07 April 2021

opini musri nauli : Keadilan Substantif.

Keadilan dalam terminologi hukum diterjemahkan sebagai keadaan  yang dapat diterima akal Sehat secara umum waktu tertentu tentang apa yang benar. Menurut John Rawls yang terkenal dengan a Theory of justice, keadilan ditempatkan sebagai fairness. Kondisi yang dibangun atas dasar pandangan setiap individu memiliki kebebasan, menegaskan kesepakatan fundamental dalam kontrak sosial. 


Didalam konstitusi ditegaskan fungsi hukum adalah mengatu dan menentukan tujuan penegakkan hukum oleh hakim yang diwujudkan dengan makna keadilan. 


Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 tegas mencantumkan “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 


Makna ini kemudian ditegaskan didalam pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil Serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 


Prof. Mahfud sendiri didalam bukunya “Penegakkan Keadilan” menyebutkan prinsip kepastian hukum yang adil ditegaskan didalam konstitusi. 


Namun disisi lain, amandemen UUD 1945 memberikan kesempatan kepada hakim untuk didorong menggali rasa keadilan ditengah masyarakat. 


Rasa keadilan masyarakat inilah yang kemudian dikenal sebagai keadilan substansif (substantif justice). 


Sehingga hakim tidak terjebak semata-mata terbelenggu berbagai ketentuan undang-undang (procedural justice). 


Sehingga didalam berbagai Putusan MK kemudian dikenal istilah “(substantif justice). 


MK kemudian mengabulkan permohonan kasus perselisihan hasil Pemilu legislatif dan dilakukan pemungutan suara ulang di Nias Selatan dan pengesahan proses Pemilu sesuai budaya di Yahukima Papua. 


Begitu juga MK membolehkan penggunaan KTP didalam pemilu yang tidak terdaftar dalam pemilih Tetap. 


Namun hakim tidak boleh seenaknya melanggar atau menerobos ketentuan UU. Menurut Bagir Manan, hakim wajib menerapkan UU apabila bunyi dan susunan kaidahny sudah jelas. Wajib memperhatikan maksud dan tujuan UU. 


Penafsiran semata-mata dilakukan dalam rangka penerapan UU. Bukan mengubah UU. 


Terhadap penafsiran harus tetap mengikuti metode penafsiran hukum dan memperhatikan asas hukum. 


Namun penafsiran harus bersifat progresif. 


Dengan demikian maka meskipun hakim mempunyai kewenangan penuh didalam menafsirkan ketentuan didalam memutuskan perkara, hakim Tetap tunduk dan memahami koridor hukum. 


Sehingga penegakkan hukum dapat mewujudkan keadilan substantif. Bukan sekedar keadilan prosedural