Masih ingat ketika protes dan gelombang penolakan terhadap RUU KPK dan terpilih paket pimpinan KPK setahun yang lalu.
Gelombang besar penolakkan kemudian diterima sebagai bagian kritik publik terhadap RUU KPK.
Sebagai Lembaga negara, KPK harus tetap dikritik. KPK harus independent. Demikian kesan yang kuat saat itu.
Belum usai pembahasan RUU KPK, terpilihnya pimpinan KPK diterima dengan apatis. Terlepas dari nama-nama yang menjadi pimpinan KPK, kesan publik mulai tidak respek lagi dengan KPK.
Namun seorang temanku berbisik. Dengan pelan dia berkata. “Tenang, ketua. Ada kak Lili. Dia komit, kok dengan agenda pemberantasan korupsi SDA”. Sembari menunjukkan berbagai agenda pertemuan dengan KPK.
“Tidak ketua. Saya mungkin menjadi masyarakat biasa saja. Mendukung KPK dengan cara saya”, kataku menghindar. Sembari menjadi masyarakat biasa tentu saja pandanganku tidak mewakili siapapun.
“Pergantian kekuasaan harus terjadi. Sekarang kita yang lagi leading. Masa mereka aja yang bisa berbicara dengan KPK”, katanya meneguhkan.