Ciutan
(twitter) Pandu Wijaya (Pandu) terhadap KH. Ahmad Mustofa Bisri
(Gus Mus), Pengasuh Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin, Rembang menimbulkan “kehebohan”
di negeri. Ciutannya di twitter oleh Pandu dianggap tidak pantas ditujukan
kepada seorang Kiyai yang dihormati NU.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
26 November 2016
19 November 2016
opini musri nauli : Catatan Hukum Kasus Ahok
Usai sudah
penetapan dari Mabes Polri tentang kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mabes
Polri kemudian meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan. Dengan
ditingkatkan status penyidikan maka Ahok kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
18 November 2016
opini musri nauli : Makna Padi Bagi Rakyat
Padi Menjadi. Airnyo jernih, ikan jinak.
Rumput hijau. Kerbo gepuk
Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugu’
Entah apa
kalimat yang pantas menggambarkan suasana “penyerbuan” ke Desa Sukamulya,
Kertajati, Majalengka oleh aparat yang menolak pembangunan proyek Bandara
Internasional Jawa Barat (BIJB). Padi yang ditanami kemudian dihancurkan tanpa
mempertimbangkan “rasa” dan penghormatan terhadap tanaman padi.
16 November 2016
opini musri nauli : MENGAJI DAN BUDI PEKERTI
Pagi
hari, saya mendapatkan laporan dari putraku tentang “kegelisahannya”. Dia bertanya dengan lugu. Mengapa teman mengajinya
kemudian dilarang orang tua untuk mengaji”.
Sebelum menjawab pertanyaannya, “bak”
detective tangguh, saya melakukan investigasi dengan bertanya kepada istri
saya.
14 November 2016
opini musri nauli : Pengaruh Banjarmasin di Jambi
Dalam
rentang menggali sejarah dan model pengelolaan di daerah Hilir (Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur
dan Muara Jambi), istilah-istilah “parit’
menjadi menarik perhatian penulis.
02 November 2016
Putusan Bebas Terdakwa Disesalkan
Feri Irawan dari Perkumpulan Hijau (PH) mengatakan bahwa vonis bebas tersebut tidak masuk akal, karena tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat kecil. “Nggak mungkin sekelas perusahaan jadi bebas. Bukti ado, tinggal jaksa dan pengadilan yang harus objektif,” katanya, Selasa (1/11).
“Menurut saya itu keputusan yang keliru. Bukannya menuding, tapi ini juga soal objektifitas jaksa,” katanya.
Menurut Feri pengadilan harus bisa melihat dampak dari kebakaran dan tidak hanya dilihat dari kesalahannya. “Asap tahun lalu banyak menelan korban. Terus tiba-tiba terbukti tersangka kok malah divonis bebas. Itu tidak masuk akal,” katanya.
Polisi menurut Feri tidak main-main mencari fakta di lapangan. Jaksa menurutnya harus lebih bijak melihat hal ini. “Sementara kalau bicara undang-undang perkebunan sanksinya adalah pencabutan izin atau sanksi administratif,” tambahnya.
Dia mengaku khawatir keadaan ini akan terjadi juga untuk perusahaan-perusahaan lain yang perkaranya belum disidangkan. Menurut Feri jaksa harus melakukan upaya hukum lanjutan, harus menuntut balik terhadap perusahaan. “Harus dilawan lagi karena korban banyak terus tiba-tiba bebas. Jangan dikira masyarakat akan lupa dengan kebakaran tahun 2015 itu,” katanya.
Musri Nauli selaku direktur Walhi Jambi awalnya merasa heran. “Kenapa perkara yang harusnya jadi sorotan malah sepi. Apakah jaksanya tidak meminta dukungan berbagai pihak atau bagaimana, sehingga sepi dari pemantauan,” katanya, pada Selasa (1/11).
Padahal menurutnya, pihaknya dapat membantu dari saksi dan bukti di lapangan. “Itu yang kita sesalkan,” katanya.
Kedua, PT ATGA ini tidak termasuk perusahaan yang besar pada 2015. Masih ada perusahaan lain, tapi kita berharap perusahaan lain disidangkan lebih bagus karena ini dengan masyarakat banyak.
“Harusnya diundang masyarakat dan stake holder yang berkaitan,” katanya.
Selain Musri Nauli, ada pula Jaya selaku Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lingkungan (YLBHL) menyatakan kekecewaannya. “Itu menunjukkan tidak sensitifnya departemen hukum terhadap dampak lebakaran tahun lalu,” ungkapnya.
Sebelumnya, dalam kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melibatkan perusahaan atau koorporasi dengan terdakwa Darmawan Eka Setia Pulungan, telah dibacakan jaksa penuntut umum Kejari Tanjabtim beberapa waktu lalu dengan tuntutannya dua tahun enam bulan penjara denda Rp2 miliar subsider enam bulan penjara.
Namun, di persidangan akhirnya majelis hakim yang dipimpin I Wayan Sukradana memutus terdakwa bebas dari hukuman tanpa denda. Sedangkan pada tuntutan JPU, terdakwa dikenakan pasal 108 jo pasal 113 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan pasal 98 ayat (1) atau pasal 99 ayat (1) jo pasal 118 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perkara karhutla melibatkan koorporasi yang ditangani Polda Jambi dan telah ditetapkan sebagai tersangka di antaranya Manager PT ATGA Dermawan Eka Setia Pulungan dan Manager PT RKK Munadi.
Sedangkan berkas Mmanager PT Dyera Hutan Lestari (DHL) berlokasi di Muaro Jambi yang telah ditetapkan sebagai tersangka hingga kini belum juga lengkap dan berkasnya masih di penyidik Polda Jambi.
https://sorotjambi.com/2016/11/02/putusan-bebas-terdakwa-karhutla-disesalkan/
Langganan:
Postingan (Atom)