Tidak dapat dipungkiri, perjalanan Al Haris ke Pasar Sarolangun kemudian menarik perhatian masyarakat.
Sebagai pejabat yang pernah bertugas di Pemerintah Kabupaten Sarolangun, nama Al Haris cukup familiar dikenal masyarakat di Sarolangun.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Tidak dapat dipungkiri, perjalanan Al Haris ke Pasar Sarolangun kemudian menarik perhatian masyarakat.
Sebagai pejabat yang pernah bertugas di Pemerintah Kabupaten Sarolangun, nama Al Haris cukup familiar dikenal masyarakat di Sarolangun.
Setelah membongkar-bongkar file, eh, ternyata disebelah malah Gubernur Jambi..
Ketika Al Haris mendatangi Tim Pemenangan ke Desa Sekapur Sirih, Jujuhan, Bungo maka kata Jujuhan tidak dapat dipisahkan dari Marga Jujuhan.
Marga Jujuhan dikenal sebagai Marga yang berbatasan langsung dengan Propinsi Sumatera Barat. Didalam Tembo Propinsi Jambi, “berjenjang dari Sialang Belantak Besi, lepas dari Durian Takuk Rajo. Melayang ke Tanjung Semelidu menuju Berajo Nan Seberang”.
Sebagai orang yang dilahirkan, sekolah dan dibesarkan di Jambi, mimpi anak Melayu Jambi menikmati jalan tol adalah sebuah keniscayaan. Sama juga mimpi anak Melayu Jambi menikmati naik kereta api.
Kereta api Cuma ada di Medan dan Palembang. Dulu jalur favorit adalah Palembang ke Bandar Lampung. Kemudian naik bus ke Bakauheni. Menyeberang kemudian naik bus baru tiba Jakarta.
Ataupun masa-masa sebelum reformasi, rute ke Jakarta paling tingga naik Lorena. Bis ekslusif yang mewah untuk ukuran pada masanya. Apalagi bangku cuma 1-2. Dikenal satu dua adalah bangku eklusif yang berbaris Cuma ada dua dan satu kursi. Harganya cukup mahal (waktu itu). Sekitar Rp 82.500,-.
Harga tiket Rp 82.500,- cukup mahal. Karena apabila menggunakan angkutan umum paling hanya berkisar Rp 50.000,-. Rp 20.000,- Jambi – Bandar Lampung.
Bungo merupakan Ibukota Bungo. Dalam sejarah panjang, Masyarakat mengenal sebagai Batin III. Tidak mengenal Batin III Ilir.
Disebut Batin III terdiri dari tiga dusun asal. Yaitu Dusun Air Gemuruh, Dusun Teluk Panjang dan Dusun Tanjung Menanti.
Masing-masing dipimpin oleh pemangku Dusun yang disebut Datuk Rio. Sehingga dikenal Datuk Rio Air Gemuruh, Datuk Rio Teluk Panjang dan datuk Rio Tanjung Menanti. Berpusat di Kampung Baru.
Kemudian diberi gelar Rio Peniti Ulu Bungo (Kampung Baru). Ulu Bungo atau Kampung Baru kemudian dikenal sebagai nama tempat Muara Bungo. Pusat Pemerintahan Kabupaten Bungo.
Ketika Al Haris mendatangi Kecamatan Kuamang Kuning, Kecamatan Pelepat dan Kecamatan Pelepat Ilir, Bungo maka tidak dapat dipisahkan sejarah panjang Marga Pelepat.
Marga Pelepat dapat ditelusuri apabila menggunakan jalan lintas Sumatera yang melewati Kabupaten Merangin dan Kabupaten Bungo. Marga Pelepat langsung berbatasan dengan Marga V Rantau Panjang. Atau Marga yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Merangin. Sehingga dipastikan seluruh wilayah Kuamang Kuning termasuk kedalam Marga Pelepat.
Selain itu juga wilayah Kuamang Kuning yang terdapat didalam wilayah Kabupaten Merangin justru terletak didalam wilayah Marga Batin V.
Pusat Marga Pelepat di Senamat. Sedangkan Marga Batin V disebut-sebut di Rantau Panjang.
Sehingga wilayah Kuamang Kuning adalah wilayah Marga Pelepat dan Marga batin V Merangin.
Setelah melihat batas Jambi – Sumbar yang dikenal sebagai “durian takuk Rajo. Tanjung Samalidu” yang dikenal sebagai “Ikrar Bukit Sitinjau Laut” atau “Deklarasi Bukit Sitinjau Lau”, maka Al Haris kemudian menyampiri basis di Kecamatan VII koto dan Kecamatan VII Koto Ilir.
Membicarakan Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Koto Ilir tidak dapat dipisahkan dengan sejarah panjang Marga VII Koto. Marga yang termasuk kedalam wilayah adat kabupaten Tebo yang langsung berbatasan dengan Provinsi Sumbar.
Dari beberapa tutur yang disampaikan di berbagai tempat, Marga VII Koto dikenal sebagai tempat berkumpulnya “Debalang Raja” untuk menentukan rapat. Pusat Marga di Sungai Abang.
Marga VII Koto juga dikenal sebagai “jalur” perjalanan Raja Tanah Pilih. Alur perjalanan ini setelah ditempuh dari Marga IX Koto di Teluk Kuali.
Sebelum mendatangi Dapil 3 Dan dapil 4 terutama ke Rimbo Bujang dan Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Koto, Al Haris sempat ke perbatasan Jambi – Sumbar.
Ditengah masyarakat Jambi – Sumbar (baca masyarakat Minangkabau dan Kerajaan Pagaruyung) batas Jambi dikenal sebagai “durian takuk Rajo”.
Istilah “durian takuk Rajo” tercermin didalam Tembo Provinsi Jambi dan Tambo Pagaruyung.
Didalam Tembo Propinsi Jambi, “berjenjang dari Sialang Belantak Besi, lepas dari Durian Takuk Rajo. Melayang ke Tanjung Semelidu menuju Berajo Nan Seberang”.
Sebelum membahas Kecamatan VII Koto Ilir dan Kecamatan VII Koto yang termasuk kedalam wilayah adat Marga VII Koto, penulis akan mengisahkan tentang Kecamatan Sumay dan Kecamatan Serai Serumpun.
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Tim Al Haris-Abdullah Sani sudah diintruksikan mengawal basis masing-masing.
Di sisa waktu tahapan kampanye Pilkada serentak 2020 ini tim pemenangan menjadi kekuatan yang kerjanya paling diharapkan.