07 April 2019

opini musri nauli : Hutan Tadah Air


Mendengar istilah “hutan tadah air” disampaikan oleh pemangku adat di Desa Panca Karya, Limun, Sarolangun, Jambi, seketika itu langsung terbesit makna penting Hutan oleh masyarakat. Perumpamaan sebagai “tadah air’ menggambarkan cara pandang masyarakat melihat hutan. Dan pentingnya air.
Sebagai “tadah air”, hutan yang disebutkan sebagai tempat menampung air dan mengalir sungai-sungai di Desa Panca Karya, keberadaan hutan dianggap penting. Dan harus dijaga sebagai warisan dari nenek moyang.

Simbol “tadah air” adalah cara pandang masyarakat selain penting juga cara pandang masyarakat mengungkapkannya dari sudut pandang sederhana. Mudah diterima.


Hutan yang berfungsi “tadah air” dikenal sebagai daerah Sungai Batang Berukam. Daerah Batang Berukam merupakan daerah yang merupakan hulu sungai. Tempat menampung air hujan. Selain itu daerah tersebut jauh dari pemukiman masyarakat, tidak dibenarkan untuk diberikan kepada siapapun. Daerah itu tidak dibenarkan untuk dibuka dan dilindungi. Sampai sekarang daerah itu merupakan tutupan hutan relative baik. Sama sekali tidak pernah dibuka. Bahkan tempat ini malah diusulkan menjadi hutan adat.

Namun yang unik. Hutan tadah air didaerah Sungai Batang Berukam justru sebagian masuk kedalam kawasan Hutan. Sebagian lagi justru malah masuk kedalam status Areal Penggunaan Lain (APL).

Diluar daerah yang tidak boleh dibuka, maka untuk mendapatkan tanah dikenal Prosesi adat. Prosesi adat didalam mendapatkan tanah melalui mekanisme diantaranya seperti Berembug, Kesepakatan ninik mamak, Rombongan, Mulai menebas.

Berembug yaitu musyawarah didalam Desa dikenal untuk penentuan areal “beumo”.

Kesepakatan ninik mamak yaitu setelah ada kesesuaian antara yang berhak menerima dan menentukan areal untuk “Beumo”.

Rombongan. Warga yang memiliki kesepakatan harus berombongan untuk “beumo” akan turun bersamo dengan cara beselang.

Mulai “menebas” kemudian dengan cara beselang. Setiap tanah dalam satu hamparan yang didapatkan dikenal dengan istilah “bidang”

Dengan demikian apabila proses sama sekali tidak dilalui seperti Berembug, Kesepakatan ninik mamak, Rombongan, Mulai menebas maka masyarakat tidak dapat mempunyai hak terhadap tanah.

Sebagai masyarakat didalam persekutuan adat Batin Datuk Nan Tigo, masyarakat mengikrarkan diri untuk menjaganya. Cara pandang ini kemudian melekat sebagai pengetahuan yang diwariskan turun temurun.

Sebagai “pewaris” dan memegang teguh amanat dari nenek moyang, Desa Panca Karya adalah Desa yang dahulu dikenal termasuk kedalam wilayah Kedemangan. Kedemangan termasuk bagian Batin Datuk Nan Tigo. Dalam peta Belanda tahun 1910 disebutkan “DATOEK NAN III”. Datuk Nan Tigo adalah serumpun tiga datuk menguasai Marga “DATOEK NAN III”. Marga Datoek Nan Tigo berpusat di Mengkadai.

Ketiga Datuk yaitu Datuk Temenggung, Datuk Ranggo, Datuk Demang. Datuk Temenggung berpusat di Dusun Mengkadai. Datuk Ranggo berpusat di Dusun Muara Mansao. Sedangkan Datuk Demang berpusat di Kampung Pondok.

Datuk yang menguasai masing-masing wilayah kemudian dipilih oleh para Kepala Kampung. Sedangkan Datuk Petinggi kemudian dipilih oleh ketiga Datuk yaitu Datuk Temenggung, Datuk Ranggo Dan Datuk Demang.

Menurut tembo di Marga Datuk Nan Tigo, selain kekuasaan ketiga Datuk, maka dikenal juga Datuk Petinggi dan Datuk Monti. Datuk Petinggi merupakan pimpinan dari ketiga Datuk. Berpusat di Dusun Pulau Pandan. Sedangkan Datuk Monti merupakan pembantu dari Datuk Petinggi berpusat di Dusun Tutur. Kata “tutur” kemudian dikenal sebagai daerah “Dam Kutur.

Selain hubungan antara Datuk Nan Tigo dengan Datuk Petinggi dan hubungan Datuk Monti, masing-masing Datuk mengatur sistem pemerintahan adat di wilayah masing-masing.

Datuk Petinggi berkuasa di Dusun Pulau Pandan. Dusun Pulau Pandan terdiri dari kampong Pulau Pandan, Muara Limun dan Dusun Tuo.

Didalam peta Belanda tahun 1910, Marga Datuk Nan Tigo selain memuat tempat Dusun Mengkadai juga mengenal tempat Dusun Muara Limun.

Datuk Temenggung menguasai Dusun Mengkadai, Tanjung Putus, Dusun Kait-kait.

Datuk Demang menguasai Kampung Pondok, Dusun Baru, Benteng Mukam, Mansao, Kampung Renah, Dusun Barung-barung dan Rantau Karya

Datuk Ranggo menguasai Kampung Muara Mansao, Rantau Alai dan Sungai Dingin. Sedangkan Datuk Monti menguasai Muara Kutur.

Bersama-sama dengan Marga Bukit Bulan, Datuk Nan Tigo kemudian masuk kedalam Kecamatan Limun, Sarolangun, Jambi. Adapun Desa-desa didalam kecamatan Limun adalah Desa Berkun, Desa Demang, Desa Lubuk Bedorong, Desa Meribung, Desa Mersip, Desa Moenti, Desa Muara Limun, Desa Muara Mansao, Desa Napal Melintang, Desa Panca Karya, Desa Pulau Pandan, Desa Ranggo, Desa Suka Damai, Desa Tanjung Raden dan Desa Temenggung.

Sebagai “pewaris” dan mendapatkan amanat dari nenek moyang, masyarakat Desa Panca Karya berkepentingan untuk menjaga dan melindungi daerah Sungai Batang Berukam sebagai “tadah air”. Dan tugas negara untuk memastikan amanat dari masyarakat Desa Panca Karya.




Dimuat di www.jamberita.com, 7 April 2019