Pemimpin padepokan kemudian turun gelanggang.. Di panggil pendekar kepercayaan..
"Hai. Pendekar kesayangan padepokan. Apa sesungguhnya terjadi. Mengapa jurus belum tuntas harus diperagakan”..
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Pemimpin padepokan kemudian turun gelanggang.. Di panggil pendekar kepercayaan..
"Hai. Pendekar kesayangan padepokan. Apa sesungguhnya terjadi. Mengapa jurus belum tuntas harus diperagakan”..
Terlihat dikerumuman pasar, para pengelana duduk bersandar dikursi warung. Penjual kemudian menjajakan minuman dan menghidangkan minuman didepan para pengelana.
“Tuanku. Silahkan mengaso. Minuman telah hamba hidangkan”, kata sang penjual sembari meletakkan kopi. Sekalian panganan untuk melalap minuman.
“Terima kasih, nyai”, kata sang pengelana. Sembari meneguk minuman. Melepaskan letih setelah perjalanan jauh.
Kehilangan HP beserta nomor Telphone dan KTP adalah bencana besar. Daya ledaknya melebihi berita meletusnya gunung Merapi. Menggetarkan melebihi badai tsunami.
Melaporkan ke provider “memerlukan selembar kertas” pengantar. Dulu masih bisa menggunakan surat tanda kehilangan dari Kepolisian. Sekarang dengan “Angkuh” tidak menerima lagi surat tanda kehilangan dari kepolisian. Harus KTP asli.
Wuih. Kayak malaikat aja. Tidak ada kebijaksanaan.
Sudah 2 purnama sang pertapa merampungkan mantra.. Meramu dari 9 aliran anak sungai.. Mempertemukan jurus dari seluruh pelosok negeri Astinapura.. Kesaktiannya hendak diuji dgn pendekar istana.. Yg sering salah memberikan kabar kpd Maharaja negeri Alengka..
Ketika sang mahatari hendak memasuki peraduannya.. Sang pertapa bergegas hendak ke negeri Alengka.. Mengabarkan punggawa istana hasil rapalannya..
Dalam lapangan hukum, “kriteria” mengenai barang bukti dan alat bukti mempunyai implikasi hukum yang berbeda. Mencampur-adukkan istilah ”alat bukti”, “barang bukti” dan pembuktian didalam lapangan hukum acara pidana menyesatkan.
Beberapa waktu yang lalu, dunia media maya dihebohkan penggunaan ayat-ayat suci didalam persidangan. Baik yang disampaikan oleh terdakwa maupun penasehat hukum dan Jaksa Penuntut umum.
Secara sekilas, penggunaan ayat-ayat suci untuk persidangan pidana kurang mendapatkan sorotan dari publik. Publik berkeinginan melihat persidangan untuk melihat ayat-ayat dan pasal didalam Hukum nasional.
Namun dalam praktek dunia hukum, tidak ada satupun aturan ataupun norma larangan penggunaan ayat-ayat suci didalam persidangan. Baik didalam nota eksepsi, tangkisan ataupun tuntutan dan pembelaan.
Ketika saya dihubungi teman-teman Jambi TV untuk mengikuti dialog live Kupas Abis di Jambi TV, saya hanya manggut-manggut. Yah, sekedar refresing setelah “terjebak” rutinitas sidang yang hampir menyita waktu.
Sebelum menutup pembicaraan, saya kembali bertanya.
“Siapa yang datang dari jurubicara 01 ?”, tanyaku penasaran.
“Bang Akmaluddin, bang”, katanya tegas.
Akupun manggut-manggut.
Ketika saya dihubungi teman-teman Jambi TV untuk mengikuti dialog live Kupas Abis di Jambi TV, saya hanya manggut-manggut. Yah, sekedar refresing setelah “terjebak” rutinitas sidang yang hampir menyita waktu.
Tak perlu lagi saya meriset ataupun menguasai data-data. Dengan mengikuti perkembangan politik kontemporer, saya cukup mengetahui. Kemana arah pembicaraan.
Paska Pilkada Jambi, kami terus berkabar.
Hanya satu kalimat perekat."Pilkada sudah usai. Mari kita berkonsentrasi 2024".
Kamipun tertawa berderai.. Tidak ada lagi pembicaraan Pilkada..
Judul yang dipaparkan merupakan subjudul dari SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang dari proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Depdikbud, 1984.
Didalam buku kemudian diterangkan Jambi dalam lintasan sejarah sebagai bandar Niaga Melayu dalam periode Kerajaan Melayu Jambi.