Peristiwa
pendudukan lahan yang dilakukan oleh Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di areal
kawasan Hutan Desa Belanti Jaya, membuka tabir konflik yang terjadi. Konflik
bermula dengan terbitnya HTR Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
seluas 3.1242 ha yang mengakibatkan gejolak sosial di lapangan.
Masyarakat
dari Desa Mersam, Maro Sebo Ulu dan Muara Tembesi yang tergabung didalam
organisasi SMB merasa diperlakukan secara tidak adil dan menimbulkan kecemburuan
setelah terbitnya SK HTR oleh KLHK. Penolakan atas perlakukan yang dirasakan
tidak adil tersebut di cerminkan lewat berbagai aksi yang pada akhirnya
berujung pada pendudukan lahan tersebut yang masih berlangsung hingga sekarang.
Namun
disisi lain, aksi pendudukan lahan tersebut kemudian memacu pula protes dari
kelompok warga lainnya yang tergabung didalam kelompok tani (Gapoktan),
perangkat Desa serta Camat. Protes dan Keberatan tersebut disampaikan sebagai
bentuk reaksi atas terbitnya HTR oleh KLHK.
Didalam
suratnya, mereka menyampaikan bahwa pemberian izin HTR tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Penempatan subyek dan obyek yang diberikan ijin HTR
tersebut dinilai tidak sesuai dengan Permen LHK No. 83.
Pemberian
Izin HTR kepada 5 koperasi juga menimbulkan reaksi protes berantai dan berbagai
persoalan persoalan lain dilapangan. Berbagai pihak yang kemudian juga merasa
berkepentingan atas lahan ijin HTR tersebut seperti Persatuan Petani Jambi
(PPJ) yang sebagian anggotanya juga berada dan mengelola sejumlah lahan di
areal tersebut kemudian merasa bahwa kepentingan mereka pun juga turut
terganggu dan telah pula mengajukan keberatan.
Problema
semakin rumit ketika proses mediasi belum selesai dilakukan atas beberapa
kelompok Sanak telah pula diseret masuk kedalam areal ini oleh SMB. SMB
bersikukuh mendorong areal ini untuk mengubah peruntukannya menjadi areal
program Trans Swakarsa Mandiri (TSM) tanpa mengindahkan aturan maupun mekanisme
dan ketentuan terkait hak pengeleloaan atas kawasan hutan.
Padahal
Sanak mempunyai ruang kelola di Taman nasional Bukit 12. Untuk memastikan ruang
kelola maka diadakan FGD di Lembaga Adat Serentak bak regam kabupaten
Batanghari.
Peserta
yang hadir diantaranya Ketua Lembaga Adat Kecamatan Batin XXIV, Batanghari,
Ketua Lembaga Adat Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Camat Maro Sebo Ulu, Sungai
Rengas, Batanghari, Tokoh Adat Kecamatan Tebo Ilir, Sungai Bengkal, Tebo, Kepala Desa Tambun
Arang, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Mersam, para tumenggung dari Desa Kilis,
Tumenggung dari Bukit 12 dan para pemangku kepentingan lainnya.
Dalam
FGD kemudian diketahui jalur melangun Di wilayah Batin XXIV, jalur melangun
dikenal dari Bukit 12 kemudian di kantor Camat Batin XXIV. Selain itu juga
dikenal pemukiman di Jebak. Masyarakat mengenal SAD Jebak. Desa Jebak adalah
salah satu tempat yang disediakan untuk pemukiman SAD dari Bukit 12.
Di wilayah Marga Maro
Sebo Ulu , jalur melangun dimulai dari Kejasung Besar dan berhenti di kantor
Camat Maro Sebo Ulu. Didepan kantor Camat Maro Sebo Ulu disediakan tempat untuk
beristirahat SAD. Selain itu juga dikenal “SAD Rengas”. Kemudian ada yang
menyeberang ke Sungai Bengkal.
Jalur melangun di Marga
Air Hitam dikenal di Bukit 12, Kejasung Kecil, Muara Sungai Terap, Gunung
Kecil. Selain itu juga dikenal SAD Pematang Kabau.
Jalur melangun SAD yang
melewati Marga Simpang III Pauh adalah Lubuk Kepayang, Kasang Melintang,
Pangkal Bulian, Empang Benao, Tanjung. Namun jalur ini tidak pernah ditemukan
sejak tahun 1980-an.
Jalur melangun Batin
VIII adalah Pangkal Bulian, Empang
Benao, Pamenang
Jalur melangun Sungai
Bengkal adalah Datang dari Rengas dan melewati Bengkal kemudian ke Kilis dan
Lubuk Mandarsyah.
Jalur melangun S Keruh
adalah datang Dari Bengkal kemudian ke Mengupeh, tanah Garo dan ke Sungai Keruh
kemudian ke Tabir.
Jalur melangun Tanah
Garo adalah berasal dari tanah Garo menyeberang ke Tabir dan Ke Sungai Bengkal.
Dikenal SAD Tanah Garo.
Dengan
demikian meminjam istilah yang digunakan oleh Tumenggung Tupang, para tumenggung
“digosok-gosok” untuk menempati areal
Belanti jaya yang dikenal dimasyarakat Marga Kembang paseban sebagai tempat “Rimbo gagak’. Sehingga dipastikan
“areal” klaim yang sering disampaikan oleh SMB bukanlah bagian dari persoalan
konflik yang harus diselesaikan dengan berbagai pemangku kepentingan.
Atau
dengan kata lain, SMB tidak mempunyai korelasi langsung antara masyarakat atau
kelompok dengan hak atas tanah yang sering didengung-dengungkan.
Didalam
FGD juga didapatkan rekomendasi yang dapat digunakan berbagai pihak untuk
memotret persoalan ini dengan komprehensif.
Pertama.
Tumenggung yang sudah berkebun di Muara Kilis maka menggunakan
Hukum Adat di Muara Kilis. Apabila ada persoalan di Muara Kilis maka
diselesaikan berdasarkan hukum Adat Muara Kilis. Jangan lagi “digosok-gosok”
untuk menempati areal di Belanti Jaya yang termasuk kedalam Marga Kembang
paseban (Mersam).
Kedua.
Tanah di Belanti Jaya maka diutamakan untuk masyarakat Sengkati
Gedang dan Mersam berdasarkan hukum adat Marga Kembang Paseban.
Ketiga. Terhadap persoalan yang
timbul maka harus menggunakan hukum adat Jambi. Diluar daripada yang tidak
mempunyai hak, maka harus “ditindak”. Agar negeri Jambi dapat dilindungi.
Sehingga dipastikan, Adanya
model model pengelolaan terhadap wilayah, hutan dan tanah di wilayah konflik.
Materi ini didasarkan kepada pengetahuan tentang kewilayahan, model
pengelolaan, pengaturan dan mekanisme didalam model pengelolaan.
Selain
itu juga dapat menggunakan mekanisme menggunakan konsep “tanah pemberian”
sesuai dengan “ico pakai” Hukum Adat Melayu Jambi.
Dengan
demikian maka untuk memastikan hubungan masyarakat dengan tanah yang ditandai
dengan tanda-tanda tanah seperti “Lambas, “mengepang “, Cacak Tanam, Jambu
Kleko, “Tunggul pemarasan, pasak, sak sangkut”
di daerah uluan Jambi. Atau “pancang mati” atau “mentaro” daerah iliran Jambi.
Selain itu juga memastikan model penyelesaian sehingga dapat
membantu parapihak untuk mempercepat resolusi konflik. Mekanisme yang bisa
ditempuh adalah Menyelesaikan persoalan melalui hukum adat dengan cara
menyampaikan kepada berbagai pihak terhadap tatacara penyelesaian hukum adat.
Advokat. Tinggal di Jambi
Dimuat www.jambi-indepedent,co.id, tanggal 24 Juli 2019
https://www.jambi-independent.co.id/read/2019/07/24/41024/cara-membaca-cepat-kasus-smb
Dan dimuat di Harian Jambi Independent, 28 Juli 2019