06 April 2021

opini musri nauli : Penyelesaian Diluar Pengadilan (out of settlement/Mediasi)


Dalam praktek hukum acara perdata, kita mengenal mekanisme penyelesaian diluar pengadilan (out of settlement). Setiap dimulai sidang perdata, hakim selalu mengajak dan menghimbau agar dilakukan musyawarah agar dapat diselesaikan diluar pengadilan. Bahkan sampai belum diputusnya perkara perdata, hakim selalu memberikan kesempatan. Aturan ini sebenarnya dapat dilihat didalam Hukum Acara Perdata. (Reglemen Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927 Nomor 227)


Selain itu juga Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 telah mengaturnya. Peraturan Perma No. 1 Tahun 2008 telah memperbaiki Perma No. 2 Tahun 2003. Secara garis besar prosedur mediasi menurut ketentuan PERMA No 1 Tahun 2008 adalah Pada sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding memilih mediator. Para pihak segera menyampaikan mediator terpilih kepada ketua majelis hakim. Ketua majelis segera memberitau mediator untuk melaksanakan tugas.


Paling lama 5 (lima) hari kerja setelah mediator disepakati, para pihak dapat menyerahkan resume perkara19 kepada satu sama lain dan kepada mediator. Jika para pihak gagal menyepakati mediator, maka resume perkara diberikan kepada hakim mediator yang ditunjuk. Proses mediasi paling lama 40 hari kerja, dan dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja, atas dasar kesepakatan para pihak.


Upaya mediasi harus ditempuh. Apabila tidak ditempuh mekanisme mediasi, maka putusan batal demi hukum.


Selain itu juga Mahkamah Agung yang merupakan ”muara” dari berbagai problematika hukum di Indonesia, seringkali tidak mampu menjawab dan terjebak penyelesaian kasus yang terus menumpuk. Pada akhir Desember 2011 perkara tunggak berjumlah 4.676 perkara. Jumlah tersebut terdiri dari perkara belum putus diatas setahun berjumlah 1.813 perkara, dan perkara belum putus berjumlah 2.863 perkara. Jumlah tersebut turun sekitar 50% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 8.741 perkara (www.mahkamahagung,go.id).


Maka salah satu upaya membantu agar perkara tidak menumpuk di Mahkamah Agung, upaya mediasi harus dilakukan secara serius.