17 Oktober 2025

opini musri nauli : Amanat Reformasi TNI: Dari Dwifungsi Menuju Profesionalisme


 
Reformasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dimulai setelah tahun 1998 merupakan salah satu agenda terpenting dalam transisi menuju demokrasi di Indonesia. Inti dari gerakan ini adalah mengakhiri konsep Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan mengembalikan militer ke fungsi tunggalnya sebagai alat pertahanan negara yang profesional, non-politik, serta tunduk pada prinsip supremasi sipil dan hukum.

Progres Historis Reformasi TNI (1998–2007)


Upaya reformasi TNI berfokus pada tiga pilar utama: doktrin, struktur, dan kultur. Secara kelembagaan, TNI menunjukkan progres yang signifikan pada fase awal. Pencapaian fundamental adalah pemisahan TNI dan Polri (didasarkan UU No. 2/2002 dan TAP MPR No. VII/MPR/2000), yang secara jelas membatasi TNI pada fungsi pertahanan dan Polri pada fungsi keamanan.


Secara politik, reformasi ini berhasil dalam menarik militer dari arena legislatif melalui penghapusan Fraksi TNI/Polri di DPR/MPR pada tahun 2004, menjadikan netralitas militer sebagai komitmen formal. Landasan hukum supremasi sipil pun diperkuat dengan disahkannya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Secara struktural, organisasi internal telah disesuaikan dengan menghilangkan peran sosial politik, seperti likuidasi Staf Kekaryaan dan Sospoldam.

Meskipun demikian, ada dua area penting yang menunjukkan progres lambat dan belum tuntas. 


Pertama, reformasi peradilan militer. Meskipun TAP MPR No. VII/MPR/2000 mengamanatkan anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili di peradilan umum, realitasnya mereka masih tunduk pada UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer, menghambat akuntabilitas publik, terutama dalam kasus HAM. Kedua, amanat penghapusan bisnis TNI (Pasal 76 UU 34/2004) berjalan sangat lambat, menghadapi tantangan besar terkait akuntabilitas dan transparansi.


Stagnasi dan Pergeseran ke Arah Kemunduran (Kondisi Saat Ini)


Jika dibandingkan dengan semangat reformasi awal, kondisi TNI saat ini menunjukkan adanya sinyal stagnasi dan bahkan kemunduran dalam beberapa aspek kunci, terutama terkait hubungan sipil-militer dan non-politik.


Residu Dwifungsi melalui Jabatan Sipil dan OMSP: Amanat reformasi tegas membatasi peran TNI pada pertahanan. Namun, saat ini, muncul kecenderungan perluasan peran militer aktif di ranah sipil. Hal ini diperkuat dengan revisi UU TNI dan beberapa kebijakan yang memungkinkan perwira aktif menduduki jabatan sipil. Perluasan ini, yang sering disebut sebagai "multifungsi TNI," secara efektif mengembalikan militer ke dalam urusan birokrasi dan politik sipil. 


Selain itu, perluasan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) ke dalam program-program sipil seperti ketahanan pangan, dipertanyakan karena mengaburkan fungsi utama pertahanan dan mengintervensi ranah sipil.


Akuntabilitas yang Belum Tuntas: Isu peradilan militer yang belum direformasi tetap menjadi ganjalan. Pengadilan militer yang masih berkuasa penuh atas kasus pidana umum yang dilakukan prajurit aktif adalah pengingkaran terhadap mandat reformasi dan menghambat upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan akuntabel.


Ancaman terhadap Supremasi Sipil: Perluasan jabatan sipil untuk militer aktif merupakan ancaman nyata terhadap prinsip meritokrasi dalam birokrasi dan supremasi sipil. Ini adalah residu Dwifungsi dalam bentuk baru yang membahayakan konsolidasi demokrasi.


Apakah Amanat Reformasi Sudah Sesuai?


Secara formal dan struktural, langkah awal reformasi TNI telah berhasil dengan dicabutnya Dwifungsi dan dihapusnya fraksi militer di parlemen. Namun, secara substansial dan kultural, reformasi TNI belum tuntas dan cenderung mengalami kemunduran dalam aspek non-politik dan akuntabilitas.


Cita-cita mewujudkan TNI yang sepenuhnya profesional, berjarak dari politik, dan tunduk pada supremasi sipil dan hukum terancam oleh munculnya multifungsi TNI dan lambatnya penyelesaian reformasi peradilan militer. Oleh karena itu, tantangan utama ke depan adalah memastikan konsistensi implementasi dari semangat reformasi awal serta mencegah arus balik yang dapat membahayakan kemajuan demokrasi yang telah dicapai Indonesia

16 Oktober 2025

opini musri nauli : 45 Tahun Walhi - Usia matang untuk agenda Lingkungan Hidup

 


Memasuki usia 45 Tahun usia Walhi, tidak dapat dipungkiri, usia yang matang. Usia yang telah memasuki proses yang panjang. 


Hampir setiap tahun, saya menyempat menghadiri Ulang Tahun Walhi di Jakarta. Entah memang pas ada agenda sembari mampir di Jakarta, atau memang sengaja menghadiri acara Ultah. 


Sebagai usia yang telah melewati proses yang panjang, tidak dapat dipungkiri, Walhi salah satu Organisasi nasional yang paling tertib menjalankan agenda-agenda Organisasi. Agenda rutin seperti PNLH, KNLH, Raker, PDLH, KDLH tetap dijadwalkan sesuai jadwal. Relatif bisa dilaksanakan. Sehingga sebagai Organisasi yang Sehat, agenda Organisasi tetap dilaksanakan. Sebuah proses yang tidak Mudah dilaksanakan sebagai Organisasi besar. 


Dengan anggota mencapai 500-an, 29 Walhi daerah, Tanpa Sadar Walhi telah membangun sistem yang kuat dan kokoh. Berhasil melewati tantangan zaman. Berhasil melewati berbagai krisis. 


Isu panas menjelang pemilihan Direktur menjadi “kawah candradimuka” sekaligus mendidik seluruh anggota agar tertib didalam melakukan proses elektoral. Proses demokrasi yang matang dan rutin berhasil menempatkan Walhi sebagai rumah demokrasi yang baik. Saya menggunakan istilah “miniatur Indonesia”. 


Berbagai isu miring, tuduhan tanpa dasar berhasil dilewati dengan baik. Sepanas apapun proses elektoral, namun ketika usai agenda pemilihan, kembali rukun, guyub bahkan bisa bercengkrama didepan kopi panas. Itu proses demokrasi yang Sehat. 


Secara pribadi, saya sering berhadapan pilihan politik di proses elektoral di Walhi. Namun ketika usai prosesnya, kembali “kongkow-kongkow” sembari tertawa melihat kegelian suasana pemilihan. Itulah demokrasi. Pilihan ditentukan sebagai manifestasi aspirasi, namun suasana kekeluargan tidak mungkin putus. Karena proses jaringan, proses kekeluargaan yang telah terbangun tidak mungkin berakhir disebabkan adanya pilihan berbeda. 


Sebagaimana kata-kata bijak dari leluhur, melewati usia 40-an dan memasuki usia 45, yang harus dilahirkan adalah pengetahuan di Walhi yang telah teruji melewati zaman. Sembari menelorkan berbagai pengetahuan juga harus menjadi tanggungjawab melahirkan pemikiran. Terutama berkaitan dengan lingkungan hidup, Alam sekitarnya dan peradaban Nusantara. 


Berbeda dengan mainstream yang menjadi pembicaran di berbagai kalangan, sebagai Organisasi mengikrarkan Lingkungan hidup di Indonesia, maka Sudah saatnya “refleksi” maupun “standing position” Organisasi menjadi “penting” untuk dirumuskan kembali. 



Saya merumuskan dengan memulai makna-makna simbolik dari Lingkungan hidup Indonesia. Secara Harfiah, dokumen tentang lingkungan hidup mudah ditelusuri dari berbagai regulasi. Namun apabila ditelisik lebih dalam, memahami lingkungan hidup Indonesia adalah “lingkungan hidup “di” Indonesia”. Dapat juga ditelusuri “lingkungan hidup” orang “Indonesia”. 


Memahami “lingkungan hidup di Indonesia” atau “lingkungan hidup di Indonesia”, maka membicarakan lingkungan hidup di Indonesia atau lingkungan hidup di Indonesia harus diletakkan konteksnya “bagaimana lingkungan hidup di Indonesia”. Atau “bagaimana lingkungan hidup” orang Indonesia. 


Tentu saja memahaminya kemudian dengan cara kembali ke tingkat tapak. Atau kembali ke basis. Bagaimana sih “masyarakat Indonesia” melihat, memperlakukan ataupun menempatkan lingkungan hidup sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. 


Saya selalu mengajak berangkat dari cara pandang masyarakat itu sendiri. Bagaimana masyarakat yang tinggal di hutan Melihat dan memandang hutan itu sendiri. 


Tentu saja “Kajian” yang berpijakkan dari masyarakat itu sendiri. Sebagai”irisan” penting justru cara pandang yang melihat lingkungan hidup selalu berangkat dari cara pandang “akademis” maupun literatur yang tersedia. Bahkan tidak tanggung-tanggung. Literatur barat yang selalu disebutkan “pemikiran barat”. Sebuah konsepsi maupun cara pandang yang justru bertentangan dengan alam pemikiran masyarakat itu sendiri. 


Alangkah baiknya untuk memahami bagaimana pandangan masyarakat nusantara, justru harus tetap berangkat dari cara pandang masyarakat itu sendiri. Merekalah yang paling paham dan justru menempatkan alam sekitarnya sebagai satu kesatuan ekosisistem yang utuh. Sekali lagi ekosistem yang utuh. 


Bukan menempatkan alam sekitarnya sebagai asset. Sebuah pertentangan yang justru tidak menempatkan pengetahuan masyarakat itu sendiri. 


Kegelisan saya, baik melihat regulasi, literatur maupun cara pandang yang bertentangan dengan masyarakat itu sendiri, sekali lagi “tidak menempatkan” pengetahuan masyarakat sebagai “basis argumentasi” untuk menjawab berbagai keresahan saya. 


Sebagai Organisasi “lingkungan hidup di Indonesia” maupun Organisasi lingkugan hidup orang Indonesia”, Walhi harus kembali ke standing awal. Menempatkan pengetahuan masyarakat sebagai “sumber pengetahuan” yang harus diusung. Menempatkan pengetahuan masyarakat sebagai basis standing melihat lingkungan hidup di Indonesia. 


Apabila Walhi tidak memainkan posisi dan sumber pengetahuan sebagai “awal” melihat persoalan lingkungan hidup di Indonesia, maka posisnya hanya “speaker” maupun “amplifier” dari regulasi maupun literatur yang bersilewaran yang menghiasi wacana publik. 


Dalam rentang melewati usia 45 tahun, tidak salah kemudian harapan senantiasa saya lekatkan di bendera Walhi. 


Sebelum menutup ide awal di usia 45 tahun, alangkah baik dan bijaknya ingatan selalu saya sampaikan. 


Yang paling tahu lingkungan hidup adalah masyarakat itu sendiri. Dan janganlah sesekali “orang luar” yang paling tentang lingkungan hidup dari masyarakat itu sendiri. 


Happy Birthday”. Tetapkah berkibar panji-panji bendera Walhi.  









   

13 Oktober 2025

opini musri nauli : Prinsip-Prinsip Hukum Perdata

 


Hukum perdata adalah cabang hukum yang mengatur hubungan antara individu atau entitas hukum yang bersifat pribadi. Prinsip-prinsip ini berfungsi sebagai landasan filosofis yang memandu pembentukan, penegakan, dan penyelesaian sengketa hukum perdata. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, kita dapat menganalisis bagaimana hukum perdata bekerja untuk melindungi hak dan kewajiban warga negara.


Prinsip-prinsip hukum perdata yang mendasar mencakup beberapa aspek penting. Seperti Prinsip Kebebasan Berkontrak (Asas Kebebasan Berkontrak), Prinsip Kepastian Hukum, Prinsip Keadilan dan Kesetaraan, Prinsip Perlindungan Hak Pribadi dan Kepemilikan, Prinsip Tanggung Jawab Hukum (Responsabilitas) dan  Prinsip Itikad Baik (Good Faith). 


Prinsip Kebebasan Berkontrak (Asas Kebebasan Berkontrak): Prinsip ini memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk membuat perjanjian. Mereka dapat menentukan isi, bentuk, dan syarat-syarat perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum. Ini adalah inti dari hukum perjanjian yang menekankan otonomi pribadi. 

opini musri nauli : Seloko Datuk Belang


Masyarakat Melayu Jambi memiliki seloko yang secara khusus merujuk pada harimau, sering kali dengan sebutan "Datuk belang" sebagai bentuk penghormatan. Panggilan ini digunakan karena nama asli harimau dianggap tabu.


Sistem kepercayaan masyarakat Melayu Jambi terhadap harimau tercermin dalam beberapa seloko, yang menunjukkan penghormatan dan pengakuan atas keberadaan hewan ini. Seloko tersebut memperlihatkan harimau sebagai simbol kekuatan dan figur yang dihormati, bahkan dihubungkan dengan konsep kepemimpinan dan sanksi adat.

opini musri nauli : Prinsip Hukum Pidana

 


Didalam hukum Pidana dikenal prinsip-prinsip hukum Pidana. Walaupun kadangkala prinsip bersinggungan dengan asas namun didalam penerapannya kemudian dikenal prinsip. 


Prinsip itu seperti prinsip legalitas, kesalahan, teritorial, nasional aktif/pasif, universal dan prinsip persamaan dimuka hukum. 


Prinsip Legalitas merupakan yang paling fundamental, menegaskan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali telah diatur dalam undang-undang yang berlaku sebelum perbuatan tersebut dilakukan. Prinsip ini melindungi warga negara dari tindakan sewenang-wenang oleh negara dan menjamin kepastian hukum. Sehingga didalam penerapannya, Hukum pidana tidak dapat berlaku surut (non-retroaktif), dan hakim dilarang menggunakan analogi untuk mengkriminalisasi perbuatan baru.

12 Oktober 2025

opini musri nauli : Potensi yang Tersembunyi: Esensi Sejati Seorang Pemimpin

 


Setiap insan adalah harta karun. Jauh di dalam diri kita, terpendam mutiara potensi yang menunggu untuk ditemukan dan diasah. Seringkali, harta karun ini tersembunyi di balik rasa minder, ketidakpastian, atau bahkan ketidaksadaran akan kemampuan diri sendiri. Begitu banyak orang yang hidup dengan "rem tangan" terpasang, tanpa menyadari kekuatan luar biasa yang mereka miliki.


Di sinilah peran sejati seorang pemimpin hadir. Seorang pemimpin bukanlah sekadar figur yang memimpin sebuah tim atau organisasi, melainkan seorang pemburu potensi. Dengan mata yang tajam dan hati yang peka, ia mampu melihat kilau yang tersembunyi dalam diri setiap anggota timnya. Ia melihat bukan hanya apa yang ada, tetapi juga apa yang bisa mereka capai.


Seorang pemimpin sejati tidak akan membiarkan potensi itu terkubur. Ia akan menciptakan lingkungan yang subur untuk pertumbuhan. Ia memberikan kesempatan, bukan sebagai hadiah, melainkan sebagai lahan uji coba. Ia memberikan waktu untuk bereksperimen, gagal, dan bangkit kembali. Ia menguji batasan, mendorong setiap individu untuk melampaui zona nyaman mereka, dan menemukan kekuatan yang tidak pernah mereka bayangkan.

23 September 2025

opini musri nauli : Zenzi Yang Kukenal (4)


Akupun sendiri kurang ingat kapan aku mulai mengenal Zenzi Suhadi (Zenzi). Namun kebetulan ada dokumen yang mengingatkanku. Waktu menghadiri KNLH 2007. Kebetulan aku masih Dewan Daerah Walhi Jambi. Sedangkan Zenzi menjadi Direktur Walhi Bengkulu. 



Kamipun mendemo KPK. Dan langsung diterima 5 Komisioner. Sebuah pertemuan yang sangat jarang ditemui seluruh komisioner. 


Namun yang mendekatkanku justru ketika dua orang staf Walhi Bengkulu ditangkap. Bersama-sama dengan masyarakat yang menolak Sawit. 


Kuingat betul.  “Bang, ke Bengkulu, yo.. Kawan-kawan ditangkap”, kata suara di ujung telephone. 

18 September 2025

opini musri nauli : Negara Telik Sandi

 


Akhir-akhir ini berbagai kegiatan negara seperti pemantauan rekening pasif (rekening nganggur), tanah nganggur (tanah pasif) dan royalti benar-benar membuat resah rakyat Indonesia. Berbagai kegiatan negara dengan “memata-matai” rakyat benar-benar diluar nalar. 


Berbagai regulasi memang memberikan ruang untuk pemantauan rekening pasif.  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki kebijakan untuk menghentikan sementara transaksi pada rekening pasif (dormant). Rekening ini adalah rekening yang tidak aktif selama jangka waktu tertentu. biasanya 3-12 bulan

opini musri nauli : Reformasi yang Dibajak: Saat Janji Tumbuh, Korupsi Berbuah

 

Kita adalah saksi sejarah. Generasi yang melihat bagaimana semangat reformasi membakar jalanan, mengikis tembok otoritarianisme, dan menjatuhkan rezim yang telah berkuasa puluhan tahun. 

Di bawah terik matahari 1998, kita berteriak menuntut keadilan, demokrasi, dan pemberantasan KKN—korupsi, kolusi, dan nepotisme. Janji itu begitu megah, begitu suci, seolah fajar baru akan terbit bagi bangsa ini.

Lebih dari dua dekade berlalu, fajar itu belum juga terbit sepenuhnya. Mungkin, fajar itu justru dibajak di tengah jalan.

Jika kita melihat data, ada yang bisa dibanggakan. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang sempat menyentuh angka terendah 17 pada tahun 1999, perlahan merangkak naik dan mencapai puncaknya di angka 40 pada tahun 2019. Meskipun sempat turun, IPK kembali naik menjadi 37 pada tahun 2024. 

Peningkatan ini menunjukkan adanya upaya pemberantasan korupsi yang membuahkan hasil. Setidaknya di atas kertas.

16 September 2025

opini musri nauli : Al Haris, 'Bapak Infrastruktur' Jambi: Dua Ruas Tol Bersejarah

 

Gubernur Jambi Al Haris mengukuhkan julukannya sebagai 'Bapak Infrastruktur' setelah secara langsung menyaksikan peresmian jalan tol Ruas Tempino-Pijoan, yang merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Ini menjadi momen bersejarah kedua dalam kepemimpinannya, di mana sebelumnya ia juga hadir dalam peresmian ruas jalan tol Tempino-Bayung Lincir. Kehadiran dua ruas tol ini tidak hanya menjadi simbol kemajuan, tetapi juga bukti nyata komitmen Al Haris dalam memajukan konektivitas dan perekonomian Provinsi Jambi.


Peresmian Tol Tempino-Pijoan, yang dilakukan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, menjadi puncak dari kerja keras dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Jalan tol ini adalah bagian penting dari proyek JTTS yang akan menghubungkan Jambi dengan Provinsi Sumatera Selatan, membuka akses logistik yang lebih cepat dan efisien.