Tidak dapat dipungkiri, berbagai dokumen yang tersimpan rapi di Universitas Leiden, Belanda menggambarkan pola komunikasi surat menyurat antara Kerajaan Belanda dengan penguasa Kerinci.
Sebagaimana dituliskan oleh Hafiful Hadi Sunliensyar, naskah-naskah yang didalam literatur disebutkan aksara Jawi didokumentasikan dan dialihbahasan oleh Voorhoeve.
Naskah-naskah Jawi yang diteliti oleh Voorhoeve pada 1941-1942. Voorhoeve dalam penelitiannya telah mendokumentasikan sekitar 89 naskah beraksara Jawi yang ditulis pada kertas
Di antara 89 naskah tersebut, sekitar lima puluhan di antaranya merupakan surat-surat kerajaan yang dikirim kepada penguasa Kerinci. Surat-surat kerajaan tersebut berasal dari Kerajaan Islam yang merupakan jiran dari wilayah Kerinci yaitu Jambi, Minangkabau dan Inderapura.
Naskah Jawi adalah naskah yang ditulis menggunakan aksara Arab-Melayu atau disebut pula sebagai aksara Jawi.
Penggunaan aksara Jawi kemudian berkembang seiring dengan banyaknya kerajaan bercorak Islam yang berdiri dan berkembang di Nusantara sejak abad ke-16 M. Penggunaan aksara Jawi tertua pada naskah terdapat di dalam surat yang dikirim oleh Sultan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja João III dari Portugis, berangka tahun 928 Hijriah (1521-1522 M). Aksara Jawi ini juga digunakan oleh para penguasa Jambi dan Minangkabau dalam berbagai surat-suratnya yang dikirim ke berbagai wilayah termasuk ke wilayah Kerinci.
Hafiful Hadi Sunliensyar menjelaskan dengan adanya dokumen dan naskah maka dapat menggambarkan latar belakang historis dalam teks.
Hafiful Hadi Sunliensyar berkonsentrasi terhadap tiga naskah untuk Depati Suka Menggala di Tanah Sleman, Kerinci. Sedangkan naskah lain adalah surat yang dikirimkan untuk Depati Empat.
Pada umumnya surat bertanggal. Dibubuhi cap kerajaan. Berisikan nama-nama pemberi atau yang mengeluarkan naskah, jenis naskah, nama-nama penerima naskah dan tujuan dikeluarkannya naskah.
Surat juga bertanda Kepala surat berisi tentang penjelasan pendirian dan dasar kerajaan Minangkabau yang dimulai dari Nabi Adam sampai Iskandar Zulkarnain.
Yang menarik adalah piagam Kerinci. Berisikan Kitab Undang-Undang Minangkabau dari Kota Manindjau.
Hafiful Hadi Sunliensyar kemudian menyebutkan Kota Manindjau yang dimaksud adalah Koto Majidin, salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Mendapo Karamanten atau Mendapo Kemantan di Kerinci
Naskah kuno yang ditulis dengan aksara Rejang dari Sekungkung. Naskah dimiliki Depati Sandaran Agung. Naskah aslinya dimiliki oleh Depati di Seleman. Dan naskah Inderapura yang dimiliki oleh Depati di Kemantan.
Namun aksara Rejang dikoreksi oleh Ulu Kozok. Menurutnya itu bukan aksara Rejang. Tapi aksara incung. Memiliki kemiripan bentuk dan satu rumpun aksara.
Kemudian didalam naskah ditemukan cap Pangeran Suta Wijaya. Cap ini juga ditemukan di Renah Kemumu. Renah Kemumu termasuk kedalam Marga Serampas. Sekarang menjadi Desa Renah Kemumu termasuk kedalam Kecamatan Jangkat, Merangin.
Makna dari naskah diantaranya (1) Hijrah Nabi ”Sallallahu alaihi wa Sallam”, telah seribu seratus enam (2) tahun pada tahun waw, pada bulan Rabiul Akhir pada enam hari bulan pada malam Jum’at (3) pada waktu Isya, dewasya itu Duli Pangiran Suta Wijaya menggaduhkan (4) piagam kepada Depati Suta Menggala. Serta titah duli Sultan, adapun (5) Tanah Saliman itu selubuk sehukur sedanaunya dan menteri (6) sambilan pamangku lima dan tiga puluhnya dan segala cupak gantangnya, (7) semuwa kamu, sehadat Depati Suta Menggala. Jikalau tiyada menurut (8) perintah Depati Suta Menggala yang benar, jikalau menterinya sedenda men (9) teri jika pemangku sedenda pemangkunya, jika tiga puluhnya sede (10) nda tiga puluhnya, jika cupak gantangnya sedenda cupak gantangnya. Itulah (11) titah duli Pangiran hubaya-hubaya jangan kamu laluwi seperti titah duli (12) pangiran yang digaduhkan kepada Depati Suta Menggala. Tammat iyang (13) menyuratnya Encik Marah orang hiya. ha-ha-ha (ditulis secara vertikal).
Naskah yang dikeluarkan oleh Pangeran dari Kesultanan Jambi yang bergelar Pangiran Suta Wijaya kepada salah seorang depati di Kerinci yang bergelar Depati Suta Menggala. Piagam yang dikeluarkan pada 06 Rabiul Akhir 1106 Hijriah atau 17 November 1694 M ini,secara ringkas berisi pengakuan pihak Kerajaan yang diwakili oleh Pangiran.
Naskah lain berisikan (1) Ini surat piagam digaduhkan Sultan Ingalaga (2) kepada Dipati Suta Menggala telalu Pati Sambilan, (3) jikalau angga’ iya menju(n)jung Dipati Suta Mang (4) gala sah danda Dipati Suta Menggala, tiga puluhnya (5) pun demikian juga dandanya itulah bunyinya (6) titah Sultan,