Menyusuri
jalan lintas Sumatera yang biasa disebut Lintas Sumatera tengah, dikenal daerah
Batin V. Batin V berpusat di Sarolangun.
Wilayah
Marga Batin hanya menyebutkan Sarolangun. Didalam Peta Belanda 1920
“Schetskaart Residentie Djambi – Adatgemeenschappen (Marga’s), hanya
menyebutkan “Sarolangoen”.
Didalam
tutur di masyarakat Lidung, kata “sarolangun” berasal dari kata “saro” dan
“melangun”. Saro berarti “menderita, susah”. Sedangkan kata “melangun” berarti
berdagang dengan berlayar. Makna kata “saro” melangun, berarti perjalanan yang
ditempuh cukup menderita didalam perdagangan.
Sarolangun
menjadi “onderafdeeling” bersamaan dengan dengan onderafdeeling Muara Bungo,
Bangko, Tebo dan Tembesi.
Sarolangun
adalah nama kecamatan yang termasuk kedalam Kabupaten Sarko (Sarolangun –
Bangko). Sarolangun kemudian menjadi Kabupaten yang terpisah berdasarkan UU No.
54 Tahun 1999 bersamaan dengan pemekaran kabupaten Tanjabtim, Kabupaten Muara
Jambi dan Kabupaten Tebo.
Marga
Batin V terdiri dari Dusun Ladang Panjang, Dusun Pakuan Baru. Dusun Senaning,
Dusun Tanjung Putus, Dusun Alai.
Disebut
Dusun Ladang Panjang disebabkan “biar beladang yang panjang”. Ladang adalah
persawahan kering, musiman dan ditanami tanaman seperti padi.
Maksudnya
adalah ladang disusun berbaris yang memanjang.
Disebut
Dusun Pakuan Baru karena terdapat penyebarangan di Sungai Tembesi yang sekarang
terletak di Kota Sarolangun.
Sedangkan
disebut dengan Tanjung Putus karena terdapat tanjung yang emudian tidak ada
lagi muara sehingga bertemu dengan Sungai Tembesi yang memanjang kemudian
bertemu dengan Sungai Batanghari di Muara Tembesi. Sehingga Tanjung kemudian
“memutus”. Memutus diartikan sebagai Tanjung yang telah putus.
Senaning
adalah adalah nama tumbuhan Perdu. Di dusun Senaning banyak terdapat tumbuhan
perdu. Sehingga Dusun ini kemudian disebut sebagai Dusun Senaning.
Disebut
dengan Dusun Alai karena di dusun ini terdapat tumbuhan Kedaung. Sehingga
kampong ini kemudian disebut “Dusun alai”.
Sejarah
“puyang” Batin V terdapat berbagai versi. Versi pertama disebutkan pada masa
kerajaan Jambi, seorang Cokro Aminoto berasal dari Dusun Biaro menyusuri Batang
Asai. Batang Asai adalah Sungai yang berasal dari Marga Bating Pengambang yang
kemudian mengilir ke Sungai Tembesi.
Sebagian
masyarakat meyakini “Rio Depati Jayaningat Singodilago”.
Penyebutan
nama “Singodilago” merupakan nama dari Kerajaan Jambi. Waktu itu Kerajaan Jambi
masih bernama Kerajaan Tanah Pilih. Dengan penyebutan nama Kerajaan Jambi dan
Raja Singodilago membuktikan, cerita Kerajaan Tanah Pilih hidup di tengah
masyarakat.
Rio
Depati Jayaningrat Singodilago kemudian menetapkan wilayah Marga Batin V yang
ditandai dengan “Kayu Sialang Belantak Besi”.
Sialang
adalah nama pohon yang terdapat lebah. Sedangkan Belantak Besi adalah batas
wilayah Jambi dengan Sumsel yang selalu disebutkan didalam Tembo wilayah Jambi.
Setelah
berada di tempat Lidung, maka bertemunya masyarakat dari 3 suku yaitu Suku
Senaning, Tanjung Putus dan Dusun Alai. Pertemuan ketiga suku di daerah lidung
kemudian menganggap sebagai tempat berlindungnya dari serangan luar.
Penyebutan
Lindung kemudian dengan pengucapan dialek kemudian disebut “lidung” yang
kemudian menjadi Dusun Lindung.
Sedangkan
cerita versi kedua adalah “puyang” berasal dari Jawa Mataram. Kemudian
menyusuri Tungkal, terus ke Jambi. Di Sungai Asam kemudian mampir di Pinang
Belarik.
Di
Sungai Asam, kemudian mengikat biduk. Disanalah kemudian “jatuh pinang berwarna
kuning”
Cerita
ini juga dikenal sebagai hikayat Putri Selaras Pinang Masak.
Setelah
itu kemudian menyusuri Sungai Nibung dan bertemu batu putih dan kemudian
menemukan batu hitam. Batu putih kemudian ditetapkan sebagai batas wilayah
Jambi. Sedangkan batu hitam merupakan wilayah Sumsel.
Batu
hitam kemudian dikenal sebagai daerah DAS Air hitam yang hilir sungainya
kemudian langsung berbatasan langsung dengan wilayah Sumsel.
Daerah
ini kemudian masuk kedalam Taman Nasional Berbak yang langsung berbatasan
dengan Dangku-Sembilang.
Sungai
Asam adalah nama tempat yang terdapat di Kota Jambi dekat Jembatan Makalam.
Sedangkan “belarik” adalah berbaris memanjang. Dengan demikian, maka Pinang
Belarik adalah tanaman pinang yang berbaris teratur rapi dan memanjang.
Barisan
pinang memanjang (belarik), masih bisa dijumpai terutama di daerah hilir
Propinsi Jambi seperti di Marga Sabak, marga Kumpeh, Marga Jebus, Marga
Dendang, Marga Tungkal Hilir.
Pinang
adalah salah satu komoditi utama yang diekspor dalam jalur perdagangan di Selat
Malaka.
Tome
Pires didalam buku klasiknya “Suma Oriental” menyebutkan jalur lintas
perdagangan di daerah Muara Sabak. Sabak kemudian diidentikkan dengan “Zabag”
yang dceritakan orang Arab, Abu Zayd.
Sedangkan
catatan arkeologi Uka Tjandrasasmita maupun “undang-undang Negeri Jambi”, Muara
Sabak merupakan salah satu pelabuhan besar yang terletak di tanah Tungkal.
Setiap Dusun dipimpin oleh Rio. Namun sebagai Dusun Induk, maka Dusun Lidung sering disebut sebagai Kepala Batin. Kepala Batin yang menyelesaikan perselisihan antara Dusun Tanjung Alai, Dusun Senaning dan Dusun Alai.
Begitu
juga wilayah Ujung Tanjung yang diberi gelar Rio Bagindo merupakan wilayah
“Sebiduk luncur. Sekokok ayam. Pemberian wilayah ini juga dikenal di Marga
Pelepat, Marga VII Koto.
Wilayah
Lidung kemudian berbatasan dengan Lebung Besiak di desa Karang Mendapo. Lidung
dengan Ladang Panjang ditandai dengan Lubuk Butak, Sungai Tambik. Lidung dengan
Tanjung dengan Danau Bulen dengan Memantik terang. Sedangkan Lidung dengan
Sarolangun ditandai dengan Nepal Belang, Mumpo Belarik, Sungai batu dan talang
Andil.
Baca : istilah marga di Jambi