10 November 2020

opini musri nauli : Perjalanan Betuah (15)


Setelah melihat batas Jambi – Sumbar yang dikenal sebagai “durian takuk Rajo. Tanjung Samalidu” yang dikenal sebagai “Ikrar Bukit Sitinjau Laut” atau “Deklarasi Bukit Sitinjau Lau”, maka Al Haris kemudian menyampiri basis di Kecamatan VII koto dan Kecamatan VII Koto Ilir. 


Membicarakan Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Koto Ilir tidak dapat dipisahkan dengan sejarah panjang Marga VII Koto. Marga yang termasuk kedalam wilayah adat kabupaten Tebo yang langsung berbatasan dengan Provinsi Sumbar. 


Dari beberapa tutur yang disampaikan di berbagai tempat, Marga VII Koto dikenal sebagai tempat berkumpulnya “Debalang Raja” untuk menentukan rapat. Pusat Marga di Sungai Abang. 


Marga VII Koto juga dikenal sebagai “jalur” perjalanan Raja Tanah Pilih. Alur perjalanan ini setelah ditempuh dari Marga IX Koto di Teluk Kuali.

Sebagai Raja, untuk “mengunjungi” wilayahnya, maka Raja menggunakan “jung” menempuh jalur “Pemayung” di Marga Pemayung Ulu, kemudian ke Marga IX Koto dan terakhir ke Marga VII. Sehingga alur ini selain “merupakan” wilayah Kerajaan Tanah Pilih dan kemudian menjadi Kerajaan Jambi juga langsung berbatasan dengan Kerajaan Pagaruyung sebagaimana ikrar di Bukit Sitinjau Laut. 


Kerajaan Tanah Pilih merupakan Kerajaan Jambi Tua atau Muara Jambi. Legenda Tanah Pilih merupakan perpindahan dari hulu Batanghari kemudian pindah ke Jambi. (Barbara Watson Andaya). 


Marga VII Koto mempunyai hubungan dengan Marga IX Koto. Disebut “koto bersekutu”. Atau sering juga disebut “7 jantan dan 9 betino.  Hubungan ini masih berlaku baik didalam menyelesaikan persoalan adat maupun hubungan perkawinan. 


Didalam tutur di tengah masyarakat, “beinduk ke Marga VII Koto. Bebapak kepada Marga IX Koto”. Dengan tuturan ini maka setiap proses adat dapat dilihat dari tutur dan pendekatan kekeluargaan. Hubungan ini kemudian dilanjutkan dengan Marga Sumay sebagai anak dari kedua Marga. Sehingga Marga VII kemudian disebut “Berbenteng dado. Berkutu berpagar di batu”. 


Selain Marga Sumay, dikenal juga tiga dusun. Dusun Tuo, Dusun Sukarame dan Dusun Sogo. Ketiga dusun termasuk kedalam Dusun Bale Rajo.


Dalam Tambo Minangkabau, Nan salilik Gunuang Marapi, Saedaran Gunuang Pasaman, Sajajran Sago jo Singgalang, Saputaran Talang jo Kurinci, Dari sirangkak nan badangkang, Hinggo buayo putiah daguak, Sampai ka pinto rajo hilie, Hinggo durian ditakuak rajo, Sapisai-pisau hanyuik, Sialang balantak basi, Hinggo aia babaliak mudiak, Sampai ka ombak nan badabua, Sailiran batang sikilang, Hinggo lawuik nan sadidieh, Ka timua ranah Aia Bangih, Rao jo Mapat Tunggua, Gunuang Mahalintang, Pasisie Rantau Sapuluah, Hinggo Taratak Aia Itam, Sampai ka Tanjuang Simalidu, Pucuak Jambi Sambilan Lurah


“Sialang Belantak besi, Tanjung Simalidu” merupakan nama tempat di Marga VII Koto. 


Marga VII Koto disebutkan sebagai wilayah Kerajaan Pagaruyung. Marga VII Koto yang mengilir Sungai Batanghari sebagai “ikua Rantau”. Cerita “Datuk Perpatih nan sebatang dan Datuk Ketemenggunggan” begitu kuat. 


Bahkan Elsbeth Scholten-Locker “menyebutkan” Marga VII Koto dan Marga IX alur jalur Pagaruyung”. Sehingga tidak salah kemudian Marga VII Koto dan Marga ICX Koto dikategorikan sebagai merupakan “ikua rantau”


“Puyang” Marga VII Koto “Rajo Hitam”. Ada juga menyebutkannya Raja Gagak. Mengilir dari Ulu Sungai Batanghari kemudian “bermukim” di dekat Tambun. 


Namun ada juga versi yang menyebutkan “puyang” bernama “Sutan Suto Menggalo. Bermukim di Dusun Tuo Sebelah Kotojayo. Menurut tutur di Marga VII Koto, “Datuk Perpatih nan sebatang” kemudian mengilir ke Sungai Batanghari. Sedangkan Datuk Ketemenunggungan kemudian menuju ke Bangko dan Titian Dalam. “Titian Dalam” kemudian dikenal sebagai nama  Sarolangun. 


Suta Suto Menggalo kemudian membawahi Kedemangan Niti Menggalo. Kedemangan Suto Yudho, Ngebi Kardelo dan Ngebi Tano Karti di Teluk Kembang, Jambu. 


“Puyang” Marga VII Koto bernama “Sutan Suto Menggalo. Bermukim di Dusun Tuo Sebelah Kotojayo. Menurut tutur di Marga VII Koto, “Datuk Perpatih nan sebatang” kemudian mengilir ke Sungai Batanghari. Sedangkan Datuk Ketemenunggungan kemudian menuju ke Bangko dan Titian Dalam. “Titian Dalam” kemudian dikenal sebagai daerah Sarolangun. 


Didalam struktur masyarakat dikenal “Depati” Diatas Depati disebut Temenggung. Sedangkan Temenggung dibantu Penghulu Mudo. 


Sedangkan tiga Dusun (Dusun Tuo, Dusun Sukarame dan Dusun Sogo) dibawah oleh Datuk Temenggung Suto Yudho. 


Marga VII Koto, Marga IX Koto, Marga Tabir Ilir, Marga Sumay dan Marga Jujuhan  tahun 1934 menjadi “onderafdeeling” Muara Bungo. 


“Onderafdeeling” dikepalai oleh seorang “Controleur (Kontrolur). Onderafdeeling terdiri dari district yang dikepalai oleh Demang. Distrik terdiri atas onderdistrik yang dikepalai asisten Demang. Onderdistrik terdiri dari Marga yang dikepalai oleh Pesirah atau Depati. 


Marga VII Koto kemudian menjadi Kecamatan VII Koto dan kemudian dimekarkan menjadi Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo.


Desa-desa didalam Kecamatan VII Koto adalah Desa Dusun Baru, Desa Kuamang, Desa Muara Niro, Desa Muara Tabun, Desa Pucuk Jambi, Desa Sungai Abang, Desa Tabun, Desa Teluk Lancang dan Desa Teluk Kayu Putih.


Sedangkan Desa didalam Kecamatan VII Koto Ilir adalah Desa Balai Rajo, Desa Cermin Alam, Desa Paseban, Desa Karang, Desa Teluk Kepayang Pulau Indah dan Desa Pasir Mayang. 


Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani.


Pencarian terkait : Musri nauli, opini musri nauli, jambi dalam hukum, hukum adat jambi, jambi, 

Opini Musri Nauli dapat dilihat : www.musri-nauli.blogspot.com