Tempat kejadian perkara dalam proses hukum acara pidana begitu penting. Dalam tahap proses penyidikan, penyidik mempunya kewenangan untuk menentukan “telah terjadinya” tindak pidana berdasarkan tempat kejadian perkara. Sedangkan Jaksa penuntut umum akan “melihat” apakah perkara tersebut termasuk kedalam wilayah hukum Pengadilan Negeri.
Kemudian berdasarkan pasal 147 KUHAP dijelaskan “Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya”
Dengan melihat begitu pentingnya tempat kejadian perkara, maka berdasarkan pasal 143 ayat (2) dijelaskan “Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi : (a) nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; (b) uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Makna tempat kejadian tindak pidana kemudian sering dirumuskan oleh para ahli dengan istilah “locus dictie”. Posisinya begitu penting selain sudah diatur didalam KUHAP juga berkaitan dengna pembuktian. Tidak tepat atau kurang bisa Jaksa Penuntut Umum meletakkan “locus dictie” maka selain surat dakwaan batal demi hukum juga mengakibatkan pelaku dapat dibebaskan demi hukum (vrijpaark).
Maka didalam persidangan, “locus dictie” salah satu titik perhatian para pihak dalam perkara pidana.