26 Juli 2025

opini musri nauli : Kalender Musim


Dalam kerangka umum kalender musim di Indonesia yang didasarkan pada siklus hujan dan kemarau, terdapat variasi signifikan di tingkat desa yang mencerminkan adaptasi lokal, pergeseran komoditas, serta respons terhadap kondisi geografis dan perubahan iklim. Analisis ini mengkaji persamaan dan perbedaan dalam kalender musim di tingkat desa, menyoroti dinamika sosio-ekologis masyarakat agraris.


Ritme Musim Hujan dan Kemarau: Kerangka Umum dan Variasi Lokal


Sebagian besar desa menggunakan pembagian dua musim utama—hujan dan kemarau—sebagai fondasi kalender mereka. Pembagian ini krusial dalam menentukan kapan aktivitas pertanian dimulai, kapan panen dilakukan, dan kapan risiko bencana seperti banjir dan kebakaran meningkat. 

Namun, waktu spesifik dan durasi setiap musim berbeda antar wilayah, menunjukkan pengaruh kondisi geografis lokal. 


Sebagai contoh, Desa Rukam mengalami musim kemarau dari April hingga Agustus, sementara Desa Sungai Beras justru mengalami musim kemarau pada Oktober hingga Maret. Perbedaan waktu ini secara langsung memengaruhi seluruh jadwal aktivitas turunan di masing-masing desa.


Pola Komoditas: Keseragaman Ekonomi dan Diversifikasi Lokal


Fokus komoditas pertanian menunjukkan tren ganda. Di satu sisi ada keseragaman pada komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti kelapa sawit, pinang, dan kelapa, yang menjadi andalan pendapatan banyak desa. Padi juga masih dipertahankan sebagai komoditas pangan penting di beberapa wilayah. 


Di sisi lain, terdapat perbedaan tajam dalam komoditas dominan dan tingkat diversifikasi pertanian. Desa Mencolok, misalnya, beralih sepenuhnya dari padi dan palawija ke tanaman perkebunan seperti sawit dan pinang. 


Sebaliknya, Desa Bunga Tanjung dan Desa Sinar Wajo memiliki portofolio komoditas yang sangat beragam, mencakup berbagai jenis buah-buahan, kopi, dan sayuran, yang mungkin berfungsi sebagai strategi mitigasi risiko.


Sinkronisasi Siklus Tanam, Panen, dan Risiko Bencana


Aktivitas tanam dan panen secara logis mengikuti ritme musim. Pengolahan lahan umumnya dilakukan pada akhir musim kemarau, dan penanaman dimulai saat musim hujan tiba. 


Namun jadwal spesifiknya sangat beragam tergantung pada komoditas dan lokasi.

  1. Padi: Di Desa Sungai Gebar, padi ditanam pada November-Februari. Sementara di Desa Parit Sidang, penyemaian dimulai dari Desember hingga Februari. Di Kelurahan Teluk Nilau, panen padi lokal dan unggul dilakukan pada Januari, dengan persiapan lahan pada Oktober, penyemaian pada November, dan penanaman pada Desember. Media perairan menggunakan air hujan. Desa Teluk Dawan mengindikasikan panen padi yang stabil atau stok berkelanjutan karena adanya pembelian beras bulanan oleh pemerintah daerah
  2. Kelapa Sawit: Komoditas ini memiliki siklus panen yang lebih rutin dan tidak terikat pada satu musim tanam. Di Desa Merbau, panen dilakukan beberapa kali dalam sebulan. Di Teluk Kulbi, penanaman kelapa sawit dilakukan pada Januari (akhir musim hujan) dan panen dilakukan dua kali setiap bulan sepanjang tahun.
  3. Kopi: Panen kopi di Sinar Wajo terjadi pada bulan April. Di Tanjung Pasir, panen kopi kebun berlangsung sepanjang tahun (Januari-Desember).
  4. Duku: Desa Bunga Tanjung mengalami panen dan perawatan duku sepanjang tahun, dengan ketersediaan dan harga tergantung cuaca (hasil melimpah dan harga turun jika curah hujan tinggi).
  5. Jahe Merah: Di Kelurahan Teluk Nilau, panen jahe merah terjadi pada November dan Desember, dengan penanaman dilakukan setiap bulan.
  6. Komoditas Panen Sepanjang Tahun: Di Kelurahan Teluk Nilau, panen untuk jeruk, pinang, sawit, karet, kelapa dalam, lengkuas/laos, semangka, dan tomat tidak mengenal musim atau terjadi sepanjang tahun.
  7. Bayam: Panen bayam di Kelurahan Teluk Nilau terjadi pada bulan Desember, saat musim hujan.
  8. Cabe: Penanaman cabe di Kelurahan Teluk Nilau dilakukan pada November dan Desember.
  9. Ikan/Udang: Musim tangkap udang/ikan di Kelurahan Teluk Nilau terjadi pada November dan Desember (musim hujan), memanfaatkan air tawar. Namun, saat musim kemarau panjang, air Sungai Pengabuan akan menjadi sangat asin dan ikan/udang sulit ditemukan. Dulu, ikan/udang di Sungai Pengabuan sangat banyak, tetapi sekarang jumlahnya berkurang. Di Tanjung Pasir, panen ikan (perikanan) berlangsung sepanjang tahun.
  10. Nanas: Desa Jati Mulyo mengindikasikan siklus panen nanas yang berulang karena nanas disebutkan "berbuah kembali”.
  11. Sayuran: Desa Betara Kiri memiliki tanah yang cocok untuk perkebunan sayur, yang umumnya memiliki siklus tanam relatif singkat dan dapat ditanam sepanjang tahun dengan irigasi yang cukup.
  12. Semangka dan Jagung: Di Desa Sungai Gelam, semangka mengalami panen kedua dan jagung digunakan untuk pakan ternak, mengindikasikan adanya musim tanam dan panen untuk komoditas ini.


Kerentanan terhadap bencana juga mengikuti pola musiman. Banjir menjadi ancaman utama selama musim hujan, sementara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengintai di musim kemarau. Periode risiko tertinggi bervariasi; risiko kebakaran di Desa Catur Rahayu dilaporkan terjadi pada Mei hingga September, sedangkan di Kelurahan Parit Culum II terjadi lebih awal, yaitu dari Mei hingga Agustus. Di Teluk Kulbi, musim kemarau (April-September) menyebabkan lahan gambut kering dan rentan terbakar, serta kesulitan memperoleh air bersih. Musim hujan di Teluk Kulbi dapat menghambat kegiatan sosial ekonomi karena jalanan yang rusak.


Adaptasi, Pergeseran, dan Kearifan Lokal yang Terancam


Kalender musim bukanlah dokumen statis; analisis menunjukkan adanya adaptasi dan pergeseran aktif sebagai respons terhadap perubahan kondisi ekonomi dan lingkungan. Desa Mekar Sari melaporkan kesulitan dalam memprediksi musim tanam akibat perubahan iklim, sebuah tantangan yang mengancam efektivitas kalender tradisional. Desa Mencolok secara sadar telah mengganti tanaman pangan dengan tanaman perkebunan untuk alasan ekonomi. Sebaliknya, Desa Rantau Indah masih mempertahankan siklus tanam padi dan palawija yang beragam, menunjukkan strategi yang berbeda dalam menghadapi perubahan.


Kalender ini adalah wujud kearifan lokal. Meskipun ada indikasi penggunaan penanda alam spesifik (seperti munculnya jenis ikan atau posisi telur keong), sebagian besar data lebih fokus pada jadwal aktivitas (apa dan kapan) daripada merinci indikator alam yang menjadi dasar prediksi tersebut. Adanya ikan Toman dan Tapa menandakan naiknya air sungai (belum waktu tanam padi), sedangkan ikan Seluang menandakan awal musim kemarau. Namun, sulitnya menemukan ikan Toman dan Tapa belakangan ini mengganggu kemampuan masyarakat dalam menentukan musim tanam secara tradisional, menyebabkan kegagalan panen.


Kesimpulan dan Arah Penelitian Lanjutan


Analisis kalender musim dari sejumlah desa menegaskan adanya dialektika antara kerangka kerja alam yang universal (musim hujan dan kemarau) dengan adaptasi sosio-ekologis yang sangat lokal. Perbedaan dalam durasi musim, pilihan komoditas, jadwal tanam, hingga periode risiko bencana mencerminkan respons unik setiap komunitas terhadap lingkungan dan peluang ekonomi mereka. Beberapa desa menunjukkan resiliensi melalui diversifikasi, sementara yang lain memilih spesialisasi sebagai strategi ekonomi. Ada pula yang mulai merasakan dampak perubahan iklim yang mengganggu kemampuan prediksi tradisional.

Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk Mendokumentasikan Indikator Alam: Melakukan studi etnografi mendalam untuk mendokumentasikan kearifan lokal terkait indikator-indikator alam (flora, fauna, fenomena langit) yang digunakan untuk memprediksi musim, sebelum pengetahuan ini terkikis;. Analisis Dampak Pergeseran Komoditas: Mengkaji dampak sosio-ekonomi jangka panjang dari pergeseran dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan monokultur, seperti yang terjadi di Desa Mencolok;. Studi Komparatif Adaptasi Perubahan Iklim: Membandingkan strategi adaptasi antara desa yang masih memegang teguh pola tanam tradisional dengan desa yang telah melakukan inovasi atau pergeseran.


Advokat. Tinggal di Jambi