Dalam konsepsi sistem hukum Eropa Kontinental yang menjunjung negara hukum (rechtstaat) dikenal istilah Legalitas. Secara harfiah asas legalitas adalah pengakuan atas hukum yang tertulis. Hanya hukum yang diatur dan tertulis yang menjadi hukum. Diluar daripada itu, maka penegak hukum tidak dapat menjerat seseorang apabila tidak ada aturan yang mengaturnya secara tertulis.
Asas ini cukup lama berkembang dan dianut oleh sistem hukum Eropa kontinental. Terlepas dari berbagai kekurangan dan kritik kita kepada lambatnya hukum mengikuti perkembangan zaman, namun asas ini sudah menjadi pengetahuan dalam diskursus hukum.
Di Indonesia sendiri, rumusan ini sudah tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
Pasal 1 ayat (1) KUHP menurut rumusannya dalam bahasa belanda berbunyi ““Geen feit is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane wettelijke strafbepaling” yang artinya “tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut UU yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri”
Dengan memperhatikan pasal 1 ayat (1) KUHP, maka para ahli kemudian merumuskannya
bahwa hukum pidana yang berlaku di negara kita itu merupakan suatu hukum yang tertulis
bahwa undang-undang pidana yang berlaku di negara kita itu tidak dapat berlaku surut.
bahwa penafsiran secara analogis itu tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan UU pidana.
Dengan demikian lahirlah adagium “nullum delictum, nulla poena sine lege praevia poenali”. Hanya hukum yang tertulis sajalah yang dapat menentukan apakah suatu norma hukum itu telah dikaitkan dengan suatu ancaman hukuman menurut hukum