Syahdan. Suasana sunyi di padepokan. Tiada suara terdengar didalam padepokan.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Terdengar suara kegaduhan di pasebanan Istana Astinapura. Para punggawa berkerumuman mendengarkan kabar dari telik sandi.
Di Marga Batin Pengambang, “belukar tuo” dipadankan dengan “empang kerenggo”. Empang krenggo juga sering dipadankan dengan “mengepang” atau “belukar tuo” dan belakar lasah”. Artinya daerah yang telah dibuka namun sudah lama ditinggalkan. Dan tidak dirawat. Di daerah hilir dikenal “Larangan krenggo”.
Di Batin II Ulu, “Belukar” atau “sesap” adalah Daerah yang telah dibuka namun belum ditanami.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata “belukar” adalah tumbuhan kayu-kayu kecil dan rendah. Atau Tanah yang ditumbuhi kayu-kayuan Kecil dan rendah.
Makna “Sudah menjadi rimba” diartikan sebagai kesalahan yang tidak dapat diperbaiki lagi. Biasa dikenal dengan istilah “bersesapan”.
Syahdan. Terdengar suara di padepokan.
Para pendekar mengelilingi Pemimpin padepokan. Mendengarkan titah dari Pemimpin padepokan.
Namun tema mudik yang lebih menarik dilihat dari ranah antropologi. Terlepas dari istilah mudik yang kurang tepat menggambarkan suasana menjelang Idul Fitri, tema mudik juga harus dipahami dengan cara pandang orang Indonesia.
Terdengar kehebohan dikerumuman tengah pasar. Para pengelana kemudian mengitari warung sembari mendengarkan cerita dari sang pengawal kerajaan.
“Tuanku, Benarkah murka Raja Alengka kepada Raja Astinapura ?’, tanya suara dikerumuman pasar.
Tidak dapat dipungkiri, membicarakan puyang tidak dapat dilepaskan dari tempat yang ditemukan ornamen dan artefak sebagai kebudayaan adiluhung zaman megalitikum justru menampakkan sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan yang menjunjung tinggi dalam kehidupan.
Syahdan. Terdengar kehebohan dan gegar di Kerumuman Pasar.
“Tuanku, siapakah pendekar muda yang berani menantang para pendekar yang selama ini sudah terbukti kesaktiannya ?”, sang pendekar muda bertanya kepada para pengelana.
Ketika salah seorang jemaat FB mengabarkan ketidakmengertian masyarakat Indonesia yang begitu semangat untuk “mudik” berhadapan dengan anjuran dari berbagai pihak agar tidak mudik, maka pernyataan itu kemudian memantik polemik.