk pemantauan dan evaluasi di area usaha dan/atau kegiatannya.
Dengan demikian maka Laporan dari kegiatan pemantauan dan evaluasi ini disampaikan melalui sistem hirarkis yang pada akhirnya mencapai Presiden melalui menteri koordinator bidang kemaritiman dan investasi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyusun laporan tahunan tentang implementasi NEK untuk pencapaian NDC, yang mencakup data kinerja pengurangan Emisi GRK dari berbagai mekanisme NEK dan evaluasi Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). Laporan ini dapat digunakan untuk dokumen komunikasi nasional perubahan iklim, laporan dua tahunan yang diperbarui/laporan transparansi dua tahunan, dan perumusan kebijakan pengendalian perubahan iklim nasional.
Pengamanan Lingkungan dan Sosial dalam Implementasi NEK (Permen LHK No. 21 Tahun 2022). Permen LHK No. 21 Tahun 2022 merinci prosedur implementasi NEK, termasuk ketentuan khusus untuk pengamanan lingkungan dan sosial.
Pembayaran Berbasis Kinerja (RBP): Untuk mekanisme RBP, pedoman umum yang disusun oleh Menteri mencakup pemantauan, evaluasi, dan pembinaan. RBP didasarkan pada pencapaian pengurangan Emisi GRK yang telah diverifikasi dan/atau manfaat non-karbon yang telah divalidasi.
Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV): Semua kegiatan NEK, termasuk perdagangan karbon dan RBP, tunduk pada MRV. Ini memastikan bahwa data dan informasi tentang tindakan mitigasi dan adaptasi dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan standar yang ditetapkan, dan keakuratannya dijamin.
Validasi: Untuk dokumen perencanaan, validasi dilakukan untuk pengendalian mutu.
Verifikasi: Untuk laporan pelaksanaan, verifikasi dilakukan untuk penjaminan mutu. Laporan verifikasi harus mencakup besaran Emisi GRK aktual atau serapan, dan pencapaian pengurangan Emisi GRK dengan membandingkan aktual dengan target.
Kompetensi Validator dan Verifikator: Validator dan Verifikator harus diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, memiliki kompetensi sebagai Validator dan Verifikator pencapaian Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, dan tidak memiliki konflik kepentingan. Mereka memerlukan pengalaman minimal 2 (dua) tahun dalam menangani isu perubahan iklim dan mekanisme penyelenggaraan NEK.
Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM): Untuk memperoleh Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (SPE-GRK), DRAM harus disiapkan. DRAM mencakup analisis dampak lingkungan dan rincian proses konsultasi publik serta hasilnya. Validasi DRAM dilakukan oleh validator independen.
SRN PPI: Sistem berbasis web ini mengelola dan menyediakan data serta informasi tentang aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta NEK di Indonesia. Ini mencatat data perdagangan karbon, RBP, pungutan karbon, dan mekanisme lainnya. SRN PPI juga menyediakan Informasi Publik dalam bentuk grafik, tabel, dan peta sebaran aksi dan Sumber Daya Adaptasi Perubahan Iklim dan Mitigasi Perubahan Iklim. Ini mencakup informasi tentang tata cara dan mekanisme penyelenggaraan NEK, peluang perdagangan karbon dan harga karbon, dokumen perencanaan, laporan pencapaian NDC tahunan, laporan pemantauan dan evaluasi, serta daftar tenaga ahli di bidang perubahan iklim. Publik dapat mengakses dan menyebarluaskan informasi ini, serta memberikan saran atau pengaduan terkait pelaksanaan NEK.
Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan (Permen LHK No. 7 Tahun 2023)
Permen LHK No. 7 Tahun 2023 secara khusus menguraikan prosedur perdagangan karbon di sektor kehutanan.
Persyaratan Pelaku Usaha Perdagangan Karbon: Pemegang PBPH, hak pengelolaan, dan pemilik hutan hak harus memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari, sertifikat legalitas hasil hutan, atau deklarasi hasil hutan. Pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial minimal memperoleh klasifikasi silver dalam penyelenggaraan perhutanan sosial. Masyarakat hukum adat, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, dan masyarakat pemilik hutan hak yang melakukan kegiatan Offset Emisi GRK harus mendapatkan pendampingan atau mitra yang memiliki pengalaman atau keahlian terkait pengukuran karbon, perencanaan dan pelaksanaan proyek, atau akses ke pasar karbon.
Offset Emisi GRK di Kawasan Hutan: Untuk Offset Emisi GRK di kawasan hutan, selain menyusun DRAM, rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim wajib disertakan dalam dokumen perencanaan usaha pemanfaatan hutan. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi administratif.
Pemantauan dan Evaluasi Pelaku Usaha: Pelaku usaha perdagangan karbon pada hutan lindung dan hutan produksi wajib menyampaikan laporan kegiatan usahanya secara periodik setiap bulan. Laporan ini digunakan oleh Menteri untuk evaluasi, meliputi realisasi pembangunan sarana prasarana usaha perdagangan karbon, kebenaran metodologi usaha perdagangan karbon dan perhitungan potensi karbon, serta penggunaan dokumen dan persyaratan usaha perdagangan karbon. Evaluasi dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Instrumen Ekonomi untuk Perlindungan Lingkungan (PP No. 46 Tahun 2017
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 secara luas membahas instrumen ekonomi untuk perlindungan lingkungan. Meskipun tidak secara khusus merinci perdagangan karbon, prinsip-prinsipnya mendukung aspek pengamanan NEK.
Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup: Peraturan ini memperkenalkan mekanisme kompensasi/pembayaran jasa lingkungan hidup antara daerah dan individu, yang dapat mencakup penyerapan dan penyimpanan karbon. Pembayaran ini didasarkan pada kinerja dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa lingkungan hidup.
Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup: Pelaku usaha wajib menyiapkan dana untuk pemulihan lingkungan hidup yang rusak dan/atau tercemar akibat kegiatannya. Ini memastikan tanggung jawab finansial atas dampak lingkungan.
Internalisasi Biaya Lingkungan Hidup: Pelaku usaha diwajibkan untuk memasukkan biaya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ke dalam perhitungan biaya produksi atau biaya suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Ini termasuk biaya pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, pemantauan, pemeliharaan, pengelolaan limbah dan emisi, pemulihan lingkungan hidup pasca operasi, dan perkiraan penanganan risiko lingkungan hidup.
Sistem Label Ramah Lingkungan Hidup: Pemerintah mengembangkan sistem label ramah lingkungan hidup untuk produk guna mengakui kepatuhan terhadap kriteria hukum, inovasi, dan upaya yang melebihi persyaratan perlindungan lingkungan. Hal ini mendorong produksi dan konsumsi berkelanjutan
Sehingga Indonesia telah membangun kerangka peraturan berlapis untuk pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pengamanan lingkungan dan sosial dalam mitigasi perubahan iklim dan implementasi NEK. Kerangka ini menekankan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus mengintegrasikan instrumen ekonomi untuk mendorong praktik-praktik yang berwawasan lingkungan.
Kata kunci
Tema SAFEGUARD sebenarnya mengacu pada konsep safeguard yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.70/2017 dan PermenLHK No. 21/2022. Hal ini menunjukkan bahwa konsep safeguard ini adalah bagian integral dari kerangka kerja mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
Didalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.70/2017 dijelaskan Adanya kewajiban menyediakan informasi secara transparan, konsisten dan dapat diakses oleh semua pihak. Adanya indikator dan laporan berjenjang
Perpres 98/2021 secara umum mengatur penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk mencapai target NDC. Permen LHK 21/2022 kemudian merinci tata laksana penerapan NEK, termasuk mekanisme Perdagangan Karbon, Pembayaran Berbasis Kinerja, dan Pungutan atas Karbon. Selanjutnya, Permen LHK 7/2023 secara spesifik mengatur tata cara Perdagangan Karbon di sektor Kehutanan, yang merupakan salah satu sektor kunci dalam pencapaian NDC Indonesia.
Kesimpulan
Dari hasil analisis regulasi maka didapatkan kesimpulan
Perpres 98/2021 adalah payung hukum yang menetapkan kerangka kerja umum untuk NEK dan pencapaian NDC
PP 46/2017 memberikan dasar hukum untuk Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang mendasari konsep NEK.
Permen LHK 21/2022 merinci pelaksanaan teknis dari mekanisme NEK yang disebutkan dalam Perpres.
Permen LHK 7/2023 adalah aturan yang lebih spesifik untuk implementasi perdagangan karbon di sektor kehutanan, yang merupakan bagian dari mekanisme NEK.
Materi safeguard menyoroti pentingnya safeguard dalam konteks pelaksanaan program penurunan emisi GRK, merujuk pada PermenLHK yang relevan, dan mengusulkan tujuan serta aspek monitoring dan evaluasi safeguard. Dengan demikian maka upaya mitigasi perubahan iklim tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan dan melibatkan partisipasi publik.
Dengan demikian maka berbagai regulasi kemudian membentuk kerangka hukum dan operasional yang komprehensif untuk pengelolaan Nilai Ekonomi Karbon dan upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia, dengan penekanan pada akuntabilitas, transparansi, dan perlindungan lingkungan dan sosial.