Didalam Hukum Pidana, dikenal masa berlaku surutnya tindak pidana. Seseorang selama waktu tertentu belum diperiksa dan diproses secara hukum, maka tidak dapat dikenakan lagi perbuatannya. Istilah ini kemudian dikenal “daluarsa”.
Pasal 78 ayat (1) KUHP menegaskan “Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa terhadap (1) mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; (2) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; (3) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; (4) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
Sedangkan ayat (2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Pasal 79 KUHP “Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut (1) mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku; (2) pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan; (3) mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia; (4) mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut.
Begitu pentingnya masa “daluarsa” selain memberikan kepastian hukum kepada pelaku, memberikan arah kepada aparat penegak hukum, waktu “daluarsa’ yang mesti dijalani oleh tersangka merupakan hukuman psikologis yang tentu saja amat berat. Walaupun pelaku tidak menjalani proses hukum, namun waktu yang sudah ditempuhnya merupakan hukuman yang melebihi proses hukum itu sendiri.
Dari pemikiran inilah, kemudian masa “daluarsa” ditentukan oleh Hukum pidana.