24 September 2019

opini musri nauli : Negara mengurusi selangkangan




Entah mengapa kata “Selangkangan” begitu menjijikkan ketika menjadi tema didalam aksi-aksi menolak RUU-KUHP. Kata-kata kasar yang menggambarkan bagaimana “paranoid” perumus RUU-KUHP dan kemudian menggelinding menjadi tema yang menyentak orang banyak.

Entah mengapa saya suka kata “Selangkangan” sebagai respon serius terhadap upaya “kriminalisasi” urusan ranjang. Entah mengapa kata ini kemudian menggambarkan “upaya kontrol negara” didalam urusan ranjang.

Benar. Agama justru melarang “hubungan seks” bukan “Suami istri”. Agama apapun di Indonesia menjunjung tinggi lembaga perkawinan. Lihatlah makna Pasal 1 ayat (1)  Perkawinan yang menyebutkanPerkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Penghormatan terhadap lembaga perkawinan begitu agung. Sehingga UU Perkawinan justru menganut asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan). UU Perkawinan tetap membuka ruang untuk “poligami”. Dengan persyaratan yang cukup ketat (Pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 UU Perkawinan).

Makna yang agung ini kemudian justru hendak direduksi dengan ramainya ajakan poligami berbagai tokoh-tokoh agama. Dan justru malah mengabaikan makna luhur dari UU Perkawinan.

Hukum adat juga menjunjung tinggi. Di Jambi, persoalan kesusilaan kemudian dikenal sebagai norma “salah bujang dengan gadis’. Sebagaimana didalam Seloko “Duduk mengintai gelap. Tegak mengintai sunyi’. Muda-mudi dilarang berduaan. Ditempat sepi.

Sanksi berat. Selain dijatuhi denda adat (kambing sekok, beras 20 gantang, selemak semanis) juga harus dikawinkan. Supaya tidak timbul fitnah kepada perempuan.

Itu sudah cukup.

Lalu mengapa kemudian norma-norma agama dan norma adat kemudian malah “dikuatkan” menjadi norma hukum. Apakah agama dan adat tidak mampu mencegah agar manusia Indonesia “akan patuh” ? Siapa yang mendompleng RUU-KUHP sehingga ditikungan terakhir kemudian menggelinding “issu selangkangan” dan kemudian  memantik polemik.

Dalam ranah dan fungsi negara, negara hanya boleh mengatur kehidupan publik. Negara tidak dibenarkan mengatur kehidupan pribadi manusia.

Dalam istilah yang sering saya gunakan, “kontrol” negara berhenti sampai pintu rumah. Negara tidak dibenarkan untuk memasuki kerumah orang. Urusan didalam rumah adalah urusan privat. Negara tidak dibenarkan “campur tangan” mengenai urusan privat. Apalagi “mengurusi ranjang”.

Namun akhir-akhir ini, paranoid “negara” begitu dominan mengatur kehidupan privat. Bukankah masih ingat ketika adanya Perda yang mengatur “pakaian perempuan”. Atau ada ajakan untuk mengatur “duduk perempuan” diatas sepeda motor ? Mengapa “negara” dengan “alat paksa” lebih suka mengatur pakaian dan perilaku perempuan yang “sebenarnya’ masuk wilayah privat ?

Tema ini sudah lama saya khawatirkan. Ketika kasus Ariel-Peterpan menarik perhatian publik, saya sudah menuliskannya “Mengintip Kamar Artis” (7 Agustus 2010).

Begitu juga ada anggota DPRD Provinsi Jambi yang mempersoalkan “keperawanan”, saya juga menuliskannya “Memaknai Keperawanan Dari Sudut Sistem Sosial (30 September 2010).

Dan 7 tahun kemudian. Ketika tokoh agama kemudian “dikriminalisasi” dengan urusan ranjang, saya kemudian menuliskan “Ketika Negara Mengurusi Ranjang” (Februari 2017).

Nah. Didalam RUU-KUHP, lagi-lagi tema ini kemudian menjadi dominan. Publik kemudian tersentak. Ketika RUU-KUHP mulai menampakkan “watak” negara yang hendak mengontrol rakyatnya. Termasuk “urusan rumah” dan urusan ranjang”.

Apakah tidak pernah terpikirkan bagaimana penerapan KUHP ?

Apakah “Polisi” kurang kerjaan sehingga harus menambah kerjaan Polisi ? Apakah Polisi setiap malam mengintip setiap hotel, setiap kost-kostan, anak-anak remaja yang menyelinap malam-malam, bapak-bapak genit dan tante-tante nakal ? Sebagaimana dikeluhkan salah satu teman saya di status FB-nya.

Apakah “kurang kerjaan” dari perumus UU sehingga membebankan kerjaan polisi yang sudah seabrek-abrek tugas dan fungsinya menjaga ketertiban ?

Mengapa kita tidak mengembalikan hakekat negara. Yang berfungsi sebagai “alat ketertiban” (law and order). Negara hanyalah berkewajiban menjaga ketertiban umum dan melindungi kebebasan warga negara.

Fungsi negara melindungi hak masyarakat dengan UU, menciptakan keamanan negara, tidak boleh mengurusi urusan pribadi (privat). Sehingga negara hadir ketika adanya “gangguan” yang mengancam hak-hak masyarakat. Bukan sibuk “mengurusi” urusan moral.

Biarlah fungsi “moral” menjadi ranah agama dan adat. Bukankah sebagai manusia Indonesia yang beragama dan beradat pasti menjunjung nilai-nilai kesusilaan. Bukankah Agama dan adat justru menempatkan keagungan dan penghormataan kesusilaan.



Advokat. Tinggal di Jambi



-->

23 September 2019

opini musri nauli : Apakah Kebakaran Merupakan Bencana


Akhir-akhir ini kita kemudian memasuki pertanyaan penting. Apakah Kebakaran merupakan bencana atau tidak ?

Untuk melihat konteks persoalan asap, penting kita mengetahui tentang kerusakan lingkungan yang harus disandarkan kepada aturan tentang UU SDA. Dalam catatan saya sudah ada 18 UU SDA yang tegas mengaturnya.

19 September 2019

opini musri nauli : Rakyat Membakar Gambut ?


Betapa tersentaknya penulis ketika petinggi negeri menyatakan “rakyat membakar lahan dan menyebabkan asap”. Atau tuduhan ngaco “masyarakat menjadi penyebab kebakaran”.

16 September 2019

opini musri nauli : Sang Kuda Troya




Ketika diumumkan nama-nama Capim KPK 2015-2019 yaitu Agus Rahadjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode Syarif (bang Laode), sebagian kalangan sedikit mencibir. Masih ingat kata-kata menyakitkan. “Kuda Troya’. Sayapun sendiri tidak mengerti apa maksud dari kata-kata “kuda troya’.

Relatif sejak tahun 2016, praktis informasi berkaitan KPK cuma membaca di media massa. Itupun sepenggal-sepenggal. Tidak utuh.

15 September 2019

opini musri nauli : Upaya Pemulihan Gambut


Kebakaran tahun 2019 menyisakan pertanyaan. Mengapa kebakaran tahun 2015 kemudian berulang lagi. Apakah dititik api (hotspot) yang sama ? Apakah pemulihan gambut (restorasi gambut) tidak berhasil ? Siapa yang bertanggungjawab ?

Pertanyaan silih berganti. Ditengah ketidakkemengertian public ?

11 September 2019

opini musri nauli : B.J Habibie - Sang Teknorat Nasionalisme



Mendapatkan kabar meninggalnya BJ Habibie (Habibie) disaat issu hoax yang sempat menghangat, merupakan pukulan bagi Bangsa Indonesia. Seorang Teknokrat yang nasionalisme. Seorang ilmuwan yang karyanya hingga sekarang masih dipakai

Mengingat Habibie diawal reformasi, adalah sosok penting “orang cerdas” yang IQ diatas rata-rata. Masih ingat Lagu Iwan Fals, yang dikutipnya “pintar seperti Habibie”. Sebuah ingatan yang paling melekat di ingatan masyarakat Indonesia.

Masih ingat teori crash yang mampu dipecahkan disirip pesawat sebagai penyebab kecelakaan. Dengan kecerdasannya, teori ini dipecahkan sehingga kita naik pesawat tenang dan khawatir tidak terjadi lagi kecelakaan. Teori yang dipakai disetiap pembuatan pesawat terbang dunia.

09 September 2019

opini musri nauli : Menara gading dan Supporter




Ketika hasil karya ilmiah akademik setingkat Disertasi (Kitab dalam maqom tertinggi dalam ilmu Pengetahuan) kemudian dipersoalkan, nurani saya terganggu. Karya ilmiah yang telah melewati proses yang panjang, ujian terbuka dan pertanggungjawaban akademis dapat dipertanggungjawabkan kemudian harus dikalahkan oleh factor-faktor non ilmiah. Dan factor ilmiah justru dari gemuruh supporter yang teriak paling kencang.

Kisah-kisah ini mirip dengan “pengadilan pikiran “ Socrates, teori pusat tatasurya yang disampaikan oleh Copernicus (heliocentric) yang berhadapan dengan ajaran agama yang menempatkan bumi sebagai pusat tata surya (geosentris), perdebatan antara Al Gazali-Ibnu Rusyd, pertengkaran dengan Syech Siti Jenar, pertentangan dengan Hamzah Fansuri. Kesemuanya kemudian mengalamni nasib naas. Ada yang kemudian dihukum. Disidangkan bahkan dihina ditengah masyarakat.

08 September 2019

01 September 2019

opini musri nauli : Mencari Pangkal dari Bungkul - Mencari asal dari usul


MENCARI PANGKAL DARI BUNGKUL – MENCARI ASAL DARI USUL[1]
Musri Nauli[2]


Entah mengapa Seloko Jambi yang menyebutkan “mencari pangkal dari Bungkul. Mencari asal dari usul” adalah “magnet”, mantra yang menggerakkan penulis untuk melihat resolusi konflik di Jambi.

Secara harfiah, seloko “mencari pangkal dari Bungkul. Mencari asal dari usul” melambangkan cara pikir masyarakat Melayu Jambi didalam melihat persoalan lebih komprehensif.

29 Agustus 2019

opini musri nauli : PERGESERAN GAYA KEPEMIMPINAN WALHI


Mendapatkan kabar duka awal minggu ini seakan-akan menyentak dada. Direktur Walhi Kalsel (2012-2015) kemudian menghadap Sang Khalik. Ditengah usianya yang masih relative muda.

28 Agustus 2019

opini musri nauli : Selamat Jalan, Sobat


(In Memoriam Donny Pasaribu)
Musri Nauli

Seakan-akan tidak percaya mendapatkan kabar meninggalnya sobat seperjuangan dimasa reformasi. Tokoh yang tetap kritis walaupun dekat dengan kekuasaan.

21 Agustus 2019

opini musri nauli : Mental Under Estimate




Agak telat saya memposting pandangan terhadap temuan obat yang dapat mengatasi kanker. Selain tersita waktu dan mobilitas yang membuat tidak memungkinkan membuka laptop, pandangan dari ahli kesehatan juga penting untuk melihat persoalan ini secara utuh (komprehensif).

Sebagai cerita bertutur dari masyarakat mengenai obat-obatan (etnofarmasi), pengetahuan “adiluhung” tentang etnofarmasi tidak dapat diabaikan.

opini musri nauli : Tafsir Sesat Karhutla


Akhir-akhir ini kembali Jambi diselimuti asap. Mengingat traumatic panjang 2015. Mengulangi kesalahan 1997. Periode panjang untuk menerima sesak nafas.

Masih terbayang dalam ingatan public. Ketika seluruh pemangku kepentingan kemudian “berduyun-duyun” keliling kampong mengajak agar tidak membakar. Sehingga tidak mengulangi asap 2015. Hampir disetiap kesempatan.

Pelan tapi pasti. Masyarakat kemudian menjadi takut untuk membakar arealnya. Termasuk untuk menanam padi. Komoditas utama sehari-hari.

17 Agustus 2019

opini musri nauli : Filsafat Nusantara



Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia dijejali berbagai pengetahuan yang berangkat dari pemikiran barat. Entah istilah-istilah seperti “rasional-empiris”, “alam mikro-alam makro”, “mikrokosmos-makrokosmos”, “material-non material”, “kongkrit-rasional”, “logis-rasional”, “mekanis”,  berhadapan dengan “alam cosmopolitan”, “irrasional-magis”, “mistis”, “irmaterial”, “alam bawah sadar”, “organis-mekanis” atau “irrasional-magis”.

Pengetahuan itu kemudian menjadi gagap ketika “keluhuran”, “budi pekerti”, “alam bawah sadar” mampu menjelaskan secara utuh (komprehensif) tentang alam dan berbagai dinamikanya.

16 Agustus 2019

Kegiatan : Berfikir Mencari kebenaran

BERFIKIR MENCARI KEBENARAN[1]
Musri Nauli[2]



Dan sekarang wahai orang-orang yang telah menghukumku, ingin kuramalkan nasib kalian; sebab sebentar lagi aku mati, dan saat-saat menjelang kematian manusia dianugerahi kemampuan meramalkan. Dan kuramalkan kalian, para pembunuhku, bahwa tak lama sesudah kepergianku maka hukuman yang jauh lebih berat daripada yang kalian timpakan kepadaku pasti akan menantimu… jika kalian menyangka bahwa dengan membunuh seseorang kalian dapat menjegal orang itu sehingga tak mengecam hidup kalian yang tercela, kalian salah duga; itu bukan jalan keluar terhormat dan membebaskan; jalan paling mudah dan bermartabat bukanlah dengan memberangus orang lain, namun dengan memperbaiki diri kalian sendiri. Kematian mungkin sama dengan tidur tanpa mimpi –yang jelas baik- atau mungkin pula berpindahnya jiwa ke dunia lain. Dan adakah yang memberatkan manusia jika ia diberi kesempatan untuk berbincang dengan Orpheus, Musaeus, Hesiodus, dab Homerus? Maka, sekiranya hal ini benar, biarlah aku mati berulang kali. Di dunia lain itu mereka tak akan menghukum mati seseorang hanya karena suka bertanya: tentu tidak. Sebab kecuali sudah lebih berbahagia daripada kita saat ini, mereka yang di dunia lain itu abadi, sekiranya apa yang sering dikisahkan itu benar… “
(Pidato Socrates, Pengadilan Tinggi Athena, 399 SM)


Pidato Socrates menjelang kematiannya menjadi magnet untuk kebesaran Filsafat yang tumbuh di Yunani. Menjadi permulaan pembicaraan Filsafat yang tumbuh di Eropa. Sebagian kalangan menyebutkan sebagai Filsafat Barat.

Dituliskan oleh Plato[3], Socrates merupakan filosof besar. Socrates adalah guru Plato dan Aristoteles. Ketiganya kemudian dikenal ahli filsafat besar dari Eropa. Pondasi yang kemudian menginspirasi tumbuhnya berbagai varian filsafat hingga zaman Renaissance.

Mengapa filsafat begitu penting dikehidupan manusia ?

06 Agustus 2019

opini musri nauli : Kisah Semut dari Mbah Maimun



Mendapatkan kabar duka mendalam terhadap kepergian Guru bangsa, KH Maimun Zubair (Mbah Maimun) mengingatkan kebesarannya namanya. Duka mendalam terhadap Guru yang jejaknya kemudian memberikan keteduhan, kenyamanan, kesantunan bahkan kedamaian. Tidak ada satupun kata-katanya yang keras. Teduh memayungi siapapun yang ingin dekatnya.

Sebagai orang yang diwarisi “kharomah” dan mempunyai ilmu yang adiluhung yang mumpuni, Mbah Main dapat disejajarkan dengan Kiyai Langitan. Ilmunya menembus langit dengan penguasaian ilmu agama.

30 Juli 2019

opini musri nauli : Diplomasi Kopi





Akhir-akhir ini, tema kopi mendominasi pembicaraan public. Entah menikmati khas kopi daerah tertentu maupun cita rasa, menikmati sebagai bagian pergaulan dari melepaskan penatnya menjalani rutinitas pekerjaan, sebagai gaya hidup maupun sebagai bagian dari rutinitas agenda perjalanan menikmati kota ditengah malam.

Dalam hubungan dan jaringan, istilah “mengopi” atau “kongkow-kongkow”, kadang agenda menikmati kopi tidak menjadi agenda utama. Berbagai tempat justru tidak mempromosikan ciri khas kopi tertentu. Agenda pembicaraan juga dibaluti dengan berbagai pekerjaan yang menghendaki “temu” atau “kopi darat”.

28 Juli 2019

opini musri nauli : Obrolan Warung Kopi



Saat menikmati minum kopi di warung sederhana sudut Kota, saya bertemu sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. Perjumpaan yang tidak sengaja lebih memberikan efek kejut sebagai sahabat lama.

Percakapan dimulai dari basa-basi. Yah. Seperti keadaan kesehatan, pekerjaan, rutinitas maupun aktivitas sehari-hari. Maklum digenerasi saya, persoalan kesehatan menjadi salah satu tema yang cukup menyita perhatian.

26 Juli 2019

KKSR : SMB Gunakan SAD Sebagai Tameng Kejahatan



JAMBI - Kelompok Kerja Sosial Regional (KKSR) menegaskan bahwa kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) dalam menjalankan kegiatannya selalu menggunakan Suku Anak Dalam (SAD) atau orang rimba sebagai “tameng” dalam melakukan tindakan kejahatan atau kriminalitas.

24 Juli 2019

opini musri nauli : Cara Membaca Cepat kasus SMB



Peristiwa pendudukan lahan yang dilakukan oleh Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di areal kawasan Hutan Desa Belanti Jaya, membuka tabir konflik yang terjadi. Konflik bermula dengan terbitnya HTR Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas 3.1242 ha yang mengakibatkan gejolak sosial di lapangan.

18 Juli 2019

opini musri nauli : Sungai Paur




Menyebutkan nama Sungai Paur tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang Desa Lubuk Kambing. Berdasarkan Perda Kabupaten Tanjung Jabung Barat No. 20 Tahun 2011 maka Desa Lubuk Kambing mengalami pemekaran. Desa Sungai Paur kemudian menjadi Desa. Sehingga masyarakat Desa Lubuk Kambing dan Desa Sungai Paur mempunyai keterikatan kekerabatan yang kuat. Hingga sekarang.

15 Juli 2019

opini musri nauli : Merebut Tuah Jambi Barat




Entah mengapa saya belum mengerti tentang Jambi Barat. Apakah berkaitan dengan wilayah Pembantu Gubernur Jambi barat atau memang tuah dari Jambi barat yang begitu menggoda.

Jambi Barat disebut-sebut menggambarkan keterwakilan Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Damasraya, Kabupaten Kerinci dan Kotamadya Sungai Penuh.

Dulu juga disebut-sebut Kabupaten Sarolangun. Namun dalam pilgub 2020, Kabupaten Sarolangun kemudian tidak disebut-sebutkan lagi.

12 Juli 2019

opini musri nauli : Sistem Pembuktian Hukum Adat Melayu Jambi




Didalam menjatuhkan putusan adat, Pemangku adat didalam LID dikenal sebagai “tigo tali sepilin, tigo tungku sejerang” ada juga menyebutkan “Tiga tali sepilin. Tungku sejarangan”. Sebagaimana seloko “Putusan dari adat, diakui syara’ dan dibenarkan oleh Pemerintah”.

Dalam penyelesaian adat “berjenjang naik, bertanggo turun”. Masalah-masalah yang muncul diselesaikan di tingkat adat paling bawah, dan seterusnya.

09 Juli 2019

opini musri nauli : Batin



Istilah batin sering menjadi rujukan terhadap persekutuan masyarakat di Provinsi Jambi. Sebuah istilah yang merujuk kepada Batin yang dikenal di Jambi. Istilah Batin dapat disepadankan dengan Marga. Didalam peta Belanda “Schetskaart Residentie Adatgemeenschappen (Marga’S) tahun 1910, Batin dikenal seperti Batin II Ulu, Batin VII, Batin II, Batin II ilir (Bungo), Batin V, Batin IX Ulu Batin IX Ilir  (Merangin), Batin VIII, Batin VI (Sarolangun) dan Batin V dan Batin 24 (Batanghari).

Istilah Batin adalah merujuk kepada “raga” atau “hati” manusia. Bisa juga merujuk kepada manusia. Sehingga batin adalah tempat berdomisili.

07 Juli 2019

opini musri nauli : Syukur




Teringat waktu kecil, sang guru ngaji sering memulai pengajian dengan doa yang mengucapkan syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan. Doa-doa yang sering diulang hingga masih terngiang ditelinga.

Bersyukur adalah mengucapkan terima kasih kepada Sang Pencipta atas karunianya. Dengan indra yang sempurna, pikiran yang jernih, badan yang sehat dan kekayaan yang membuat kita bahagia.

opini musri nauli : SELAMAT JALAN, PAK SUTOPO


Mendapatkan kabar duka kepergian Pak Sutopo Purwo Nugroho (Sutopo), Kepala Pusdatinmas BNPB terbayang ingatan 4 tahun yang lalu. Seorang “pengabar” terjadinya kebakaran massif di 7 Propinsi di Indonesia.



Disaat kebakaran yang melumpuhkan bandara Riau, Jambi, Palangkaraya dan Banjarmasin, tuduhan massif dan penyebab kebakaran menjadi simpang siur. Perusahaan sawit dan HTI secara kompak berteriak penyebab kebakaran adalah “petani yang membakar kebunnya”. Mereka dengan enteng menyebutkan “luasnya kebakaran” karena petani membersihkan lahan dan memasuki tanam padi dengan cara membakar.

03 Juli 2019

opini musri nauli : Sungai Aur




Membicarakan Desa Sungai Aur tidak dapat dilepaskan dari Marga Jebus. Marga Jebus terdiri dari Dusun Jebus, Dusun Rukam, Dusun Gedung Terbakar, Dusun Londrang, Dusun Suak Kandis dan Dusun Sungai Aur. Pusat Marga di Suak Kandis. Dusun Suak Kandis kemudian dipimpin Pesirah[1].

Arti “jebus” adalah “penebus’. Tempat Jebus merupakan “pelarian” dari Kerajaan. Ditempat ini kemudian bersembunyi dan menghilangkan diri dari kejaran. Setelah bermukim di Jebus, justru dia menjadi tobat dan kemudian menjadi orang baik. Sehingga tempat “penebus” kemudian dikenal sebagai “jebus”. Kata “Jebus” merupakan dialek yang menyebutkan “penebus” atau “tebus’.[2]

27 Juni 2019

opini musri nauli : Sungai Bahar


Menyebutkan nama Sungai Bahar, maka terbayang nama tempat di kabupaten Muara Jambi. Semula termasuk kedalam Kecamatan Mestong. Mestong kemudian dikenal sebagai Marga Mestong.

Mestong kemudian dikenal dengan Nama Periai “Mestong Serdadu”. Keturunan dari Kiyai Patih bin Panembahan Bawah Sawo. Bergelar Ngebi SIngo Patih Tambi Yudo. Dengan jabatan Penghulu/Pemangku. Tugasnya memelihara persenjataan.

26 Juni 2019

opini musri nauli : Perdagangan Lada


Dari dulu saya penasaran dengan istilah "Bahar". Di Kabupaten Muara Jambi, dikenal daerah "Sungai bahar". Walaupun bahar kemudian menunjukkan Sungai, namun istilah bahar sendiri saya tetap penasaran.


Namun "mutiara" ini saya temukan. 

24 Juni 2019

opini musri nauli : Simalaka Zonasi



Akhir-akhir ini, issu zonasi terhadap Sekolah menjadi wacana public yang memantik kontroversial. Zonasi (dulu dikenal dengan istilah rayon) adalah menempatkan anak-anak disekitar sekolah didekatnya. Sehingga tidak terjadi penumpukkan satu sekolah dibandingkan dengan sekolah lain.

21 Juni 2019

opini musri nauli : Ilmu Kampung




Dulu saya tidak mengerti. Mengapa orang-orang tua kampong menyekolahkan anaknya di pesantren sejak tamat SD.

Terbayang. Masa kanak-kanak harus berpisah, jauh dari orang tua, merantau ke negeri yang belum pernah didatangi.

18 Juni 2019

Berita Jambi : Lembaga Adat Batanghari Gelar Diskusi Tentang Marga dan Batin




Sejak gugurnya Sultan Thaha pada 1904 nan silam, berdasarkan Peta Kerajaan Jambi maupun Keresidenan Jambi diperpustakaan Belanda, banyak peta tentang Margo dan Batin, atau Peta Wilayah Administratif nya, tidak lengkap ataupun tidak ditemukan, termasuk Batanghari.

Berangkat dari pada itu, Lembaga Adat Batanghari mengadakan diskusi mengupas tentang Margo dan Batin yang merupakan wilayah admistratif kecamatan yang dipimpin seorang Pesirah, Sabtu kemaren (15/06/2019) di Rumah Lembaga Adat Batanghari Muara Bulian.

12 Juni 2019

opini musri nauli : Batanghari Dalam Ingatan Masyarakat Melayu Jambi




KABUPATEN BATANGHARI DALAM INGATAN MASYARAKAT MELAYU JAMBI
Musri Nauli[1]


Menyebutkan Kabupaten Batanghari sebagai wilayah di Provinsi Jambi tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang Marga dan Batin di Jambi.

Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910 disebutkan Marga[2]/batin yang berada di Kabupaten Batanghari terdiri dari Batin XXIV, Marga Maro Sebo Ulu, Marga Kembang Paseban, Marga Maro Sebo Tengah, Marga Maro Sebo Ilir, Marga Pemayung Ulu, Marga Pemayung Ilir dan Marga Mestong. Peta juga menyebutkan Batin 5 berpusat di Matagoal[3].

Batin XXIV berpusat di Durian Luncuk[4]. Marga Marosebo UIu berpusat di Sungai Rengas[5]. Marga Kembang Paseban berpusat di Mersam[6]. Marga Marosebo Tengah berpusat di Tembesi[7].. Marga Marosebo Ilir berpusat di Terusan[8]. Marga Pemayung Ulu berpusat di Bajubang dan kemudian pindah  Muara Bulian[9]. Marga Pemayung Ilir berpusat di Lubuk Ruso[10].  dan Marga Mestong berpusat di Sungai Duren[11].

Batin XXIV dikenal sebagai batin (asal) [12]  yang menguasai wilayah Batin XXIV. 5 Orang di Pasir Panjang, 8 orang di Durian Luncuk, 6 Orang di Teluk Mampir dan 5 orang di Koto Buayo.

opini musri nauli : NAK

NAK

Nak. Ayahmu bukankah keturunan kaya. Bukan juga mempunyai kekayaan.
Namun ayahmu berjanji. Mengajakmu kelilingi dunia. Menatap dunia dengan keindahannya.
Pergilah. letakkan gadgetmu. Tinggalkan ruangan.
Pergilah menghirup udara segar.


Lihatlah indahnya Indonesia.
Gunung, Danau, Laut, bukit, Sungai.
Air yang mengalir.
Udara sejuk dipagi hari.
Pohon yang terus memancarkan kesejukan.
udara bersih yang terus memancarkan aura kehidupan.

11 Juni 2019

opini musri nauli : Wisata




Membicarakan Sumatera Barat (Minangkabau) tidak henti-hentinya sebagai pusat pariwisata. Dimulai dari tepian laut Pesisir Pantai Barat Sumatera, Danau (Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diateh), Gunung (Gunung Singgalang, Gunung Merapi dan Gunung Tandikat) maupun berbagai tempat wisata lain.

Lihatlah panorama wisata di Minangkabau. Selalu dituturkan dengna Seloko, Tambo, lagu maupun syair yang lekat diingatan. Tambo (batas) Minangkabau selalu disebutkan “Sampai ka ombak nan badabua”.

opini musri nauli : Membaca Arah Pilgub Jambi


Jam mulai berputar untuk menuju Pilgub Jambi.  Persaingan untuk menjadi Gubernur Jambi semakin seru paska ditetapkan Fachrori Umar (FU/Wakil Gubernur) tanggal 13 Februari 2019.

Sebagai “petahana’, FU adalah incumbent setelah ditetapkan menjadi Gubernur menggantikan Zumi Zola (ZZ) paska “diberhentikan” menjadi Gubernur Jambi tanggal 10 April 2018 setelah vonis kasus korupsi tidak bisa diremehkan. Selama 10 tahun menjadi bagian penting (sebagai Wakil Gubernur 2010-2015 dan Wakil Gubernur 2016-2018), posisi FU adalah bagian yang mewarnai politik Jambi 10 tahun terakhir.

10 Juni 2019

opini musri nauli : Episentrum




Mari kita lupakan suasana hiruk pikuk Pilpres 2019 yang memekakkan telinga. Mengganggu nurani. Mari kita sejenak melihat peradaban adiluhung pusat Episentrum Sumatera Tengah (Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu). Peradaban yang diwariskan sejak zaman Pagaruyung.

Sebagai ‘Episentrum” peradaban Sumatera Tengah, Sumbar yang mempengaruhi peradaban disekitarnya seperti Jambi, Riau, Bengkulu, mempunyai peradaban adiluhung.

Entah dengan Seloko “Adat bersendikan Syara’. Syara’ bersendikan Kitabullah’ yang kemudian termaktub didalam Peraturan Daerah di berbagai provinsi, “struktur social” seperti “ninik mamak-tuo tengganai-alim ulama-cerdik pandai” atau istilah lain seperti “tiga tungku sejaringan”.

04 Juni 2019

opini musri nauli : hina


“Warung kok masih buka ?. Apakah yang datang tidak berpuasa ?’, Terdengar teriakan dari sudut jalan.

Akupun tersenyum sembari bertanya ?. Apakah yang datang tidak berpuasa ? Mengapa mereka tidak berpuasa ?. Apakah mereka bukan beragama muslim ? Apakah mereka tengah musafir ?. Apakah mereka memang tidak diwajibkan tidak berpuasa ?. Apakah karena perempuan sedang “datang bulan”, atau tengah menyusui atau memang tidak diwajibkan untuk berpuasa ?.

01 Juni 2019

opini musri nauli : Indonesia semakin Misuwur



Akhir-akhir ini, Indonesia menjadi perhatian dunia. Mulai 1 Mei 2019, Indonesia resmi menjabat Ketua Dewan Keamanan (DK) PBB. Kepemimpinan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sendiri akan mengambil tema 'Investing in Peace Including Safety and Performance of UN Peace Keeping'.

29 Mei 2019

opini musri nauli : BAHAGIA



Bahagia adalah “keadaan atau perasaan senang dan tenteram. Bebas dari segala yang menyusahkan”.  Demikian Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan. Bahagia kemudian adalah beruntung, berbahagia, betul-betul merasa bahagia.

Bahagia adalah proses penciptaan. Bukan mempunyai segala-segalanya. Namun menerima apapun yang menjadi hidupnya. Sehingga bisa membebaskan dari rasa yang menyusahkan.

28 Mei 2019

opini musri nauli : Makna Filosofi Jokowi



Setelah 5 tahun tidak mengeluarkan filosofi Jawa, Jokowi kemudian mengeluarkan filsafat Jawa “Lamun Sira Sekti – Ojo Mateni, Lamun Sira Banter – Ojo Ndhisiki, Lamun Sira Pinter – Ojo Minter”. Secara harfiah dapat diterjemahkan “Meskipun kamu sakti, kamu tidak boleh menjatuhkan. Meskipun kamu cepat. Jangan suka mendahului. Meskipun kamu pintar. Jangan suka sok pintar”.

27 Mei 2019

opini musri nauli : MAKAR




Mari kita hentikan “sejenak” diskusi ataupun aspirasi tentang berbagai “dugaan” kecurangan pemilu 2019. Biarlah proses di Banwaslu ataupun mekanisme melalui MK untuk “menguji” terhadap tuduhan kecurangan. Sebagaimana sering disampaikan oleh Fajar Laksono, jurubicara MK, “siapapun yang mendalilkan maka dirinya wajib membuktikan. Dalil yang biasa disebut burden of proof, burden of producing evidence. Dalil yang jamak diterapkan dalam hukum pembuktian di Pengadilan.

24 Mei 2019

opini musri nauli : PILPRES – KEBEBASAN MEMILIH DAN ANARKIS


Pemilu 2019 telah usai. Pemenang Pemilu yang diraih oleh “incumbent” PDIP kemudian mengantarkan candidate Presiden/Wakil Presiden – Jokowi Widodoi-Makruf Amin telah ditetapkan oleh KPU tanggal 21 Mei 2019. Suksesnya pemilu telah mengantarkan Indonesia memasuki bangsa yang beradab. Ditengah persoalan pelik Pemilu, banyaknya partai, penghitungan yang rumit hingga penentuan berjenjang. Dari TPS-KPU-RI.