Menurut teori hukum tata administrasi negara bentuk perwujudan sewenang-wenang oleh negara terdiri (a) Perbuatan melawan hukum penguasa (onrecht matige overheidsdaad); (b) Perbuatan melawan UU (onwetmatige); (c) Perbuatan yang tidak tepat (onjuist) (d) Perbuatan yang tidak bermanfaat (ondoelmatig); (d) Perbuatan yang menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvioir)
Detournemen de pouvoir (penyalahgunaan wewenang) dalam kaitannya dengan Freies Ermessen merupakan perluasan arti yurisprudensi di Perancis yang menurut Prof. Jean Rivero dan Prof. Waline pengertian penyalahgunaan kewenangan dalam hukum administrasi yang diartikan Penyalahgunaan kewenangna untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangna dengan kepentingan umum atau menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan.
Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh UU atau peraturan lain.
Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana; (lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 979 K/Pid/2004)
Sedangkan didalam putusan Mahkamah Agung Nomor 742 K /Pid/2007 dijelaskan unsur “menyalahgunakan kewenangan dalam pasal 3 UU no. 31 Tahun 1999 berpedoman pada putusan MA No 1340 K/Pid/1999 yang telah mengambil pengertian “menyalahgunakan kewenangan” pada pasal 52 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986 yaitu telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikan wewenang tersebut atau dikenal dengan “Detournemen de pouvoir”.
Perbuatan yang dilakukan oleh suatu badan penguasa (overheadsorgaan) artinya bahwa perbuatan administrasi itu juga dapat dilakukan oleh suatu badan yang terdiri dari : (a) urusan itu merupakan bidang publik atau menyangkut kepentingan umum (algemen belaang) (b) ada intervensi atau keterlibatan pemerintah secara langsung atau tidak langsung dalam urusan tersebut; (c) peraturan perundang-undnagna memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengurus (besturen) dan mengatur (regelen) urusan tersebut.