24 Juli 2019

opini musri nauli : Cara Membaca Cepat kasus SMB



Peristiwa pendudukan lahan yang dilakukan oleh Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di areal kawasan Hutan Desa Belanti Jaya, membuka tabir konflik yang terjadi. Konflik bermula dengan terbitnya HTR Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas 3.1242 ha yang mengakibatkan gejolak sosial di lapangan.

Masyarakat dari Desa Mersam, Maro Sebo Ulu dan Muara Tembesi yang tergabung didalam organisasi SMB merasa diperlakukan secara tidak adil dan menimbulkan kecemburuan setelah terbitnya SK HTR oleh KLHK. Penolakan atas perlakukan yang dirasakan tidak adil tersebut di cerminkan lewat berbagai aksi yang pada akhirnya berujung pada pendudukan lahan tersebut yang masih berlangsung hingga sekarang.

Namun disisi lain, aksi pendudukan lahan tersebut kemudian memacu pula protes dari kelompok warga lainnya yang tergabung didalam kelompok tani (Gapoktan), perangkat Desa serta Camat. Protes dan Keberatan tersebut disampaikan sebagai bentuk reaksi atas terbitnya HTR oleh KLHK.

Didalam suratnya, mereka menyampaikan bahwa pemberian izin HTR tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penempatan subyek dan obyek yang diberikan ijin HTR tersebut dinilai tidak sesuai dengan Permen LHK No. 83.  

Pemberian Izin HTR kepada 5 koperasi juga menimbulkan reaksi protes berantai dan berbagai persoalan persoalan lain dilapangan. Berbagai pihak yang kemudian juga merasa berkepentingan atas lahan ijin HTR tersebut seperti Persatuan Petani Jambi (PPJ) yang sebagian anggotanya juga berada dan mengelola sejumlah lahan di areal tersebut kemudian merasa bahwa kepentingan mereka pun juga turut terganggu dan telah pula mengajukan keberatan.

Problema semakin rumit ketika proses mediasi belum selesai dilakukan atas beberapa kelompok Sanak telah pula diseret masuk kedalam areal ini oleh SMB. SMB bersikukuh mendorong areal ini untuk mengubah peruntukannya menjadi areal program Trans Swakarsa Mandiri (TSM) tanpa mengindahkan aturan maupun mekanisme dan ketentuan terkait hak pengeleloaan atas kawasan hutan.

Padahal Sanak mempunyai ruang kelola di Taman nasional Bukit 12. Untuk memastikan ruang kelola maka diadakan FGD di Lembaga Adat Serentak bak regam kabupaten Batanghari.

Peserta yang hadir diantaranya Ketua Lembaga Adat Kecamatan Batin XXIV, Batanghari, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Camat Maro Sebo Ulu, Sungai Rengas, Batanghari, Tokoh Adat Kecamatan Tebo Ilir,  Sungai Bengkal, Tebo, Kepala Desa Tambun Arang, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Mersam, para tumenggung dari Desa Kilis, Tumenggung dari Bukit 12 dan para pemangku kepentingan lainnya.

Dalam FGD kemudian diketahui jalur melangun Di wilayah Batin XXIV, jalur melangun dikenal dari Bukit 12 kemudian di kantor Camat Batin XXIV. Selain itu juga dikenal pemukiman di Jebak. Masyarakat mengenal SAD Jebak. Desa Jebak adalah salah satu tempat yang disediakan untuk pemukiman SAD dari Bukit 12.

Di wilayah Marga Maro Sebo Ulu , jalur melangun dimulai dari Kejasung Besar dan berhenti di kantor Camat Maro Sebo Ulu. Didepan kantor Camat Maro Sebo Ulu disediakan tempat untuk beristirahat SAD. Selain itu juga dikenal “SAD Rengas”. Kemudian ada yang menyeberang ke Sungai Bengkal.

Jalur melangun di Marga Air Hitam dikenal di Bukit 12, Kejasung Kecil, Muara Sungai Terap, Gunung Kecil. Selain itu juga dikenal SAD Pematang Kabau. 

Jalur melangun SAD yang melewati Marga Simpang III Pauh adalah Lubuk Kepayang, Kasang Melintang, Pangkal Bulian, Empang Benao, Tanjung. Namun jalur ini tidak pernah ditemukan sejak tahun 1980-an.

Jalur melangun Batin VIII adalah  Pangkal Bulian, Empang Benao, Pamenang

Jalur melangun Sungai Bengkal adalah Datang dari Rengas dan melewati Bengkal kemudian ke Kilis dan Lubuk Mandarsyah.

Jalur melangun S Keruh adalah datang Dari Bengkal kemudian ke Mengupeh, tanah Garo dan ke Sungai Keruh kemudian ke Tabir.

Jalur melangun Tanah Garo adalah berasal dari tanah Garo menyeberang ke Tabir dan Ke Sungai Bengkal. Dikenal SAD Tanah Garo.

Dengan demikian meminjam istilah yang digunakan oleh Tumenggung Tupang, para tumenggung “digosok-gosok” untuk menempati areal Belanti jaya yang dikenal dimasyarakat Marga Kembang paseban sebagai tempat “Rimbo gagak’. Sehingga dipastikan “areal” klaim yang sering disampaikan oleh SMB bukanlah bagian dari persoalan konflik yang harus diselesaikan dengan berbagai pemangku kepentingan.

Atau dengan kata lain, SMB tidak mempunyai korelasi langsung antara masyarakat atau kelompok dengan hak atas tanah yang sering didengung-dengungkan.

Didalam FGD juga didapatkan rekomendasi yang dapat digunakan berbagai pihak untuk memotret persoalan ini dengan komprehensif.

Pertama. Tumenggung yang sudah berkebun di Muara Kilis maka menggunakan Hukum Adat di Muara Kilis. Apabila ada persoalan di Muara Kilis maka diselesaikan berdasarkan hukum Adat Muara Kilis. Jangan lagi “digosok-gosok” untuk menempati areal di Belanti Jaya yang termasuk kedalam Marga Kembang paseban (Mersam).

Kedua. Tanah di Belanti Jaya maka diutamakan untuk masyarakat Sengkati Gedang dan Mersam berdasarkan hukum adat Marga Kembang Paseban.

Ketiga. Terhadap persoalan yang timbul maka harus menggunakan hukum adat Jambi. Diluar daripada yang tidak mempunyai hak, maka harus “ditindak”. Agar negeri Jambi dapat dilindungi.

Sehingga dipastikan,  Adanya model model pengelolaan terhadap wilayah, hutan dan tanah di wilayah konflik. Materi ini didasarkan kepada pengetahuan tentang kewilayahan, model pengelolaan, pengaturan dan mekanisme didalam model pengelolaan.

Selain itu juga dapat menggunakan mekanisme menggunakan konsep “tanah pemberian” sesuai dengan “ico pakai” Hukum Adat Melayu Jambi.

Dengan demikian maka untuk memastikan hubungan masyarakat dengan tanah yang ditandai dengan tanda-tanda tanah seperti  “Lambas, “mengepang “, Cacak Tanam, Jambu Kleko,  “Tunggul pemarasan, pasak, sak sangkut” di daerah uluan Jambi. Atau “pancang mati” atau “mentaro” daerah iliran Jambi.

Selain itu juga memastikan model penyelesaian sehingga dapat membantu parapihak untuk mempercepat resolusi konflik. Mekanisme yang bisa ditempuh adalah Menyelesaikan persoalan melalui hukum adat dengan cara menyampaikan kepada berbagai pihak terhadap tatacara penyelesaian hukum adat.

Advokat. Tinggal di Jambi

Dimuat www.jambi-indepedent,co.id, tanggal 24 Juli 2019
https://www.jambi-independent.co.id/read/2019/07/24/41024/cara-membaca-cepat-kasus-smb

Dan dimuat di Harian Jambi Independent, 28 Juli 2019





-->