Beberapa waktu yang lalu, suasana heboh di Jambi. Ditahannya salah satu Direktur Bank yang kemudian menggegerkan Suasana sosial di Jambi.
Nilainya tidak tanggung-tanggung. Sekitar 300 milyar.
Kisah bermula ketika Direktur Utama dituduh melakukan medium term note atau surat jangka menengah oleh PT. Sunpira Nusantara Pembiayaa (SNP) periode tahun 2017-2018.
Padahal perusahaan sebelum diturunkan “kredit” diperkirakan sudah mengalami “gagal bayar”. Atau dapat dikategorikan “gagal melaksanakan kewajiban”.
Pertanyaan yang paling umum adalah “apakah karena gagal bayar” dapat dikategorikan sebagai “resiko bisnis” dan ditempatkan sebagai “urusan keperdataan” atau karena “gagal bayar” dapat dikategorikan sebagai “Korupsi”.
Untuk menelusuri sekaligus menjawab pertanyaan “resiko bisnis” atau “korupsi”.
Apabila dilihat secara umum “resiko bisnis” memang masuk kedalam ranah keperdataan. Mekanismenya kemudian ditempuh melalui gugatan perdata.
Namun apabila melihat rangkaian yang disampaikan oleh Kejati Jambi, adanya “pemberian kredit” disaat perusahaan “sedang proses” gagal bayar, maka dapat dikategorikan sebagai “Korupsi”.
Pertanyaan ini sengaja dipaparkan sekaligus menjadi cara pandang untuk melihat proses persidangan yang nantinya dapat dilihat secara Terbuka.
Apabila kemudian dapat dibuktikan “pemberian kredit” ternyata tetap diberikan “padahal” penerima kredit ternyata adanya “dugaan” gagal bayar maka adanya “kehendak jahat” dari para pelaku dapat terpenuhi.
Hal esensial dari “kehendak jahat” bagian dari penetapan tersangka yang dapat disidangkan dimuka pengadilan.
Pertanyaan selanjutnya apakah Bank dapat ditempatkan sebagai Badan Usaha Milik Negara/Badan usaha Milik Daerah ? Berapa komposisi saham yang kemudian dapat dikategorikan sebagai Badan Usaha Milik Negara/Badan usaha Milik Daerah ?
Pertanyaan ini sengaja dipaparkan, agar dana kredit kemudian ditempatkan sebagai “kekayaan negara” yang disalahgunakan yang kemudian dikategorikan “kerugian negara”.
Menurut literatur, yang dikategorikan sebagai saham mayoritas adalah ketika komposisi saham diatas 51 %.
Lalu apakah Bank tersebut dimiliki saham mayoritas dikategorikan sebagai Badan Usaha Milik Negara/Badan usaha Milik Daerah ?
Nah. Apabila pertanyaan ini sudah dapat ditemukan, maka seluruh kekayaan Bank adalah “kekayaan negara”.
Sehingga terhadap “penyalahgunaan” pengelolaan dapat dikategorikan “kerugian negara” sehingga dapat ditempatkan sebagai “Korupsi”.
Seluruh berbagai pertanyaan apabila ternyata tidak dapat mampu dijawab, maka “gagal bayar” kredit termasuk kedalam ranah hukum keperdataan. Yang diselesaikan melalui mekanisme gugatan perdata di Pengadilan Umum/Pengadilan Negeri.
Namun apabila seluruh pertanyaan kemudian dapat diuraikan dan menjadi pertimbangan hakim, maka so dipastikan termasuk kedalam “ranah korupsi”.
Mari kita tunggu persidangannya.