JAMBI – Sidang lanjutan perkara dengan terdakwa pelaku teror bom di JPM Trona, Dedi Busriadi (18), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) kemarin (5/2). Sidang dimulai sekitar pukul 12.30 WIB dipimpin hakim ketua NJ Marbun.
Agenda sidang mendengarkan keterangan dari saksi ahli.
Sidang dihadiri terdakwa didampingi salah satu dari empat kuasa hukumnya, Musri Nauli. Hadir juga jaksa penuntut umum (JPU) Hendri Lubis.
Saksi ahli yang didatangkan adalah Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Jambi dr H Chaery Surjadi Indra SPkj, yang juga psikiater.
Dalam keterangannya, Chaery mengatakan telah mengobservasi terdakwa selama seminggu sejak 10 November 2008. Yang diobservasi di antaranya kesadaran, sikap dalam pemeriksaan, dan konsenterasi.
Hasilnya, kata Chaery, cukup baik.
Menurut Chaery, ilusi, halusinasi, maupun waham tidak ada dalam diri terdakwa berdasarkan hasil observasi itu. Ia menegaskan, dari hasil pemeriksaan, terdakwa tidak menderita gangguan jiwa berat.
“Korban hanya menderita gangguan IQ. Namun IQ dan jiwa adalah suatu pemeriksaan yang berbeda,” ujar Chaery yang menyatakan bahwa pemeriksaan tingkat IQ terdakwa dilakukan psikolog.
Dan dari hasil tes IQ yang dilaksanakan, IQ terdakwa hanya 72 di bawah normal (underline). Namun terdakwa masih dapat mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukan.
“Masih dapat membedakan baik dan buruk walaupun dapat dikatakan kurang,” jelasnya. Jadi, kata Chaery lagi, kecenderungan korban adalah mencari perhatian orang banyak.
Selain mendengarkan keterangan saksi ahli, agenda dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan terdakwa.
Dari keterangannya, terdakwa yang bercita-cita menjadi anggota DPR itu mengatakan, teror yang dilakukan semata-mata hanya agar di Jambi ada berita yang menghebohkan.
“Dan kami bisa terkenal,” katanya.
Menurut dia, tidak ada perencanaan sama sekali dalam melakukan teror bom itu. Ia melihat adanya satuan tim penjinak bom Gegana yang dimiliki oleh kepolisian memacunya untuk melakukan teror itu. “
Daripada tim gegana dak ado gawe, makan gaji buto be, makanya kami neror bom, jadi orang tu ado gawe jugo,” katanya di hadapan hakim.
Ia mengatakan, perbuatan yang dia lakukan telah melanggar hukum ketika sudah dalam penjara.
Menurut dia, tidak apa-apa menjadi terdakwa asal bisa dikenal orang banyak.
Di akhir sidang, orangtua laki-laki terdakwa menyela untuk mengatakan kepada hakim bahwa ia tidak terima dengan keterangan ahli yang mengatakan anaknya sehat mental. “Dari keterangannya saja bisa dilihat dia seperti apa,” ujarnya.
Sidang kemudian dilanjutkan pada 19 Februari 2009 dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU.(lyn)
Jambi Independent, 6 Februari 2009.
http://www.jambi-independent.co.id/home/modules.php?name=News&file=print&sid=10830