Mendengar
istilah “hutan tadah air” disampaikan oleh pemangku adat di Desa Panca Karya,
Limun, Sarolangun, Jambi, seketika itu langsung terbesit makna penting Hutan
oleh masyarakat. Perumpamaan sebagai “tadah air’ menggambarkan cara pandang
masyarakat melihat hutan. Dan pentingnya air.
Sebagai
“tadah air”, hutan yang disebutkan sebagai tempat menampung air dan mengalir
sungai-sungai di Desa Panca Karya, keberadaan hutan dianggap penting. Dan harus
dijaga sebagai warisan dari nenek moyang.
Simbol
“tadah air” adalah cara pandang masyarakat selain penting juga cara pandang
masyarakat mengungkapkannya dari sudut pandang sederhana. Mudah diterima.
Baca : Air Sumber Panguripan
Hutan
yang berfungsi “tadah air” dikenal sebagai daerah Sungai Batang Berukam. Daerah
Batang Berukam merupakan daerah yang merupakan hulu sungai. Tempat menampung
air hujan. Selain itu daerah tersebut jauh dari pemukiman masyarakat, tidak
dibenarkan untuk diberikan kepada siapapun. Daerah itu tidak dibenarkan untuk
dibuka dan dilindungi. Sampai sekarang daerah itu merupakan tutupan hutan relative
baik. Sama sekali tidak pernah dibuka. Bahkan tempat ini malah diusulkan
menjadi hutan adat.
Namun
yang unik. Hutan tadah air didaerah Sungai Batang Berukam justru sebagian masuk
kedalam kawasan Hutan. Sebagian lagi justru malah masuk kedalam status Areal
Penggunaan Lain (APL).
Diluar
daerah yang tidak boleh dibuka, maka untuk mendapatkan tanah dikenal Prosesi
adat. Prosesi adat didalam mendapatkan tanah melalui mekanisme diantaranya
seperti Berembug, Kesepakatan ninik mamak, Rombongan, Mulai menebas.
Berembug
yaitu musyawarah didalam Desa dikenal untuk penentuan areal “beumo”.
Kesepakatan
ninik mamak yaitu setelah ada kesesuaian antara yang berhak menerima dan
menentukan areal untuk “Beumo”.
Rombongan.
Warga yang memiliki kesepakatan harus berombongan untuk “beumo” akan turun
bersamo dengan cara beselang.
Mulai
“menebas” kemudian dengan cara beselang. Setiap tanah dalam satu hamparan yang
didapatkan dikenal dengan istilah “bidang”
Dengan
demikian apabila proses sama sekali tidak dilalui seperti Berembug, Kesepakatan
ninik mamak, Rombongan, Mulai menebas maka masyarakat tidak dapat mempunyai hak
terhadap tanah.
Sebagai
masyarakat didalam persekutuan adat Batin Datuk Nan Tigo, masyarakat
mengikrarkan diri untuk menjaganya. Cara pandang ini kemudian melekat sebagai
pengetahuan yang diwariskan turun temurun.
Sebagai
“pewaris” dan memegang teguh amanat dari nenek moyang, Desa Panca Karya adalah Desa
yang dahulu dikenal termasuk kedalam wilayah Kedemangan. Kedemangan termasuk bagian
Batin Datuk Nan Tigo. Dalam peta Belanda tahun 1910 disebutkan “DATOEK NAN III”.
Datuk Nan Tigo adalah serumpun tiga datuk menguasai Marga “DATOEK NAN III”.
Marga Datoek Nan Tigo berpusat di Mengkadai.
Ketiga Datuk yaitu Datuk Temenggung,
Datuk Ranggo, Datuk Demang. Datuk Temenggung berpusat di Dusun Mengkadai. Datuk
Ranggo berpusat di Dusun Muara Mansao. Sedangkan Datuk Demang berpusat di
Kampung Pondok.
Datuk yang menguasai masing-masing
wilayah kemudian dipilih oleh para Kepala Kampung. Sedangkan Datuk Petinggi
kemudian dipilih oleh ketiga Datuk yaitu Datuk Temenggung, Datuk Ranggo Dan
Datuk Demang.
Menurut tembo di Marga Datuk Nan
Tigo, selain kekuasaan ketiga Datuk, maka dikenal juga Datuk Petinggi dan Datuk
Monti. Datuk Petinggi merupakan pimpinan dari ketiga Datuk. Berpusat di Dusun
Pulau Pandan. Sedangkan Datuk Monti merupakan pembantu dari Datuk Petinggi
berpusat di Dusun Tutur. Kata “tutur” kemudian dikenal sebagai daerah “Dam
Kutur.
Selain hubungan antara Datuk Nan
Tigo dengan Datuk Petinggi dan hubungan Datuk Monti, masing-masing Datuk
mengatur sistem pemerintahan adat di wilayah masing-masing.
Datuk Petinggi berkuasa di Dusun
Pulau Pandan. Dusun Pulau Pandan terdiri dari kampong Pulau Pandan, Muara Limun
dan Dusun Tuo.
Didalam peta Belanda tahun 1910,
Marga Datuk Nan Tigo selain memuat tempat Dusun Mengkadai juga mengenal tempat
Dusun Muara Limun.
Datuk Temenggung menguasai Dusun
Mengkadai, Tanjung Putus, Dusun Kait-kait.
Datuk Demang menguasai Kampung
Pondok, Dusun Baru, Benteng Mukam, Mansao, Kampung Renah, Dusun Barung-barung
dan Rantau Karya
Datuk Ranggo menguasai Kampung Muara
Mansao, Rantau Alai dan Sungai Dingin. Sedangkan Datuk Monti menguasai Muara
Kutur.
Bersama-sama dengan Marga Bukit
Bulan, Datuk Nan Tigo kemudian masuk kedalam Kecamatan Limun, Sarolangun,
Jambi. Adapun Desa-desa didalam kecamatan Limun adalah Desa Berkun, Desa
Demang, Desa Lubuk Bedorong, Desa Meribung, Desa Mersip, Desa Moenti, Desa
Muara Limun, Desa Muara Mansao, Desa Napal Melintang, Desa Panca Karya, Desa
Pulau Pandan, Desa Ranggo, Desa Suka Damai, Desa Tanjung Raden dan Desa
Temenggung.
Sebagai “pewaris” dan mendapatkan
amanat dari nenek moyang, masyarakat Desa Panca Karya berkepentingan untuk
menjaga dan melindungi daerah Sungai Batang Berukam sebagai “tadah air”. Dan
tugas negara untuk memastikan amanat dari masyarakat Desa Panca Karya.
Dimuat di www.jamberita.com, 7 April 2019