09 April 2021

opini musri nauli : Barang Bukti dan Barang Sitaan


 Dalam praktek hukum acara pidana, biasa dikenal Barang bukti dan barang sitaan. Didalam KUHAP, kekuatan barang bukti diperoleh apabila dihubungkan dengan alat bukti sebagaimana diatur didalam Pasal 184 KUHP. Alat bukti terdiri dari saksi, saksi ahli, surat, petunjuk dan keterangna terdakwa.


Mengenai barang bukti, memberikan keyakinan kepada hakim untuk adanya terjadi peristiwa pidana. Dengan adanya barang bukti, maka hakim dapat menghubungkan antara keterangan saksi dengan saksi lainnya, antara saksi dengan ahli, antara keterangan saksi dengan keterangan terdakwa. Sehingga hakim dapat membuat pertimbangan (legal reasing)


Setelah terhadap status barang bukti ditentukan oleh putusan hakim misalnya dirampas untuk negara, dirampas untuk dimusnahkan, dikembalikan kepada pihak ketiga, maka status barang bukti menjadi pasti dan jelas.


Sebelum menentukan status barang bukti, penyidik dengna kewenangannnya kemudian melakukan penyitaan. Penyitaan diperlukan agar status barang sitaan tidak beralih atau berpindah tangan sehingga tidak mengganggu proses pemeriksaan dan status barang bukti itu sendiri.