Ditengah masyarakat Melayu Jambi dikenal berbagai seloko seperti “Alam sekato Rajo. Negeri Sekato Batin”.
Ada juga yang menyebutkan “alam berajo. Negeri bebatin”. Bahkan ada juga yang menyebutkan “alam berajo. Negeri Bebatin. Kampung betuo”.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Ditengah masyarakat Melayu Jambi dikenal berbagai seloko seperti “Alam sekato Rajo. Negeri Sekato Batin”.
Ada juga yang menyebutkan “alam berajo. Negeri bebatin”. Bahkan ada juga yang menyebutkan “alam berajo. Negeri Bebatin. Kampung betuo”.
Berbagai demonstrasi kadangkala sering diimbangi dengan tuduhan makar. Tuduhan serius didalam Lapangan hukum pidana.
Kategori makar telah diatur didalam Bab II KUHP. Dimulai dari pasal 104 KUHP yang menyebutkan “Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun”
Berbeda dengan sistem kekerabatan berdasarkan geneologis seperti di Sumatera Utara (sistem kekerabatan Patrilinial) dan Sumatera Barat (sistem kekerabatan Matrilinial), di Jambi sistem kekerabatan berdasarkan teritori.
Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, maka daerah-daerah di Jambi telah dibagi berdasarkan Margo. Seperti Margo Batin Pengambang, Margo Batang Asai, Cerminan Nan Gedang, Datoek Nan Tigo. Sedangkan di Merangin dikenal Luak XVI yang terdiri dari Margo Serampas, Margo Sungai Tenang, Margo Peratin Tuo, Margo Tiang Pumpung, Margo Renah Pembarap dan Margo Sanggrahan. Sedangkan Di Tebo dikenal dengan Margo Sumay, Marga VII Koto, Marga XI Koto, Marga Petajin Ulu dan Marga Petajin Ilir serta Marga Tabir Hilir. Batanghari Margo Petajin Ulu, Margo Petajin Ilir, Margo Marosebo, Kembang Paseban. Sedangkan di Muara Jambi dikenal Margo Koempeh Ilir dan Koempeh Ulu, Jambi Kecil. Di Tanjabbar dikenal dengan Margo Toengkal ilir, Toengkar Ulu. Dan di Tanjabtim dikenal Margo Berbak, Margo Dendang Sabak.
Ditengah masyarakat Melayu Jambi dikenal istilah “Kagek”. Secara sekilas istilah “kagek” mirip dengan “kaget’.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kaget adalah terperanjat atau terkejut. Bisa saja disebabkan karena heran.
Didalam sebuah diskusi, tiba-tiba terbetik tema tentang tokoh Adat. Tokoh yang Penting dan mempunyai kapasitas membicarakan hukum adat Jambi.
Dalam Kajian ilmu antropologi, tokoh adat (informal leader) menjadi salah satu sumber informasi Penting didalam menemukan hukum adat ditengah masyarakat.
Beberapa waktu yang lalu, saya didatangi tamu jauh. Hendak bercerita tentang konflik, konflik di Jambi dan resolusi konflik.
Kedatangan sang tamu ditemani teman yang sehari-hari memang terlibat, bergumul dengan konflik di Jambi.
Sudah sebulan saya tidak ke Bangko. Setelah menempuh arus mudik kemarin dari Painan, ke Kerinci langsung ke Jambi via Bangko.
Alangkah kagetnya saya. Lagi-lagi kemajuan jalan ditempuh dari Bangko ke Jambi bikin saya geleng-geleng Kepala.
Akhir-akhir ini, tema lagu tentang “Sekok dibagi duo” menjadi viral di media sosial. Menarik perhatian yang banyak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.
Dari berbagai sumber, Lagu Sikok Bagi Duo” merupakan lirik lagu yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Lagu ini viral di TikTok sejak 7 Juli 2022. Nada lagu “Sikok Bagi Duo” terdengar sangat nyaman di telinga.
Ketika seloko “Awak nak harap meraup. Sejumputpun Idak dak dapat” kemudian disandingkan dengan “Mengharapkan punai di udara. Telur di tanganpun dilepaskan”, maka ditemukan kata “punai”.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata “punai” diartikan burung yang bulu kepala dan lehernya berwarna biru keabu-abuan, punggung dan sayap bagian atas berwarna cokelat tua kemerah-merahan, sedangkan bagian sayap yang lain berwarna hitam.