Tidak dapat dipungkiri, membicarakan Islam di Kerinci selalu menarik perhatian. Didalam skripsi yang berjudul “Islamisasi di Wilayah Alam Kerinci (Studi Terhadap Naskah Surat dan Piagam), Deki Syahputra menjelaskan, Islam sudah dikenal oleh masyarakat Kerinci khususnya para pedagang, seiring dengan bersentuhannya Jambi dengan Islam sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Jika merujuk pada abad ke-7 sampai dengan 9 Masehi sebagai periode awal kontak pedagang Jambi dengan pedagang muslim khususnya arab dan persia, maka terdapat kemungkinan para pedagang Kerinci secara tidak langsung juga telah memiliki kontak dengan pedagang penganut Islam tersebut. Ini didasarkan pada abad tersebut, Kerinci telah melakukan kontak dagang dengan pedagang luar. Mustahil jika Kerinci tidak berhubungan dengan pelabuhan Jambi yang jelas-jelas kedua wilayah tersebut bertetangga serta saling membutuhkan komoditi dagang satu sama lain.
Mengutip Voorhoeve didalam Tambo Kerinci Salinan Tulisan Jawa Kuno, Incung dan Melayu Disimpan Sebagai Pusaka Di Kerinci, Lebih jauh Deki Syahputra menjelaskan “Islam baru masuk ke Alam Kerinci pada abad ke 13 M dibawa oleh para Siak (Syekh). Para Siak tersebut berjumlah tujuh orang, diantaranya Siak Lenggis di Koto Pandan Sungai Penuh dan beliau diikuti oleh Siak Rajo di Kemantan, Siak Ali di Semurup, Siak Jelir di Sulak dan lain-lain.
Dalam sebuah manuskrip kuno di Kerinci juga menjelaskan keberadaan dari salah satu dari Siak tersebut, yaitu Siak Lengih.
Manuskrip tersebut berbunyi sebagai berikut: “Sebermula datang dari darat alam Minangkabau luak tanah Padang Ganting, anak cucu tuan Kadli Padang Ganting empat orang seperadik, yaitu: (1). Siak lengih. (2). Siak Malindo. (3). Siak Bagindo. (4). Siak Ulas. Adapun Siak Ulas lalu ke batang Ulas wafat di situ dan Siak Bagindo Siak lalu ke Gunung Karang hulu Tapan wafat di situ berkubur di tanah tebing tanah runtuh di bawah pohon kayu menang, dan Siak Malindo lalu ke Gunung Tunggal Pengasi wafat di situ dan Siak Lengih lalu ke renah Emir Biru disebutkan orang sekarang Koto Pandan”.
Namun Uli Kozok menegask didalam bukunya Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Naskah Melayu Yang Tertua”, justru menunjukkan undang-undang tersebut berasal dari masa praIslam. Asumsi ini didasarkan pada beberapa alasan, diantaranya adalah tidak terdapat kata serapan bahasa Arab dalam teks; terdapat bagian teks yang menyebutkan tentang Maharaja Dhamasraya sedangkan kerajaan tersebut ada di era Hindu Budha (sekitar abad ke-13 dan 14 M) dan penanggalan naskah tidak tahun hijriah, tetapi menggunakantahun Saka.
Baca : Sejarah masuknya Islam di Jambi