KETIKA KEGELAPAN
MEMBUAT KITA GALAU[1]
Musri Nauli[2]
Ketika
Perintah pertama kali dari Tuhan dengan melafalkan “bacalah”[3],
maka perintah itu diulang-ulangi. Makna sederhana yang kemudian dapat diartikan
“sebagai belajar’.
Apakah
dengan tidak belajar kita bisa membaca ?
Ya.
Belajarlah.
Bukankah
kegemilangan emas dunia Islam ketika “pertarungan” pemikiran antara Imam Al
Gazali dengan Ibnu Rusyd tentang konsep Filsafat ?
Atau
Syair Hamzah Fanzuri dalam konsepsi “wujuddiyah”[4].
Sebagaimana konsepsi “Wujudiyah” didalam syairnya “bahwa barangsiapa
mengenal dirinya maka akan dapat mengenal Tuhannya”.
Atau
“pertarungan pemikiran” antara Wali Songo dengan Syeh Siti Jenar ?[5].
Sebagai penganut Tarekat Akmaliyah[6]
dan Tarekat Syathariyah, ilmu Tasawuf
Syech Siti Jenar masih hidup dikalangan masyarakat Jawa. Lihatlah bagaimana
konsepsi “manunggaling Kawula Gusti”[7]
masih menjadi pembicaraan di alam kosmopologi masyarakat Jawa. Ajaran
Manunggaling Kawula Gusti menganggap bahwa Tuhan, wujud yang tidak kasat mata
dapat bersatu dengan dirinya[8].
Atau
kegemilangan Nicolaus Copernicus didalam teorinya “Heliosentris” didalam
bukunya On the Revolutions of the Heavenly Spheres (1543)
yang menjungkalkan teori dari Aristoteles dan Ptolemeus tentang “Matahari
mengelilingi bumi” (teori geosentris)[9].
Tahun 1616 Gereja kemudian menolak
dan menyatakan sebagai buku yang terlarang dengan berpedoman “Maka berhentilah
matahari dan bulan pun tidak bergerak, sebagai
alasan dan menegaskan Matahari-bukan bumi yang bergerak.
Walaupun Galileo
kemudian dihukum tahanan rumah, Namun berhasil membuktikan teori Copernicus.
Teori yang kemudian tidak terbantahkan hingga sekarang.
Galileo memang dihukum
tahanan rumah. Syech Siti Jenar dan Hamzah Fansuri kemudian dihukum mati.
Namun kekayaan pemikiran
Imam Gazali-Ibnu Rusyd, Hamzah Fanzuri, Syeh Siti Jenar, Nicolaus Copernicus,
Galileo melambangkan peradaban bangsa yang maju.
Bagaimana nasib apabila
buku-buku Imam Gazali-Ibnu Rusyd, Hamzah Fanzuri, Syeh Siti Jenar, Nicolaus
Copernicus, Galileo kemudian dilarang dan kemudian dibakar ?
Kita kemudian mengalami
kegelapan. Sunyi dan terus bertanya-tanya tentang alam kosmopologi dan
peradaban sebelumnya. Kegalauan yang tidak terhenti.
Apakah peristiwa yang
dilakukan oleh ISIS ketika meledakkan perpustakaan kota Mosul, Irak yang
menghanguskan 10 ribu buku termasuk koleksi naskah era Dinasti
Usmaniyah, buku cetak pertama dalam bahasa Syriac kuno yang diproduksi pada
abad ke-19, majalah tua, dan artefak berharga, termasuk astrolabe, alat
navigasi yang disempurnakan oleh ilmuwan Muslim abad pertengahan dan 700 manuskrip langka Ingin terjadi ?
Bahkan tidak cukup hanya sampai
disitu. ISIS juga menghancurkan perpustakaan Gereja Latin yang telah berusia
265 tahun, biara Dominican Fathers, dan Perpustakaan Museum Mosul yang
menyimpan karya sejak 500 tahun Sebelum Masehi.
Dan cerita yang beredar ketika
Julius Caesar membakar sebagian kota termasuk Perpustakaan yang berisikan 500
ribu gulungan papyrus dan Beberapa koleksi yang berharga adalah syair-syair
karya Homer dan Hesoid. Ada pula naskah-naskah drama karya Sophocles,
Euripides, dan Aristophanes. Di samping itu, terdapat pula buku-buku filsafat
karya Plato dan Aristoteles, buku-buku sejarah karya Hecteus dan Herodotus,
serta buku-buku kedokteran Medicine Corpus of Hipporactes dan Herophilus.
Kegelapan
akan sirna ketika berbagai buku-buku yang dituliskan oleh Imam Gazali-Ibnu Rusyd, Hamzah Fanzuri, Syeh Siti Jenar, Nicolaus
Copernicus, Galileo dapat kita saksikan hingga sekarang.
Bukankah misteri antara
Candi Muara Jambi yang beragama Budha kemudian terputus dengan sejarah Datuk
Paduko Berhalo, kemudian Kerajaan Jambi Darussalam yang kemudian pernah
menyerang ke Melaka.
Bahkan berbagai catatan,
jurnal, laporan Sejarah Kerajaan Jambi Darussalam hingga Sultan Thaha Saefuddin
tersimpan rapi.
Lalu mengapa kemudian
kita kemudian “membakar” buku yang justru bertentangan dengan Putusan MK No. No. 6-13-20/PUU-VIII/2010.
Apakah
dengan alasan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan UU No. 27/1999, tentang larangan
penyebaran ajaran komunisme/marxisme/leninisme, maka kemudian kita kemudian
“alergi” membicarakannya ?
Apakah
kemudian Islam bertentangan dengan komunisme selama ini kita yakini. Mengapa
kita tidak belajar dari H. Misbah yang mengatakan “Mereka
yang mengaku dirinya orang Islam tetapi menolak komunisme, saya tiada takut
untuk mengatakan bahwa mereka belum mengerti yang sebenarnya (tentang)
pendirian Agama Islam[10].
Lihatlah “Popular Front for
Liberation of Palestine (PFLP), yang justru partai kedua terbesar di Palestina
yang tergabung dengan organisasi Palestina, Syrian Communist Party yang telah
berdiri sejak tahun 1986 di Suriah, Community Party Of Afganistan (Afganistan),
National Liberation Front (Bahrain) yang berdiri sejak tahun 1955, Egyptian Communist
Party di Mesir sejak 1975, Communist Party Of Iran (Iran), Iraqi Communist
Party (Irak), justru ada di negara Islam.
Lalu apakah ketika kemudian belajar
Komunisme/Marxisme/Leninisme kemudian kita kemudian dapat dikategorikan
kemudian mendukung ajarannya ?
Jelaslah. UU No. 27 Tahun 1999
kemudian mengecualikan pembelajaran komunisme/Marxisme/Leninisme ditujukan
kepada kepentingan akademik, pengajaran dan pengetahuan.
Selain itu Putusan MK No. No.
6-13-20/PUU-VIII/2010 tegas menyatakan “pelarangan
dan penyitaan buku yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tanpa proses peradilan
merupakan bentuk pelanggaran terhadap negara hukum (the rule of law). Dan dilarang berdasarkan Pasal 28 H Konstitusi
yang menyebutkan “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi
dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapa pun”. Tindakan pengambilalihan barang cetakan tanpa prosedur yang
benar menurut hukum, terutama tanpa melalui proses peradilan, merupakan suatu
eksekusi tanpa peradilan (extra
judicial execution) yang sangat ditentang dalam suatu negara hukum yang
menghendaki due process of law.
Due process of law, seperti
dipertimbangkan di atas, adalah penegakan hukum melalui suatu sistem peradilan[11]..
Sehingga proses penyitaan hanya dilakukan oleh
penyidik dengan Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 ayat
(1) KUHAP.
Yang dilarang adalah ajaran
Komunisme/Marxisme/Leninisme kemudian bertujuan untuk merongrong, mengubah
ataupun menggantikan Pancasila sebagai dasar negara (ground norm).
Atau dengan kata lain, ajaran apapun
yang kemudian hendak merongrong, mengubah ataupun menggantikan Pancasila
sebagai dasar negara (ground norm) adalah “Kejahatan Terhadap Keamanan Negara”[12].
[4]
Syarifuddin, MEMPERDEBAT WUJÛDIYAH SYEIKH
HAMZAH FANSURI - Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri, Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh RELIGIA Vol. 13,
No. 2, Oktober 2010. Lihat juga Syamsun Ni’am, HAMZAH FANSURI: PELOPOR TASAWUF WUJUDIYAH DAN PENGARUHNYA HINGGA
KINI DI NUSANTARA, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Tulungagung Epistemé, Vol.
12, No. 1, Juni 2017
[6]
Ahmad Masrukin mengategorikan Tarekat Syathariyah sebagai
Tarekat mu’tabaroh. Sedangkan Tarekat Akmaliyah sebagai Tarekat ghoir al-mu’tabaroh. Studinya dikosentrasikan di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Pulosari, Kasembon, Malang.
Lihat Ahmad Masrukin,TAREKAT AKMALIYAH - Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Malang, IAI Tribakti,
Kediri, Volume 24 Tahun 2014