11 Agustus 2025

opini musri nauli : Perceraian di Indonesia

 


Didalam hukum perceraian di Indonesia, istri memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai. Ini dikenal sebagai cerai gugat. 


Perceraian sering kali dipandang sebagai langkah terakhir, penting bagi seorang istri untuk mengetahui hak-haknya serta prosedur yang perlu dijalani jika ia merasa sudah tidak ada lagi jalan keluar dalam pernikahannya.


Dasar Hukum dan Alasan yang Sah Hak istri untuk menggugat cerai diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi yang beragama Islam. 


Hukum memberikan beberapa alasan yang sah dan kuat agar gugatan cerai dapat dikabulkan oleh pengadilan. 


Alasan-alasan ini tidak bisa dibuat-buat, melainkan harus didukung oleh bukti yang kuat. Beberapa alasan umum yang bisa dijadikan dasar gugatan cerai oleh istri antara lain seperti Perselisihan dan Pertengkaran Terus-Menerus. Ini adalah alasan yang paling sering digunakan. Pasangan suami istri sudah tidak lagi rukun, terus-menerus bertengkar, dan tidak ada harapan untuk kembali rukun. 

opini musri nauli : Jambi dan Kebakaran 2025

 


Tidak dapat dipungkiri, setiap pertengahan tahun, Jambi dan beberapa Provinsi dadanya berdegub kencang. Menghadapi “teror” kebakaran yang terus berulang. 


Berdasarkan data Sistem Pemantauan Karhutla (SiPongi) milik Kementerian Kehutanan, data input sampai dengan Juni 2025 memperlihatkan indikasi areal hutan dan lahan yang terbakar mencapai 8.594 hektare.


Di Provinsi Riau, Berdasarkan pantauan titik panas/ hotspot satelit Terra Aqua Nasa dari Sistem Pemantauan Karhutla Kementerian Kehutanan – SiPongi periode 1 Januari s.d. 20 Juli 2025, di wilayah Riau tercatat dengan hotspot tertinggi yaitu Kabupaten Rokan Hilir (1.767 titik), Rokan Hulu (1.114 titik) dan Dumai (333 titik). Hotspot secara keseluruhan di wilayah Riau sejumlah 4.449 titik, dengan hotspot tertinggi pada bulan Juli sejumlah 3.031 titik.

Polemik Para Bapak Bangsa: Harga Diri Merdeka

 


 
Jakarta, 1945. Suasana ibu kota yang baru merdeka masih dipenuhi dentuman meriam dan gema pekik "Merdeka atau Mati!". Namun, di sebuah ruangan yang sederhana, lima tokoh bangsa duduk berhadapan. Bukan meriam yang mereka siapkan, melainkan peluru kata-kata. Bukan penjajah yang mereka lawan, melainkan pandangan-pandangan mereka sendiri tentang bagaimana Indonesia yang baru lahir ini harus melangkah. Topik perdebatan mereka adalah tentang harga diri bangsa yang merdeka, tidak sudi tunduk pada asing, apalagi pada komprador–istilah yang mengacu pada antek-antek asing.

Soekarno: "Genta dan Gema Revolusi"

09 Agustus 2025

opini musri nauli : Pejuang Rakyat yang Kukenal

 


Padal pukul 00.20 malam, Ketika masih didepan laptop, mencari file yang dibutuhkan, Tiba-tiba sebuah gambar WA masuk. Sebuah ucapan dukacita. “KELUARGA BESAR AMAN WILAYAH BENGKULU. Mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya NAHADIN bin SATUN. Pejuang Masyarakat Adat”. 


Waduh. Akupun tersentak. Benar-benar kaget. Nama yang sangat kukenal. 


Teringat belasan tahun yang lalu. Saat itu masih nongkrong di Walhi Jambi. Mendapatkan kabar adanya penangkapan masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan sawit. 


Namun bukan hanya masyarakat yang ditangkap. Dua orang Staf Walhi Bengkulu. Dwi Nanto dan Firman. 

opini musri nauli : Perdebatan Kemerdekaan: Mengapa Rakyat Masih Miskin?

 


Di sebuah ruang tamu sederhana di Jakarta, aroma kopi tubruk menyeruak. Hari itu, bukan hanya kemerdekaan yang dirayakan, tapi juga kenyataan pahit yang dihadapi. Lima tokoh bangsa duduk melingkar: Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dan Agus Salim. Mata mereka menatap satu sama lain, penuh gairah dan keprihatinan. Topik utama mereka adalah satu: mengapa rakyat Indonesia, setelah merdeka, masih hidup dalam kemiskinan?



Soekarno: Sang Orator yang Berapi-api


Soekarno membuka perdebatan dengan suara menggelegar, penuh semangat yang membakar. "Saudara-saudaraku! Kemerdekaan ini adalah jembatan emas! Jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur!" Ucapnya sambil mengepalkan tangan. "Kita harus membangun jiwa rakyat! Mentalitas bangsa harus kita ubah! Dari mental inlander, menjadi mental pejuang! Kita harus bersatu, bergotong royong, untuk mencapai cita-cita ini! Kekayaan alam kita melimpah, dan itu adalah modal utama kita!"


08 Agustus 2025

opini musri nauli : Debat Para Bapak Bangsa (imajer) : Ketika Kekayaan Negeri di Ujung Tanduk

 


Di sebuah ruang tamu sederhana di Menteng, Jakarta, enam tokoh bangsa berkumpul. Aroma kopi pekat dan asap rokok kretek mengepul, membaur dengan suasana tegang yang memicu perdebatan sengit. Tema yang mereka diskusikan begitu genting: pemimpin yang menumpuk kekayaan pribadi, menyerahkan sumber daya alam kepada asing, dan membiarkan rakyat tetap miskin.


Soekarno: Api Revolusi yang Tak Padam


Soekarno, dengan karisma dan suaranya yang menggelegar, memulai perdebatan. Ia berdiri tegak, tangannya menunjuk ke depan seolah sedang berpidato di hadapan ribuan rakyat.


"Saudara-saudara sebangsa dan setanah air! Betapa malangnya nasib kita! Setelah berabad-abad dijajah, kita kini menghadapi musuh yang tak kalah bahayanya: komprador! Para pemimpin yang menjual kekayaan ibu pertiwi demi pundi-pundi pribadi. Mereka biarkan bangsa asing mengeruk minyak, timah, dan emas kita, sementara rakyat kita tetap kelaparan. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanat Proklamasi 17 Agustus 1945! Ini adalah musuh dari marhaenisme yang kita perjuangkan! Saya katakan, jika kita membiarkan ini terjadi, maka revolusi kita hanyalah omong kosong! Kita harus bangkit, kita harus berani menasionalisasi semua aset asing! Kita harus menempatkan rakyat, kaum marhaen, sebagai pemilik sejati kekayaan bangsa ini!"


Mohammad Hatta: Rasionalitas dan Keadilan Ekonomi

04 Agustus 2025

opini musri nauli : Pihak-Pihak dalam Hukum Acara Pidana (2)

 


Melanjutkan tema tentang pihak didalam Hukum Acara pidana, selanjutkan adalah Penasihat Hukum. Peran Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk memberi bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa. Peran mereka adalah mendampingi, memberikan nasihat hukum, menyusun pembelaan, dan memastikan hak-hak klien terpenuhi sepanjang proses pidana, mulai dari penyidikan hingga persidangan dan upaya hukum.


Kehadiran penasihat hukum adalah esensial untuk menjamin prinsip equality before the law dan due process of law. Mereka bertindak sebagai penyeimbang kekuatan antara negara dan individu, memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang dan bahwa proses hukum berjalan sesuai koridor. Kualitas bantuan hukum sangat memengaruhi nasib tersangka/terdakwa.


Selanjutkan adalah Hakim. Peran Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mereka memimpin persidangan, mendengarkan keterangan saksi dan ahli, mempertimbangkan bukti-bukti, serta memutus perkara berdasarkan keyakinan dan alat bukti yang sah. Hakim harus independen dan tidak memihak


Hakim adalah pilar utama dalam penegakan keadilan. Putusan hakim memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Independensi dan imparsialitas hakim adalah prasyarat mutlak untuk menghasilkan putusan yang adil. Tantangan bagi hakim adalah menjaga integritas, profesionalisme, serta menghindari segala bentuk intervensi dari pihak manapun.


Kemudian juga dikenal Saksi dan Ahli. Peran Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. 

opini musri nauli : Mentaro (3)

 


Melanjutkan tema tentang mentaro apabila dilihat dari Analisis Komprehensif,  "Seloko Mentaro" secara keseluruhan adalah contoh bagaimana masyarakat terdahulu memetik pelajaran hidup dari lingkungan sekitar mereka. Tumbuhan mentaro menjadi simbol untuk mengajarkan berbagai nilai, mulai dari pentingnya pengendalian diri dan lingkungan, menghargai setiap potensi yang ada, hingga pemahaman akan pentingnya penyesuaian diri dengan kondisi.


Seloko ini bukan hanya sekadar perumpamaan botani, melainkan cerminan dari filosofi hidup masyarakat yang menjunjung tinggi keseimbangan, kewaspadaan, dan penghargaan terhadap alam. Dalam budaya lisan, seloko seperti ini berfungsi sebagai panduan moral yang disampaikan secara turun-temurun, mengajarkan generasi muda tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bijaksana dan harmonis dengan alam serta sesama.

opini musri nauli : Serai

 


Seloko “serai” juga dikenal ditengah masyarakat Melayu Jambi.  Seperti "Serumpun bak serai, seinduk bak ayam”. Ayam berinduk serai berumput”. "Ayam berinduk banyak anak, serai berumpun banyak batang”. 


Seloko "Serumpun bak serai, seinduk bak ayam” merupakan ungkapan yang menggambarkan persatuan dan kesetiakawanan yang erat. Rumpun serai yang tumbuh bersama dalam satu induk mencerminkan ikatan kekerabatan yang kuat. Maknanya setara dengan tolong-menolong "bagai aur dengan tebing".

Seloko ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan gotong royong dalam masyarakat. Setiap individu dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari keluarga besar atau komunitas. Keharmonisan dan dukungan timbal balik menjadi fondasi utama dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

opini musri nauli : Pertarungan Gagasan di Bawah Langit Kemerdekaan


Matahari sore di Pegangsaan Timur perlahan tenggelam, namun perdebatan di antara lima tokoh bangsa justru kian memanas. Aroma kopi tubruk dan wangi tembakau yang sebelumnya mengisi ruang kini terasa diselimuti ketegangan. Perang kata-kata ini bukan sekadar adu argumen, melainkan pertarungan gagasan tentang bagaimana Indonesia yang baru lahir akan dibentuk.



Soekarno: Api Revolusi dan Jeritan Rakyat


Soekarno bangkit dari duduknya, gesturnya meledak-ledak, mencerminkan semangat revolusi yang mengalir di nadinya. "Saudara-saudara! Jangan biarkan kita terlena dengan euforia kemerdekaan! Kemerdekaan ini adalah jembatan emas, tetapi di seberangnya, kita melihat jurang-jurang baru. Ada orang-orang yang, setelah kita usir Londo, justru ingin menjadi Londo baru. Mereka menumpuk kekayaan, menimbun bahan pangan, sementara rakyat kita kelaparan! Mereka inilah komprador dan pengkhianat bangsa! Mereka bukan hanya mencuri harta, tapi juga mencuri roh kemerdekaan yang telah kita rebut dengan susah payah!"

Soekarno menunjuk ke arah Jakarta yang mulai gelap, seolah menunjuk langsung pada para pengkhianat itu. "Aku mendengar tangisan para petani, bisik-bisik para buruh! Suara mereka menuntut keadilan, bukan sekadar janji-janji manis! Kita harus bertindak, tegas dan tanpa kompromi! Revolusi belum selesai!"