Cupak dalam arti yang dipergunakan hukum adat ada dua yakni cupak asli dan cupak buatan.
Cupak asli dalam arti sebenarnya adalah ukuran isi yang telah disepakati oleh para para penghulu, duhalang, alim ulama, dan lain-lain.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Cupak dalam arti yang dipergunakan hukum adat ada dua yakni cupak asli dan cupak buatan.
Cupak asli dalam arti sebenarnya adalah ukuran isi yang telah disepakati oleh para para penghulu, duhalang, alim ulama, dan lain-lain.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, cupak diartikan “takaran beras yg tidak tentu banyaknya. 1 cupak disamakan dengan 1/4 gantang.
Sedangkan gantang adalah ukuran isi atau takaran. Namun tidak sama pada setiap tempat.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, “Oendang-oendang Djambi” dikenal ditengah masyarakat Melayu Jambi sebagai Undang-undang Induk 8 Anak 12.
Ada juga yang menyebutkan “Pucuk 8. Anak 12”.
Setelah membahas “Koempoelan Oendang-oendang Adat Lembaga Kota Benkoelen” yang kemudian dikenal “Undang-undang adat” kemudian berlaku di “Sembilan onderafdeeling” dan “Oendang-oendang SImboer Tjahaja” yang berlaku di Palembang maka kemudian mengenal peraturan yang diterapkan di Jambi.
Syahdan. Terdengar suara gemuruh di Istana Alengka. Para Telik sandi menghadap sang Maharaja Negeri Alengka di Istana Alengka.
Terlihat suara menderu memasuki istana Astinapura. Sang Telik sandi tergopoh-gopoh menuju balairung Istana Astinapura.
“Mas, kain dan sajadah ditempat tidur. Silahkan digunakan”, kata suster ketika mengantarkan ke kamar. Kamar di retret di Palembang.
Syahdan. Suasana heboh di kerumuman pasar. Terlihat kegaduhan.
Suasana panik. Rakyat negeri Astinapura kemudian panik. Berlarian kesana kemari.
Didalam sebuah buku yang berjudul “Perdebatan pasal 33 - Dalam sidang amandemen 1945 memuat salinan otentik notulensi sidang MPR-RI 1999-2002, ada pernyataan yang menarik disampaikan oleh Prof. Sri Sumantri. Argumentasi yang disampaikan dapat membongkar tentang makna UUD 1945.
Kembali ke istilah Pemimpin Suku Anak Dalam (Orang Rimba). Menyebutkan “Suku Anak Dalam” tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang bermukim di Air Hitam, Kejasung Besar, Kejasung Kecik, Terap, Makekal Ulu dan Makekal Ilir. Masyarakat Suku Anak Dalam lebih suka berikrar sebagai “Orang Rimba”.