16 Juni 2021

opini musri nauli : HUKUM KRITIS (2)

Sumber Hukum 


Sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar/grundnorm. 

Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah Pancasila. Sedangkan UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan tata urutan perundang-undangan yaitu (1) UUD 1945, (2) Ketetapan MPR, (3) UU/Perpu, (4) Peraturan Pemerintah, (5) Peraturan Presiden (6) Peraturan Daerah. 


Hukum Lingkungan Hidup dan Hukum Tanah 


Maqom Hukum Lingkugan Hidup berangkat dari “daya dukung” dan “daya tampung”. Sedangkan Hukum tanah (lebih tepat hukum agrarian) mendasarkan kepada Hukum Adat. 


Sehingga segala cara mendapatkan tanah, kategori hak milik dan tanah terlantar dapat dilihat didalam Sistem Hukum Tanah Melayu Jambi. 


Didalam hukum Tanah Jambi dikenal Hukum mengatur tentang perorangan. Yaitu Hukum Paanak Panakan, Paikatan, Pakawinan, Pawarisan dan Patanahan dan Hutan Rimbo”.


Hukum Rimbo mengatur Pantang larang yang mengatur tentang daerah yang tidak boleh dibuka, pengaturan tentang hewan dan tumbuhan, mengatur tentang adab dan perilaku di hutan. 


Daerah yang tidak boleh tidak boleh dibuka atau diganggu (Pantang larang) seperti “Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo,, Hulu Air/Kepala Sauk, Rimbo Puyang/RImbo Keramat, Bukit Seruling/Bukit Tandus, “Imbo Pseko, “rimbo bulian”, “Bukit tepanggang”.  


Sebagai masyarakat yang menjunjung dan menghormati hutan, masyarakat juga mengenal tatacara didalam mengelola sumber daya alam. Di Talang Mamak Istilah seperti Langsat-durian, Manggis-Manggupo, Durian-Kepayang, Sialang- Pendulangan, Sesap-Belukar, Suak-Sungai, Lupai Pendanauan. 


Tanah masyarakat Melayu Jambi tidak dapat dipisahkan dari berbagai pendekatan didalam model pengelolaan. Dimulai dari proses pantang larang, tatacara membuka hutan, pemberian tanda, luas areal yang diberikan, siapa saja yang berhak mendapatkan, cara menyelesaikan masalah, sanksi dan hingga hilangnya hak terhadap tanah. 


Sebelum dimulai tatacara membuka rimbo dikenal Tanah pemberian. Sebagai masyarakat Melayu, Masyarakat Melayu Jambi terbuka terhadap kedatangan penduduk dari luar dusun. 


Seloko terhadap kedatangan penduduk dari luar dusun ditandai dengan Seloko seperti “Tanjung Paku batang belimbing. Tempurung dipalenggangkan. Anak dipangku, kemenakan dibimbing, orang lain dipatenggangkan adalah perumpaan keterbukaan masyarakat dengan pendatang. 


Sebagai bentuk keterbukaan dengan masyarakat pendatang maka dikenal “tanah pemberian”.  


Baca : Hukum Kritis