Ketika
Tumenggung Orang Adat Batin Sembilan Rombong Kandang Rebo – Bawah Bedaro –
Rimbo Harapan Bakal Petas, Batanghari menyebutkan “Jempalo tangan” seketika saya tersentak. Sebagai sebuah nilai, “jempalo tangan” menarik perhatian
penulis ditengah pengetahuan tentang masyarakat Melayu Jambi.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
05 November 2019
30 Oktober 2019
opini Musri Nauli : M. Saman - Pejuang Yang Konsisten
Ketika
aku mendapatkan kabar meninggalnya M. Saman (Saman), ingatanku langsung
terbayang ketika memulai demonstrasi dikampus. Menolak “militerisme” di kampus.
Teringat
ketika awal-awal menjelang kejatuhan Orde baru, kami “berkumpul” di kost di
Telanaipura (kost Saman dengan Agus Suyatno) untuk “merancang” demonstrasi di
UNJA Mendalo.
Isu
yang paling hangat adalah menolak “militerisme” dikampus. Tema yang “cukup sensitive”
dimana Orde baru begitu kuat.
Demonstrasipun
terjadi. Hingga akhirnya, kampus menerapkan “tidak dibenarkan” militerisme “cawe-cawe”
untuk “urusan kampus.
28 Oktober 2019
opini musri nauli : Filsafat Alam
Memulai
diskusi Filsafat Alam di Nusantara tidak lepas dari pengaruh alam sekitarnya.
Dengan dogma “Manusia dan peradaban”, Zenzi Suhadi (Kepala Departemen Advokasi
Walhi), maka manusia Nusantara tetap berpihak kepada alam.
Cara
berfikir Plato (yang dikenal sebagai tokoh Filsuf barat, murid terkenal dari
Socrates. Tokoh-tokoh filsafat Barat yang dikenal hingga abad pertengahan),
yang mengenal cara “ide”. Cara “ide” dimulai dari “berfikir dan pengalaman”. Alur
pemikiran inilah yang melahirkan “pengetahuan” filsafat Manusia Nusantara
didalam melihat alam.
26 Oktober 2019
opini musri nauli : Nadiem Makarim - Menteri Milenial
Ketika
Nadiem Makarim memasuki “istana” dan kemudian “disorot” media, hati saya “terpekik”.
Gembira melihat “anak milenial” kemudian memasuki dunia pendidikan. Dunia yang
mengatur hak mendasar kepada rakyat. Namun masih menyisakan problema yang mendasar.
Selain “mutu pendidikan” nasional yang jauh dibawah rata-rata, tingkat
penyerapan tenaga kerja juga kurang mendukung.
25 Oktober 2019
opini musri nauli : 5 Tahun Perjalanan Perhutanan Sosial
"Terlepas
dari pro dan kontra dikalangan organisasi masyarakat sipil,
Walhi
memandang kebijakan ini penting untuk diintervensi
dengan
memperhatikan tiga urgensitas.
(Nur
Hidayati, Direktur Walhi, 2019)
Ketika
diumumkan “incumbent” Siti Nurbaya Bakar (SN) untuk menduduki jabatan sama,
terbayang “agenda” utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perhutanan
Sosial (PS), Kebakaran dan Gambut.
Namun
tema PS yang menarik perhatian. Tema yang kemudian menjadi “slogan” dengan
mencanangkan 12,7 juta ha (RPJMN 2015-2020). Slogan ini kemudian digunakan Jokowi
hingga menjelang detik-detik kampanye terakhirnya. Jokowi.
Tema
seperti “kebakaran” dan Gambut kemudian tenggelam. Bergantian dengan issu “pasang
plang” dan gugatan yang diterima berbagai tempat. Termasuk juga surat edaran yang
bikin heboh.
Suka
atau tidak suka, tema PS adalah salah satu tema yang paling menjadi perhatian
para aktivis dan organisasi masyarakat sipil 5 tahun terakhir. Agenda yang
paling banyak “dikerumuni” dan paling banyak juga dijadikan program-program
jangka panjang.
Sebagai
“orang perencana pembangunan”, SN berhasil mendesaian “roadmap” PS. Berbagai
peraturan yang berkaitan dengan PS kemudian bermuara P.83. Sebuah terobosan dan
menjadi kodifikasi dari berbagai peraturan lainnya seperti Hutan Desa
(Permenhut No. P.89/2014), Hutan Tanaman Rakyat (Permenhut No. P.55/2011),
Hutan kemasyarakatan (Permenhut No. P.88/2014) dan Kemitraaan Kehutanan (Permenhut
No. P.39/2013).
Tema
PS mengingatkan penulis 10 tahun yang lalu. Ketika Walhi Jambi bersama-sama
dengan organisasi lingkungan Hidup di Jambi mengusung “hutan Desa”, sebagai “jawaban
taktis” menyelamatkan 49 ribu ha didataran tinggi Jambi.
Polemik
mulai bermunculan. Jaringan nasional “mencibir” keputusan Walhi Jambi. Bahkan
kalimat-kalimat “menyakitkan” masih terngiang ditelinga sampai sekarang.
24 Oktober 2019
opini musri nauli : Bang Burhan yang saya kenal
Ketika
diumumkan nama Jaksa Agung, ST Burhanuddin, ingatan saya melayang ketika sidang
di Bangko paska kerusuhan massal yang berakhir pembakaran PT. KDA. Sebuah
perusahaan sawit yang berkonflik di Desa Empang Benao, Bangko. September 1999.
Ketika
proses hukum kemudian dipersidangan, ketika itu saya ditemui oleh Jaksa
Penuntut Umum didalam persidangan. Beliau adalah senior saya di Fakultas Hukum
Unja. Dengan tenang dia membisikkan.
23 Oktober 2019
opini musri nauli : Membaca Menteri Terpilih
Usai
sudah “hiruk-pikuk” penyusunan Kabinet Menteri Jokowi-Makruf. Tarik menarik
antara “kandidat” Menteri yang diusung oleh Partai Politik pendukung Jokowi di
Pilpres, masuknya Partai Gerindra dan tampilnya generasi “muda” dan jagoan di
dunia entertainment adalah puncaknya di hari ini.
Dengan
disebutkan nama-nama Menteri maka dipastikan, Jokowi membuka ruang terhadap
perkembangan zaman. Masuknya “Nadeim Anwar Makarim, “Wisnutama”, Erick Tohir
adalah “perwujudan” slogan Jokowi memasuki milenial.
17 Oktober 2019
opini musri nauli : Paradigma ala Capra
Akhir-akhir
ini, pertarungan pemikiran didalam memandang alam memantik polemik panjang.
Satu sisi, pemikiran yang menempatkan “alam’ adalah ciptaan dari Sang Pencipta.
Ciptaan kepada manusia. Pemikiran ini dikenal sebagai “antrosentris”.
Disisi
lain, adanya analisis lingkungan yang kemudian menempatkan alam harus
ditempatkan sesuai dengan fungsinya. Baik dari pendekatan lingkungan,
pentingnya lingkungan hidup maupun berbagai aspek-aspek lingkungna lainnya.
Pemikiran ini kemudian dikenal sebagai “bio-sentris’.
15 Oktober 2019
opini musri nauli : satu Dasawarsa UU Lingkungan Hidup
Ditengah
asap yang kian pekat, kebakaran yang semakin sulit ditanggulangi, tiba-tiba
umur UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UU LH) memasuki satu dasawarsa. Usia matang untuk menentukan arah dan desain
model pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia.
Satu
dasawarsa juga kemudian “gagap” memaknai UU LH. Gagap yang kemudian menempatkan
“kegagalan” memahami hakekat dari UU LH.
09 Oktober 2019
opini musri nauli : Problema Gambut di Jambi
Kebakaran
massif di Jambi sejak 1997 hingga sekarang menimbulkan dampak yang merugikan
masyarakat. Tahun 2015, selama tiga bulan ditutupi asap. Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra
satelit, terdapat sebaran kebakaran 52.985 hektar di
Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar. Indeks mutu
lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Instrumen untuk mengukur mutu lingkungan
Hidup dilihat dari “daya dukung” dan “daya tampung”, Instrumen Hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat, penggunaan “scientific” dan pengetahuan
lokal masyarakat memandang lingkungan hidup.
Langganan:
Postingan (Atom)