Nama
Jailolo “mulai dipinggirkan” dan
tenggelam dengan “gemerlap” nama
Halmahera, Propinsi Maluku Utara. Sebuah
kepuluan besar di Seberang Pulau Ternate dan Tidoro. Bahkan nama “Jailolo” mulai tenggelam setelah “Sofifi” kemudian ditetapkan sebagai
ibukota Propinsi Maluku Utara.
Menyebut
kata “Jailolo” ditemukan di Soa Fora Madiahi di Ternate dan Soa Kalaodi Tidore.. “Soa” dipimpin seorang “mohimo” atau orang yang dituakan. Di Soa
Kalaodi”, istilah “Mohimo” dikenal dengan sebutan “Himo-himo”. Soa adalah pemerintahan setingkat Desa dan kemudian diseragamkan
berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979.
Dalam
tutur, Moloku berarti “persatuan. Moloku diartikan sebagai Moi Moi Moloku Yang mengatur di Ternate,
Tidore, Bacan dan Jailolo. Jailolo dipimpim
Jiko Makelano. Bacan dipimpin oleh Dehe Makolano. Tidore dipimpin Kei Makolano dan Ternate dipimpin oleh Alam Makolano. Penjelasan ini sedikit
berbeda yang disampaikan di “Soa”
Fora Madiahi yang menyebutkan “Jiko
Makolano untuk Jailolo. Sedangkan di Jailolo disebutkan “Gak Makolano. Begitu juga Bacan dipimpin oleh Dehe Makolano sedangkan
di Jailolo disebutkan “Jiko Makolano”.
Jailolo
diartikan sebagai “laki-laki menjaga
perbatasan”. Sebagai wilayah bagian dari Kerajaan Tidore, maka Jailolo
diharapkan dapat “menjaga” wilayah
Jailolo dari serangan dari luar.
Untuk
menjaga perbatasan, maka Kerajaan Tidore kemudian “mempersiapkan” pasukan” dari Weda,
Pattani dan Mafa”. Keempat wilayah kemudian “menyumbangkan prajurit terbaik dan menjadi pasukan yang handal. Keempat
wilayah terbukti kemudian menjadi pasukan yang kokoh “mempertahankan” wilayah Halmahera dari serangan luar.
Sofifi berasal dari kata “Sofi” yang berarti “Pertengahan’. Secara geografi Dengan melihat Maluku Utara, maka “Sofi” terletak dan menjadi pertengahan
dari kerajaan Tidore. Kata “sofi”
kemudian dimudahkan pengucapan menjadi Sofifi dan ditetapkan menjadi Ibukota
Propinsi Maluku Utara.
Sedangkan
“Halmahera” berasal dari kata “Hale Yora” yang berarti “lapisan tanah yang paling bawah. Terletak
di Bukit Tidore.
Tidore
berasal dari kata “Toharore” yang
berarti “saya telah tiba atau saya telah
sampai”.
Cerita
“Puyang” orang Jailolo berbagai
versi. Versi pertama menyebutkan “ketika
kedatangan dan penyebaran Islam dari Timur Tengah”, mereka kaget ketika
mendengar suara azan di Jailolo setelah dari Ternate dan Tidore. Merekalah yang
kemudian “diyakini” sebagai orang
Jailolo.
Versi
kedua menyebutkan “adanya putri turun
dari kahyangan. Salah seorang putri kemudian menikah dengan Jaffar Sidiq”.
Mereka “diyakini” sebagai “puyang” dari orang Jailolo. Cerita ini
begitu hidup.
Didalam
menyelesaikan perselisihan antara pemuda maupun pemudi, apabila Pemuda “melarikan” putri ke Jailolo atau
Tidore, maka “sebagai orang” yang
diwariskan sama, maka orang tua di Jailolo dan Tidore dapat bertindak sebagai “Pewali”. Dengan demikian maka dapat
bertindak sebagai “Wali nikah”.
Hal
yang berbeda dengan keluarga dari Ternate dimana “orang tua perempuan” dari Ternate harus didatangkan untuk
menyaksikan perkawinan.
Didalam
struktur pemerintahan, Soa kemudian dibawahi oleh Sangaji. Sangaji ditunjuk
oleh Sultan. Kepemimpinan Sangaji diwariskan.
Masyarakat
mengenal tempat-tempat yang dihormati dan dilarang untuk diganggu. Tempat itu adalah “daerah bertuan”, “Moputuso”, Sibu, Jiri, Aha Kulano, Pohon Soki, Bala
khusus kano-kano, Ake Kulano dan Jere Kulano.
Daerah bertuan adalah tempat yang
terletak di Teluk dan terdapat batu besar. Dalam cerita rakyat, “daerah bertuan” adalah tempat yang
ditetapkan oleh Sultan Tidore sebagai tempat yang ditunjuk sebagai tempat yang
ditandai Sultan Tidore. Tempat ini masih sering didatangi oleh masyarakat dan
meminta perlindungan. Sehingga tidak salah kemudian tempat itu kemudian
dihormati masyarakat.
Moputuso adalah tempat yang ditandai Sultan Tidore
dengan menancapkan tongkatnya. Sibu adalah
kuburan para wali dan orang dihormati di tengah masyarakat. Jiri adalah “tempat yang disukai oleh Sultan Tidore.
Aha Kulano adalah tempat pohon sagu
untuk makanan Sultan Tidore dan masyarakat. Pohon
Soki adalah mangrove yang tidak boleh dibuka. Sedangkan Bala Khusus Kano-kano adalah makam
di tengah masyarakat. Ake Kulano adalah air tempat pemandian
Sultan Tidore. Jere Kulano adalah nama tempat yang tidak boleh dibuka.
Tempat-tempat
itu dilarang untuk diganggu dan tidak dibenarkan dibuka.
Jailolo
merupakan kepulauan yang kemudian dikenal sebagai Kepulauan Halmahera. Di
Kepulauan Halmahera kemudian terdapat Tobeulo, Sofifi, Weda, Pattani dan Mafa.
Jailolo adalah sebuah “identitas” khas dan Kerajaan besar
bersama dengan Bacan sejajar dengan Kerajaan Ternate dan Tidore. Jailolo
sebagai Kerajaan tertua di Maluku Utara kemudian tenggelam sebagai Kerajaan
setelah diserbu oleh Portugis tahun 1551 m[1].
Jailolo
kemudian menjadi Kepulauan Halmahera. Pulau Halmahera kemudian ditetapkan
sebagai pusat Pemerintahan Propinsi Maluku Utara. Dan Sofifi ditetapkan sebagai
pusat Ibukota Propinsi.
Namun
keindahan alam Timur Indonesia merupakan surga yang tengah bersolek. Dengan “surga”
alam yang masih terawat, tradisi panjang menjaga peradaban, kemolekan alam
Kepulauan Maluku merupakan “anugrah” Illahi melihat nusantara dari Timur
Indonesia. Keindahan yang harus dirawat agar dapat disaksikan oleh generasi
selanjutnya.
Baca : MOI MOI I MOLOKU