Usai
sudah perjalanan puasa selama sebulan penuh. Berbagai rintangan menjalani puasa
berhasil dilewati. Suara takbir dengan kalimat “mengagungkan kebesarannya” terus dikumandangkan. Suara ini kemudian
semakin menggema menjelang 1 syawal. Tanda memasuki bulan baru bulan
kemenangan.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
17 Juli 2015
13 Juli 2015
opini musri nauli : MAKNA WAKIL TUHAN
Akhirnya Suparman Marzuki Ketua Komisi Yudisial dan
Taufiqurahman Sauri komisioner KY ditetapkan tersangka. Keduanya dilaporkan
oleh Sarpin Rizaldi, Hakim Praperadilan Budi Gunawan. Saya tidak mau
berkomentar sikap dari penyidik yang kemudian “menempatkan” Ketua KY dan
Komisioner KY sebagai tersangka. Apakah procedural atau cuma persoalan teknis
penyidikan, biarlah itu menjadi ranah dari proses hokum.
Melihat Ketua dan Komisioner KY ditetapkan sebagai
tersangka menimbulkan persoalan di ranah etika.
Sebagai pelapor, Sarpin Rizaldi sebagai hakim
menimbulkan persoalan etika. Apakah dibenarkan seorang hakim membuat laporan
polisi dan bertindak sebagai masyarakat biasa.
Tidak ada ketentuan yang melarangnya. Merupakan hak
Sarpin Rizaldi sebagai manusia pribadi (naturalijkpersoon)
yang merasa “nama baiknya tercemar’.
Namun memegang fungsi sebagai “wakil tuhan”, posisi Hakim memang menjadi sasaran tembak dari
berbagai kalangan. Pihak yang dikalahkan tentu saja tidak terima putusan
pengadilan. Begitu juga dengan pihak yang menang sering merasakan keadilan dari
putusan pengadilan.
Sebagai wakil Tuhan, manusia yang bertugas sebagai
hakim memang “dikarunia” ilmu hokum
yang jumawa, memegang keadilan, menjaga nilai-nilai luhur. Jauh dari rasa ingin
dipuji dan siap dicerca.
Sebagai wakil Tuhan, hakim tetap teguh dengan
pendirian dan kukuh mempertahankan keadilan. Di tengah berbagai ancaman, teror,
pujian, hakim harus tetap memutuskan berdasarkan keadilan.
Sehingga dia rendah hati untuk menjawab berbagai
tudingan. Termasuk mereka yang terus mencerca pengadilan. Mencerca pengadilan
sudah ada norma yang mengatur. Konsep “penghinaan
pengadilan” merupakan pintu yang membentengi diri dari Hakim.
Rasa rendah hati inilah yang harus menjadi pegangan
hakim termasuk mendengarkan suara sumbang terhadap putusannya.
Dengan rendah hati inilah, tokoh-tokoh sekaliber
Bismar Siregar, M. Asikin atau Benyamin
Mangkudilaga begitu dihormati.
Ketiganya begitu tenang ketika berbagai putusan
dianggap “kontroversi” dan menjadi
bahan diskusi di kampus-kampus hokum.
Bismar Siregar “dianggap”
sebagai Hakim yang tidak mengerti hokum yang menggunakan ‘asas analogi” dalam
peristiwa pidana dianggap menabrak perangkat-perangkat hokum.
M. Asikin dianggap “tidak mengetahui hokum acara perdata” ketika mengabulkan dan
memutuskan melebihi dari permohonan (ultra petita) dari pemohon kasus di Papua.
Sebuah asas yang paling dihindarkan dalam putusan perdata.
Sedangkan Benyamin Mangkudilaga “dianggap” tidak mengerti tentang SIUPP yang mengabulkan keberatan
dari pembreidelan Tempo dkk.
Ketiganya kemudian “dianggap” tidak mengerti hokum, tidak menguasai hokum acara bahkan
tidak mengetahui perkembangan hokum.
Namun ketiganya tidak tersinggung. Bahkan tidak “berencana” membuat laporan atas
penghinaan nama baik atas berbagai komentar terhadap putusannya.
Pelan tapi pasti. Putusan Bismar Siregar, M. Asikin
dan Benyamin Mangkudilaga menjadi “landmark
decusion” putusan yang memberikan keadilan. Ketiganya kemudian menjadi “manusia” dikirimi dari langit untuk
mengurusi umat manusia.
Sehingga tidak salah kemudian public mengingatnya
sebagai pendekar hokum yang mumpuni.
Tentu saja kita kehilangan tokoh-tokoh sekaliber
mereka. Tugas “wakil Tuhan” sekarang
cuma memutuskan tanpa menggali keadilan di tengah masyarakat.
Dan kita sekarang menyaksikan putusan pengadilan yang
monoton. Kering tanpa makna.
Dan itu dimulai dari perilaku hakim yang “tidak” memaknai sebagai “wakil Tuhan” yang dikirimi Tuhan sebagai
manusia adiluhung menjaga nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
opini musri nauli : cara Membaca Perber
CARA MEMBACA PERBER[1]
Musri Nauli[2]
Ketika
PERBER [3]
kemudian dijadikan salah satu tema diskusi, maka saya kemudian menjadikan
kesempatan memotret PERBER ini secara utuh. Kesempatan melihat PERBER dilihat
dari berbagai aspek berangkat dari “good
will” dari Negara melihat persoalan kehutanan secara utuh.
09 Juli 2015
opini musri nauli : INDONESIA DARURAT ASAP
Ketika asap dari Riau dan Jambi
mengirimkan ke Singapura dan Malaysia tahun 2013, rakyat Singapura dan Malaysia
marah. Mereka mendesak Pemerintahnya untuk menegur Indonesia yang mengeluarkan
asap. Mereka meminta Indonesia harus bertanggungjawab”.
04 Juli 2015
opini musri nauli : Kesalahan gugatan Pemerintah Pembakar Asap 2014
Akhir-akhir
ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) “mempublish” langkah-langkah hukumnya untuk
menyeret perusahaan yang terbukti membakar dan penyebab asap tahun 2014[1].
Di Sumsel, KLHK mendaftarkan gugatan terhadap di PT. Bumi Mekar Hijau di
Pengadilan Negeri Palembang. Kemudian di Pengadilan Negeri Jakarta utara dengan
tergugat PT. Jatim Jaya Perkasa yang melakukan pembakaran di Desa Sungai Majo,
Rokan Hilir, Riau.
03 Juli 2015
opini musri nauli : MENCARI PEMIMPIN JAMBI
Hiruk pikuk Pilkada di Jambi sudah mewarnai
pemberitaan akhir-akhir ini di berbagai media massa. Pemilihan Kepala Daerah
telah menyita energi. Berbagai tim sukses telah merancang strategi untuk
memenangi kandidatnya.
30 Juni 2015
opini musri nauli : CPO FUND ala JOKOWI
Akhir-akhir
ini kita disibukkan wacana tentang Perpres No. 61 Tahun 2015 Tentang
Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa sawit. Perpres ini kemudian
dikenal sebagai CPO Fund. Secara sekilas, makna begitu agung “untuk menjamin
pengembangan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan, diperlukan strategi
nasional yang ditunjang oleh pengelolaan dana untuk pengembangan perkebunan
kelapa sawit yang berkelanjutan. Maknanya kemudian ditafsirkan “menghimpun
dana untuk “memastikan” keberlanjutan perkebunan sawit (sustainable).
opini musri nauli : ISLAM NUSANTARA
Wacana
Islam Nusantara memantik diskusi. Dalam term yang kukuh “mempersoalkan”
Islam, argumentasinya cukup sederhana. Islam, Ya, islam. Tidak ada Islam
nusantara.
Namun
dalam wacana yang lain, Islam Nusantara lebih mengedepankan Islam dalam konteks
Ke-Indonesiaan. Sebuah wacana untuk mengutamakan “suasana damai”,
Khas Indonesia. Mengutamakan “tauhid” Ke-esa-an, Allah SWT. Namun
menempatkan “ciri khas, budaya lokal sebagai padanan praktek
sehari-hari. Atau dengan kata lain, Tauhid “ikrar” Syahadat Kepada Zat
Tunggal namun “menempatkan” budaya lokal untuk memperkaya kebesaran
islam. Dalam konteks ini, maka berbagai budaya yang “dianggap”
mengagungkan kebesaran Islam merupakan bagian dari khas Islam di Indonesia.
23 Juni 2015
opini musri nauli : PERBEDAAN ADALAH RAHMAT
Sebagai sebuah gagasan, kita bisa saja berbeda
pendapat dengan siapapun. Baik terhadap komunitas yang sama, komunitas yang
berbeda ataupun dengan orang yang belum kita kenal sekalipun. Didalam perbedaan
itulah, maka kita bisa meyakini argumentasi kita dan bisa memami argumentasi
lawan sekalipun. Tidak ada yang benar. Tidak ada yang salah. Selama argumentasi
itu bisa dijadikan dasar untuk bersikap, maka argumentasi berbedapun kita
letakkan sebagai kekayaan sebuah tema yang kita didiskusikan.
Sekedar perbandingan, saya pernah berdiskusi
terbuka mengenai tema bagaimana hokum acara pidana menerapkan kasus Soeharto
tahun 2001. Saya menolak keras dengan alasan “sakit’ kemudian meminta agar
kasus Soeharto “dihentikan’. Menurut KUHAP, sakit hanya “menunda” bukan “menghentikan” sebuah kasus hokum.
Sebuah esensi yang berbeda dengan “menunda” dengan “menghentikan” proses hokum
kasus Soeharto. Walaupun kemudian keduanya tidak juga “bisa melanjutkan pemeriksaan
hokum terhadap Soeharto”. KPK terakhir justru menerapkan hal yang sama ketika
seorang Deputi Gubernur “Dinyatakan” sakit dan belum sama sekali diperiksa
hingga ajal menjemputnya. Hukum kemudian menempatkan terhadap “sakit” maka
pemeriksaan tidak bisa dilanjutkan. Namun tidak bisa menghentikan perkara.
18 Juni 2015
opini musri nauli : MEMASTIKAN RUANG KELOLA MASYARAKAT DI TENGAH BERBAGAI KEBUNTUAN JALUR ADVOKASI
MEMASTIKAN RUANG KELOLA MASYARAKAT
DI TENGAH BERBAGAI KEBUNTUAN JALUR ADVOKASI
Akhir-akhir
ini ketika negara seringkali absent, lalai bahkan abai, inisiatif berbagai
kelompok perusahaan menghiasi berbagai pembicaraan.
Langganan:
Postingan (Atom)