08 Mei 2021

opini musri nauli : Belukar (2)



Di Marga Batin Pengambang, “belukar tuo” dipadankan dengan “empang kerenggo”.  Empang krenggo juga sering dipadankan dengan “mengepang” atau “belukar tuo” dan belakar lasah”. Artinya daerah yang telah dibuka namun sudah lama ditinggalkan. Dan tidak dirawat. Di daerah hilir dikenal “Larangan krenggo”.


Di Batin II Ulu, “Belukar” atau “sesap” adalah Daerah yang telah dibuka namun belum ditanami. 

Seloko ini juga dikenal di Marga Batang Asai dengan istilah “umbo rimbo”, “belukar tuo” dan “umo sesap”. 


“Umo rimbo” adalah “pembukaan tanah”. Umo belukar tuo adalah tanah yang telah dibuka namun kemudian ditinggalkan. Sedangkan “umo belukar mudo” adalah tanah yang telah ditinggalkan namun masih terdapat tanaman mudo. Sedangkan “umo sesap” kebun yang telah ditinggalkan pemiliknya atau tidak dirawat. 


“Empang krenggo”, “mengepang”, ”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”, dapat dipadankan dengan istilah seloko seperti  “Mati tanah. Buat tanaman” dan “Larangan krenggo” adalah Seloko yang menunjukkan tanah yang telah dibuka maka harus ditanami paling lama 3 tahun. Dan kemudian harus dirawat. Biasa dikenal di Marga Pelepat. 


Apabila makna belukar mudo, belukar tuo”, “belukar lasah”, “sesap rendah jerami tinggi”, “mati tanah. Buat tanaman”, “perimbun”, “tunggul pemarasan”, “empang krenggo”, “larangan krenggo” diletakkan dalam sistem hukum Tanah dapat dilihat didalam berbagai regulasi. 


Berbeda dengan Hukum Tanah yang diatur didalam KUHPer (kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang mengatur lepasnya hak milik benda tidak bergerak selama 30 tahun sebagaimana diatur didalam pasal 1963 BW, di masyarakat Melayu Jambi dikenal “empang krenggo”, “mengepang”,”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “Mati tanah. Buat tanaman” “Larangan krenggo”.


Padahal dengan melihat seloko “belukar mudo, belukar tuo”, “belukar lasah”, “sesap rendah jerami tinggi”, “mati tanah. Buat tanaman”, “perimbun”, “tunggul pemarasan”, “empang krenggo”, “larangan krenggo” adalah tanah terlantar.


Sehingga masyarakat Melayu Jambi pengaturan mengenai tahah membuktikan hak terhadap tanah kemudian dikenal daluarsa. 


Putusan MA justru mengakui tentang daluarsa. Putusan MA No. 348 PK/Pdt/2011, Putusan MA No. 622 K/Pdt/2012 dan Putusan MA No. 410 K/Pdt/2011 dan Putusan MA No. 979/K/Sip/1971.


Dengan demikian maka berbagai seloko seperti “belukar mudo, belukar tuo”, “belukar lasah”, “sesap rendah jerami tinggi”, “mati tanah. Buat tanaman”, “perimbun”, “tunggul pemarasan”, “empang krenggo”, “larangan krenggo” adalah Tanah terlantar. 


Sehingga terhadap Tanah terlantar berdasarkan Pasal 1963 BW dan berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung, maka terhadap Tanah terlantar, pemilik menjadi lepas terhadap tanahnya. 


Baca : Belukar (1)