Kusen Sastrosuwito (78) bersama lima kepala keluarga lainnya selama 53 tahun tinggal di atas tanah tanpa surat-surat yang jelas.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
08 Agustus 2010
opini musri nauli : Paradok
07 Agustus 2010
opini musri nauli : Jambi - Dari Raja karet menjadi Hutan beton
Wilayah bumi “Tanah Pilih Pesako Betuah”, ditetapkan sebagai Kota dalam Propinsi Sumatera Tengah berdasarkan Ketetapan Gubernur Sumatera No.103/1946 dan diperkuat dengan Undang-undang No.9/1956 dan dinyatakan sebagai Daerah Otonom Kota Besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah. (www.kotajambi.go.id).
02 Agustus 2010
opini musri nauli : HBA dan amanah menjaga SDA
Pada tanggal 3 Agustus 2010, Jambi akan memasuki sejarah periode baru. Terpilihnya Hasan Basri Agus- Fachrori Umar dengan suara telak akan membuat Jambi akan diperhitungkan dalam kancah Nasional.
Latar belakang yang panjang sebagai birokrat sebagai bagian yang tidak terpisahkan akan membuat peran HBA dalam percaturan politik Jambi akan menarik untuk didiskusikan.
31 Juli 2010
opini musri nauli : MENGINTIP KAMAR ARTIS
Akhir-akhir ini, media massa (baik cetak maupun televisi) “memaksa” kita untuk menerima suguhan infotainment yang mengurusi “kamar artis”.
Media massa selain sebagai sarana hiburan “seharusnya” bertanggung jawab memberikan pendidikan kepada rakyat.
27 Juli 2010
Masyarakat Bukit 30 Merasa Terancam
Selasa, 27 Juli 2010 23:30
KOTAJAMBI – Masyarakat Desa Pemayung Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo, Jambi, merasa terancam oleh kehadiran PT Lestari Asri Jaya (LAJ).
26 Juli 2010
KONFLIK TANAH Dua Aktivis Walhi dan 18 Warga Ditahan
15 Juli 2010
opini musri nauli : MENANTI AKHIR LAKON KIPRAH NATSIR MUDA
Kasus Sisminbakum telah menetapkan tersangka terhadap Prof. Romli Atmasasmita dan pejabat penting lainnya di Depkumham.
10 Juli 2010
opini musri nauli : Memahami Pandangan MK Mengenai Pilkada - Analisis Putusan MK tentang Pemilukada ditinjau dari Filsafat
06 Juli 2010
opini musri nauli : Mempersoalkan Bungkus daripada isi (Cover majalan Tempo dalam diskursus Hukum
Yang membuat Polri tersinggung, konon, adalah gambar celengan yang divisualkan dengan gambar babi.
Dan kita menunggu bagaimana kelanjutannya
Cover Majalah Tempo yang memuat gambar celengan babi menimbulkan perdebatan diranah hukum.
opini musri nauli : PIALA DUNIA 2010 DAN MONOPOLI SIARAN TELEVISI
Gegap gempita Sepakbola Piala Dunia 2010 menenggelamkan kasus-kasus yang menarik perhatian publik. Kasus Susno, kasus video porno Ariel-Peterpan bahkan kasus “cover celengan babi” majalah tempo.
Dan semakin menenggelamkan kasus Century, Sekretariat Gabungan Partai Koalisi pendukung Pemerintah.
Gegap gempita Sepakbola Piala dunia 2010 tentu saja meninggalkan issu politik terkini yang yang membicarakan tentang sistem politik Indonesia (apakah parlementer atau Presidentil), sah atau tidaknya posisi Jaksa Agung.
Gegap gempita Piala Dunia 2010 seakan-akan lebih menarik daripada persoalan “meleduknya” kompor gas 3 kg, naiknya TDL, mencabut subsidi BBM.
Tersingkirnya tim-tim unggulan seperti Italia (Juara bertahan 2006), Perancis (Juara Dunia 1998), membuyarkan prediksi pengamat sepakbola.
Prediksi semakin tidak bisa diperkirakan ketika Jerman “membantai” Inggeris, 4-1 dan membantai Argentina 4 – 0 tanpa balas.
Prestasi Jerman ini kemudian diikuti oleh Belanda membalikkan ramalan Brazil 2-1.
“De Panzer” yang tidak dilirik orang, namun perlahan-lahan maju menuju semifinal membuat Inggeris menangis, dan Argentina terkesima.
“De Panzer mengagetkan orang, disaat semua media massa dan komentator bola mengagung-agung Inggeris, Brazil, Argentina, Jerman dan Belanda membalikkan ramalan komentator.
Dalam perjalanan menuju semifinal, De Panzer terbukti membuktikan sepakbola adalah permainan olahraga kolektif, yang diracik dengan strategi yang jitu dan tentu saja program-program jangka panjang yang disusun secara serius.
Sebagai olahraga modern, cara-cara modern harus digunakan dan tidak semata-mata mengandalkan feeling dan intuisi.
Mandulnya Lionel Messi, Kaka, Carlos Teves, adalah sebuah skenario yang serius dipersiapkan oleh Jerman dan Belanda sehingga, skill individu yang bersinar di Klub masing-masing, seakan-akan tidak berdaya, merengek-rengek dan belajar main bola.
Tentu saja paparan yang disampaikan, bukan menyoroti permainan sepakbola yang tidak tepat diprediksi oleh pengamat sepakbola, tapi sekedar bagaimana sepakbola haruslah mengembalikan konsep bermain sepakbola yang diajarkan didalam buku-buku teks dan sederhana diterapkan.
Hingar bingar Sepakbola Piala Dunia 2010, dimulai disaat televisi menanda tangani kontrak “hak siar” dari Panitia di Afrika Selatan. Televisi yang mendapatkan hak siar” kemudian memonopoli penyiaran di Indonesia.
Sebelumnya apabila di daerah televisi dapat ditangkap melalui siaran parabola biasa kemudian harus menggunakan alat khusus (biasa dikenal resiver).
Maka praktis, apabila siaran televisi yang biasanya dapat ditangkap melalui parabola biasa di rumah-rumah kemudian sebagian kalangan harus membeli alat untuk menangkap siaran pertandingan itu.
Harga yang ditawarkan tentu saja melangit (konon sebagian stock alat tersebut sempat habis didalam persedian di toko). Dan tentu saja hanya sebagian kalangan yang mampu dan mau membelinya.
Maka didaerah-daerah, apabila nonton di televisi bisa dirumah, maka harus mencari tempat nonton dimana ada tempat yang bisa menyiarkannya.
Sehingga tempat-tempat tersebut menjadi ramai dan menjadi pusat tontonan.
Penulis karena pekerjaannya harus sering berada di daerah, menjadi kesulitan untuk mencari tempat tontonan.
Maka pertandingan antara Brazil lawan Pantai Gading menonton di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, Pertandingan antara Brazil lawan Portugal di Bangko, Pertandingan antara Spanyol lawan Portugal nonton di Napal (Perbatasan Bengkulu – Sumbar).
Kesulitan dirasakan, selain sibuk mencari tempat nonton pertandingan, juga harus menonton di rumah makan, warung, rumah warga, bahkan harus menonton dengna mengeluarkan biaya (di bangko).
Tentu saja kesulitan ini dirasakan bukan semata-mata karena penulis suka menontont sepakbola, tapi dirasakan karena ada “kegelisahan” penulis ada “ketidakadilan”.
Rasa “ketidakadilan” dirasakan ketika fungsi negara yang memberikan peluang monopoli terhadap siaran swasta yang menggunakan “hak siar” kepada televisi tertentu.
Dari ranah, ini akan menimbulkan persoalan hukum.
Pertanyaaan mengguggat apakah, televisi dibenarkan membeli “hak siar” kemudian memonopoli ?.
Apabila didalam ranah hukum, maka televisi dapat dibenarkan memegang “hak siar” tunggal didalam menyiarkan tontontan sepakbola.
Kerja sama antara televisi dengan panitia didalam “hak siar” dibenarkan dan tidak menyalahi ketentuan didalam monopoli siaran.
Namun mengapa, terhadap televisi ketika pertandingan itu disiarkan, kemudian menggunakan parabola tidak tertangkap.
Membeli alat hanya untuk menyiarkan sepakbola merupakan persoalan tersendiri. Dan itu sungguh tidak tepat.
Dari ranah ini, seharusnya negara harus mengatur dan tidak memberikan proteksi kepada televisi dengan “memaksa” masyarakat harus membeli peralatan.
Disinilah peran negara harus memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap televisi yang kemudian menggunakan monopolinya salah kaprah.
Terlepas dari perdebatan monopoli terhadap paparan ide yang penulis tawarkan, sudah seharusnya, Piala Dunia harus ditonton oleh masyarakat banyak. Baik menggunakan parabola biasa atau menggunakan tontonan biasa.
Sehingga himbauan dari FIFA, bahwa Piala Dunia adalah adalah milik bersama harus diwujudkan.
Dan tidak tepat pernyataan, bahwa Piala Dunia hanya dapat digunakan pemilik antena khusus dan siaran khusus.
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 7 Juli 2010
http://www.jambiekspres.co.id/index.php/opini/14239-piala-dunia-2010-dan-monopoli-siaran-televisi.html
Langganan:
Postingan (Atom)