Ditengah-tengah kegelapan nasib Jambi, ditengah berbagai issu yang bersilewaran, ditengah-tengah kegalauan terhadap birokrasi di Jambi, Al Haris mengeluarkan perintah tegas.
Tidak berkompromi terhadap “jual beli jabatan”.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Ditengah-tengah kegelapan nasib Jambi, ditengah berbagai issu yang bersilewaran, ditengah-tengah kegalauan terhadap birokrasi di Jambi, Al Haris mengeluarkan perintah tegas.
Tidak berkompromi terhadap “jual beli jabatan”.
Alangkah kagetnya saya ketika Al Haris memulai perjalanan panjang dengan mengurusi pandemik dengan mendatangi Rumah Sakit Umum Raden Mattaher dan kemudian dilanjutkan ke Rumah Sakit Pertamina di Bajubang.
Cerita Rumah Sakit Pertamina memang terdengar “sayup-sayup sampai”. Cerita lama yang begitu melegenda.
Rangkaian panjang dan melelahkan telah usai. Perjalanan dimulai dari hiruk pikuk menjelang pendaftaraan ke KPU, Kampanye, pilkada, sidang di MK, PSU, penetapan KPU dan pelantikan benar-benar menyita energi.
Setahun lebih agenda-agenda politik praktis memaksa menghentikan berbagai kegiatan lain. Termasuk harus berjibaku menghadapi keadaan ketidakpastian, ancaman kekalahan, mencuri start ataupun mencuri suara.
Terlihat sang Pemimpin padepokan menghentikan tapa brata. Kemudian beranjak ke balairung padepokan.
Para pendekar padepokan kemudian mengelilingi sang Pemimpin padepokan. Menunggu titah dari sang Pemimpin padepokan.
“Wahai, para pendekar padepokan. Ketahuilah kalian semuanya.
Tidak dapat dipungkiri, virus corona (corona) memakan korban. Data terakhir sudah menunjukkan 2,5 juta dinyatakan positif. 2,08 juta dinyatakan sembuh. Dan 66 ribu meninggal dunia.
Sebagai data, bisa saja dibaca berbeda. Hantu horor yang mencapai 2,5 juta sudah mengerikan. Angka yang dapat dikatakan pandemik mulai menyerang berbagai lapisan masyarakat.
Dengan diiringi panji-panji kebesaran Kerajaan Astinapura, sang raja Astinapura kemudian mendatangi padepokan. Menemui pemimpin padepokan.
“Tuanku, Raja Astinapura. Ada apakah gerangan. Sehingga tuanku yang agung mendatangi padepokan hamba ini, tuanku ?’, kata sang Pemimpin padepokan. Buru-buru keluar padepokan untuk menemui Raja Astinapura.
Hampir setiap orang pernah mengalami sakit. Baik disebabkan karena penyakit bawaan ataupun penyakit akibat hidup yang tidak sehat.
Namun buku Eko Prasetyo yang berjudul Orang Miskin Dilarang Sakit, 2004, menceritakan pengalaman buruk dari sang Penulis.
Setelah menerima penobatan Tahta Istana Astinapura, sang raja kemudian mengumpulkan para adipati, para punggawa kerajaan dan dubalang raja. Sembari menerima titah.
“Tuanku Raja Astinapura. Perkenankan sembah bakti kami para adipati”, kata sang adipati. Tangannya terkatup didepan dada. Tanda berserah diri. Tanda Bakti.
Setelah perjalanan panjang, bekerja cepat menghadapi pandemik yang dimulai dari pengecekkan fasilitas pendukung RSU Raden Mattaher di Jambi, kemudian ke Bajubang, mengecek Rumah Sakit Pertamina, mampir di Bulian, Al Haris menjalankan tugasnya. Ke Bangko.
Sebelum pelantikan, Al Haris sebagai Bupati Merangin masih sebagai tuan rumah. Menyambut siapapun yang datang ke Bangko.