Menurut Islam, usia dewasa apabila seorang telah mengalami akil baliq (sudah mengalami menstruasi). Usia ini diperkirakan sejak anak kelas 6 SD hingga Kelas 3 SMP. Dengan menggunakan kriteria akil baliq, maka seorang yang telah akil baliq dianggap telah bertanggungjawab untuk melakukan perbuatan yang benar dan salah.
Dalam lapangan ilmu politik, usia yang dibenarkan untuk memilih (18 tahun). Usia 18 tahun dibenarkan untuk mengikuti Pemilihan Umum baik Pemilihan Presiden, DPR-DPRD, DPD, Kepala Daerah. Usia 18 tahun merupakan usia yang matang, sehingga ilmu politik memberikan haknya dan dianggap telah berfikir jernih untuk menyalurkan aspirasi politiknya.
Didalam ilmu hukum, UU Perkawinan mengamanatkan usia yang dibenarkan untuk perkawinan yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Sehingga seorang perempuan yang telah dewasa dan cakap bertindak dimuka hukum (tidak dibawah pengampu/perwalian). Usia
18tahun sudah bisa bertindak melakukan perbuatan hukum dan bisa bertindak atas nama pribadinya (lihat UU Perlindungan Anak dan UU Pengadilan Anak)
Begitu juga dengan pewarisan, usia 18 tahun sudah mendapatkan hak yang sama dengan saudara-saudara untuk membicarakan pewarisan. Namun yang unik, didalam pasal 332 KUHP, justru perempuan dibawah 21 masih dianggap dalam perlindungan orang tuanya sehingga membawa
perempuan dibawah umur 21 tahun masih dianggap sebagai perbuatan pidana. Dalam berbagai kasus-kasu di persidangan, pasal ini merupakan salah satu pasal yang menimbulkan kontroversial karena disatu sisi,
sebagai praktek sosial, usia 19 tahun sudah dianggap dewasa namun pasal 322 KUHP justru pada usia 21 tahun.
Namun uraian diatas, apabila dilihat dari ranah sosiologi lebih tepat menggunakan ukuran fisik. Dalam ukuran menjadi seorang Presiden, justru menggunakan patokan umur 35 tahun.
Bahkan menjadi seorang Pimpinan KPK justru berumur 40 tahun. Bahkan untuk menjadi Hakim Agung berumur 45 tahun. Sehingga ukuran yang digunakan (umur 35 tahun, umur
40 tahun dan umur 45 tahun) digunakan sebagai usia “kematangan” berfikir untuk menduduki jabatan publik yang berdampak dalam sistem ketatanegaraan.