Akhir-akhir ini
kita kemudian “dikejutkan”
pengetahuan yang sudah diajarkan dari bangku sekolah dasar kemudian “dipersalahkan”. Entah darimana “sebabnya”, tiba-tiba issu ini kemudian
menggelinding.
Secara sekilas
saya memperhatikan video youtube yang memuat penjelasan berapi-api menjelaskan
bumi datar. Dan sampai saya kemudian menyadari, bagaimana seseorang yang
menjelaskan bumi datar sebagai pemikiran yang berangkat dari penjelasan yang
terpotong-potong, tidak dibantu ilmu pengetahuan dan tentu saja tidak mau
menggali ilmu pengetahuan dari segi lain.
Secara
teoritik, sudah banyak penjelasan tentang ilmu pengetahuan bumi berbentuk
bulat. Tulisan ini akan melihat dari alam sebagai ilmu pengetahuan dari sudut
pandang nalar dan logika berfikir.
Pertama. Saya
tidak mengajak melihat bentuk bumi dari udara. Karena science ini pasti banyak
ditolak. Tapi saya mau mengajak berfikir sederhana. Bagaimana putaran bumi
sehingga kita mengenal Siang (matahari yang menyinari bumi) dan malam hari
(ketika bulan terlihat jelas). Dari sinilah kita kemudian mengetahui, pasti ada
sesuatu yang sudah dipikirkan 2500[1]
tahun yang lalu. Dan pengetahuan itu kemudian semakin matang ketika abad 14-an[2].
Kedua. Apabila
bumi ini datar, maka bisa dipastikan, kita bisa melihat kapal berlayar hingga
sampai ke tempat tujuan tanpa kemudian kapal hanya bisa dilihat cuma cerobong
asapnya.
Ketiga. Mengapa
kita enggan melihat catatan “Itsing”
dari Tiongkok yang kemudian mampir di Pantai Timur Sumatera atau catatan
pelayaran pelaut Sulawesi hingga ke Madagascar (Afrika). Catatan perjalanan
mereka dari abad VI – VIII m.
Dalam catatan
disebutkan “angin mati” dan “angin hidup”. Angin hidup adalah angin dari timur sehingga membawa pelayaran dari
Indonesia ke Tiongkok, India, Persia maupun Ottaman Turki. Sedangkan “angin mati” adalah angin dari barat ke arah timur.
Putaran masing-masingnya dikenal 6 bulan. Membawa hasil rempah-rempah kemudian
datang membawa sutera, tekstil, mesiu, emas dan keramik.
Catatan lain
juga menyebutkan “negeri diatas matahari”
dengan merujuk kepada negeri-negeri di Timur. Sedangkan “negeri dibawah matahari” kemudian merujuk kepada negeri-negeri
seperti Tiongkok, India, Persia dan Ottaman Turki.
Negeri diatas
matahari kemudian dikenal sebagai arah timur. Sedangkan “negeri dibawah matahari” sebagai arah barat.
Istilah “angin hidup” dan “angin mati” juga sering disebut sebagai arah mata angin.
Di tengah
masyarakat, menunjuk arah matahari dikenal dengan istilah “matahari hidup” dan “matahari
mati”. Matahari hidup adalah arah timur. Sedangkan matahari mati adalah
arah barat.
Pengetahuan
local tentang sungai juga ditandai dengan istilah “matahari hidup” dan “matahari
mati”. Muara air Sungai ke “arah
matahari hidup” ditandai dengan ikan seperti “ikan lais, ikan baung, ikan toman[3]”.
Sedangkan Muara air sungai ke “arah
matahari mati” ditandai dengan ikan semah, ikan batok dan ikan gabus[4].
Perjalanan
keliling dunia kemudian mampir di Pantai Timur Sumatera telah dituliskan.
Di Jambi sendiri,
dikenal istilah kata “Zabag”[5].
Budihardjo didalam Buku “Perkembangan Ekonomi Masyarakat Daerah Jambi :
Studi Pada masa Kolonial”, menyebutkan erat dinamisnya hubungan antara
kota-kota hulu, seperti Padang Roco, Muara Tebo, Muara Bungo, Muara Tembesi,
Muara Bulian, Jambi, Muara Jambi, Muara Zabag, Kuala Tungkal, Perairan Riau,
Selat Malak, Jawa, Asia Timur dan Asia selatan. Kebutuhan hulu-hilir
dilaksanakan dengan barter seperti kain sutera, keramik, tekstil China atau
India yang kemudian diganti dengan rempah-rempah seperti kayu wangi. Pada tahun
1550-an hingga akhir abad 17, Perdagangan mulai ke komoditi lada.
Berita Arab[6]
juga menyebut nama “Zabag” yang
identik dengan “Muara Zabag”. A.B Lapian, menyebutkan Jambi termasuk
Muara Sabak, Kuala Tungkal merupakan daerah “the favored commersial coast”.
Bahkan Elizabeth
Locher-Scholten menyebutkan tahun 1616 Jambi sudah menjadi pelabuhan terkaya
kedua di Sumatera setelah Aceh. Muara Sabak
kemudian menjadi Ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Sedangkan Kuala
Tungkal menjadi Ibukota Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Jambi.
Keempat.
Mengenal bumi apakah datar atau bumi bulat dapat diketahui dari bola dunia (globe). Dalam masa pramodern, catatan
perjalanan dikumpulkan oleh Al Idrisi[7].
Ilustrasi peta ini kemudian diletakkan
ilustrasi Kitab Nuzhat al-Mushtaq miliknya, (Opus Geographicum). Al-Idrisi
menginspirasi pakar geografi Islam lainnya seperti Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun,
Piri Reis dan Barbary Corsairs. Petanya juga menginspirasi Christopher Columbus
dan Vasco Da Gama pada 4 abad kemudian.
Dengan “koresprodensi”nya, Alfred Russel Wallace bertemu “gagasan” dengan Charles Darwin berhasil
memetakan tentang “keunikan” burung
tropis dan kupu-kupu. Keduanya kemudian berhasil melahirkan Teori evolusi.
Namun kemudian dipelintir oleh sebagian kalangan yang kemudian “menghina” menjadi “manusia berasal dari monyet”.
Wallace kemudian berhasil
membuktikan bumi bulat di atas sungai Bedford, Inggeris tahun 1870. Nama Alfred
Russel Wallace dikenal di Maluku Utara.
So. Jadi mengapa kita mau
berfikir tentang bumi datar yang sudah dipikirkan 2500 tahun yang lalu, Sedangkan ilmu geografi sudah menjawabnya.
Belum lagi catatan perjalanan berbagai petualang dunia yang bisa membantu kita
menjawab bentuk bumi.
[1] Aristoteles mengeluarkan argumentasi dimulai dari
Kapal yang muncul dan tenggelam di horizon (batas terjauh dan bisa teramati). Argumentasi
ini kemudian diikuti Archimedes. Ptolemeus kemudian dapat menentukan posisi
matahari, bumi dan bulan. Sejak itu, debat tentang bentuk bumi tidak pernah
lagi dibahas sejak Yunani Kuno.
[2] Bahkan Nicolas Copernicus kemudian berhasil
menyebutkan Matahari sebagai pusat tata surya (Heliocentrism). Menggeser teori
sebelumnya yang menganggap Bumi sebagai pusat tata surya (Geocentrism).
Menggeser teori sebelumnya yang didukung kaum agamawan. Copernicus kemudian
didukung oleh Galileo Galilea.
[3]
Pertemuan di Desa Teluk Raya, Kumpeh, Muara Jambi, 9 Mei 2015
[4]
Sungai Ipuh, Selagan Raya, Muko-muko, Bengkulu, 15 Juli 2016
[5]“Perkembangan ekonomi masyarakat
daerah Jambi- studi pada masa Kolonial” menerangkan “Sungai Batanghari
kemudian mengilir hingga Muara Zabag dari hulu Tanjung Samalindu
[6] Catatan Bani Ummayah (661-680
masehi), jalur rempah-rempah tidak ingin tergantung dai bangsa China yang
mengimpor dari Muara Jambi (Kerajaan Melayu Tuo) dan Muara Sabak sebagai jalur
Kerajaan Sriwijaya. Dan kemudian pada abad ke 7 Raja Jambi yang bermukim di
Muara Sabak yang bernama Kalitawarman (sebagian lagi menyebutkan “Sri
Maharaja Luki Tawarman) kemudian masuk Islam yang menganut mazhab ahlul
Sunnah Wal Jamaah.
[7] Abu
Abdullah Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti atau Al-Idrisi (1100 – 1165 atau 1166)adalah pakar geografi,
kartografi, mesirologi, dan pengembara yang tinggal di Sisilia, tepatnya di
istana Raja Roger II