Semalam saya kedatangan teman-teman Jurnalis, Sahabat dan handai taulan. Merayakan Idul Fitri.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Membicarakan Islam di Minangkabau tidak dapat dilepaskan dari Syekh Burhanuddin. Salah seorang ulama besar yang Hidup di ranah Minangkabau.
Syekh Burhanuddin tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang dengan Syekh Abd Al-Ra’uf Al - Fansuri dan Tarekat Syattariyah.
Suasana sunyi di padepokan. Pemimpin padepokan dan para pendekar Sedang merapalkan mantra dan Ajian dari kitab. Kitab yang diwariskan dari leluhur padepokan.
Sementara itu Datuk ri Bandang pergi dari kerajaan Luwu menuju wilayah lain di Sulawesi Selatan dan kemudian menetap di Makassar sambil melakukan syiar Islam di Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, lalu dikemudian hari sang ulama itu- pun akhirnya wafat di wilayah Tallo.
Dato Ri Tiro
Dato ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad, dengan gelar Khatib Bungsu adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan serta Kerajaan Bima di Nusa Tenggara sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya. Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung serta Datuk ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah timur nusantara pada masa itu.
Ditengah serbuan arus informasi begitu cepat, berhimpitan berbagai informasi yang terserak didunia maya, keinginan untuk membuat masyarakat Indonesia membaca justru terpinggirkan. Kalah dengan arus informasi yang hanya menyediakan judul tanpa harus bergelut memahami konteks.
Kebesaran Minangkabau di Nusantara tidak dapat dipungkiri. Berbagai ornamen, jejak hingga perjalanan hingga ke Timur Indonesia membuat, Minangkabau menjadi sorotan dalam histografi Islam di Nusantara.
Didalam buku “Sejarah Datokarama (Abdullah Raqie) - Pembawa islam dari Minangkabau Ke Sulawesi Tengah”, yang dituliskan oleh Nurdin dkk, IAIN Palu, 2018 membuka tirai tentang sejarah Dato dari Minangkabau ke Palu.
Tidak dapat dipungkiri, menyebutkan Tuan Guru Haji Ahmad Fakir” dapat dilihat didalam karya Disertasi DARMADI SALEH yang berjudul HAJI AHMAD FAQIR AL–KERINCI SUMBANGAN DAN PEMIKIRANYA DALAM PERKEMBANGAN ISLAM DI KERINCI – JAMBI - INDONESIA”.
Di desa Rantau Bidaro, terdapat lahan pertanian berupa sawah, luasnya mencapai 30 hektar tetapi yang dikelola masyarakat sekarang ini sekitar 15 Hektar dan yang berhak menanam di lahan tersebut adalah keturunan nenek 4, yaitu kalbu Rendah, kalbu Solok, kalbu Cabul dan kalbu Talang, yang kesemuanya sudah dibedakan lokasi masing-masing. Kalbu Rendah sebelah ilir, kalbu solok sebelah tengah, kalbu cabul sebelah atas dan kalbu talang sebelah atas juga.
Berkumpullah para adipati, dubalang, kerani dan punggawa kerajaan di balairung istana Astinapura. Mengelilingi Raja Astinapura. Menerima titah.
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata nenek diartikan sebagai sebutan dari cucu kepada orang tua ayah ibunya. Didalam penjelasannya, hubungan biologis diutamakan kepada nenek yang melahirkan ibu atau ayah. Sehingga Perempuan disebut nenek, Lelaki disebut kakek.